, DR. Isham Imad, salah seorang muballigh Yaman yang sebelumnya berpemahaman Wahabi namun setelah mengenal mazhab Syiah dan mempelajarinya dengan lebih detail iapun menyatakan diri beralih mazhab. Dalam wawancara dengannya beliau berkata, “Kemenangan revolusi rakyat Iran yang dipimpin oleh Imam Khomeini rahimahullah telah menyebabkan lebih dari satu juta orang di Yaman beralih menganut mazhab Syiah, dan hal tersebut menunjukkan bukti betapa besarnya pengaruh revolusi Islam Iran di kawasan ini.”
DR. Isham Imad, pernah menimba ilmu di beberapa universitas di Arab Saudi, yang kemudian kembali ke tanah airnya dan menjadi muballigh Wahabi. Sama halnya pada umumnya muballigh Wahabi diapun turut menganggap Syiah sebagai ajaran sesat dan keluar dari Islam. Namun interaksi dan ketekunannya dalam mempelajari perbandingan antar mazhab justru mengantarkannya pada hidayah, tidak hanya berubah mengakui Syiah sebagai mazhab yang sah dalam Islam bahkan juga beralih ke mazhab Syiah sebagai pilihannya dalam menjalankan Islam. Tidak tanggung-tanggung cendekiawan muslim Yaman tersebut bahkan sampai memperdalam keyakinan Syiahnya dengan menimba ilmu di Hauzah Ilmiah Qom Iran sampai mencapai doktoralnya dan dikenal sebagai ahli dalam bidang rijal, hadits dan tarikh.
DR. Isham Imad dalam penjelasannya mengatakan, dalam kebangkitan rakyat Yaman, umat Syiah Zaidiyah dan umat Syiah Itsna Asy’ari satu sama lain bersatu dan saling mengokohkan dan bekerjasama dengan umat Sunni sehingga pemamahan takfiri tidak memiliki pengaruh di Yaman. “Saya menjadi saksi, akan betapa meluasnya dakwah Syiah di Yaman ini. Semakin hari, jumlah pengikut Syiah semakin bertambah, dan dakwah Syiah hari ini semakin baik dan diterima masyarakat dari waktu-waktu sebelumnya.” Ungkapnya.
“Penduduk Yaman lebih dari 30 juta orang, dan diantara penduduknya memeluk keyakinan Syiah Zaidiyah dan Itsna Asy’ari, dan menariknya setelah kebangkitan Islam di Iran yang dipelopori Imam Khomeini lebih dari satu juta penduduk Yaman beralih kemazhab Syiah, dan jelas hal tersebut menunjukkan betapa besarnya pengaruh revolusi tersebut di Negara-negara kawasan.” Tambahnya lagi.
Cendekiawan Yaman tersebut kembali melanjutkan, “Tidak bisa dipungkiri pengaruh Arab Saudi terhadap Yaman juga tidak sedikit. Bahkan dalam tahun-tahun terakhir ini, Yaman termasuk dalam target Arab Saudi untuk diwahabisasikan. Orang-orang terpelajar Yaman di biayai dan dididik di Arab Saudi dan sekembalinya akan menjadi muballigh dan da’i-da’i Wahabi. Saya lahir dan besar dalam lingkungan keluarga yang berpemahaman Wahabi. Ayah saya Syaikh Abdur Rahman al ‘Imad dikenal sebagai ulama Wahabi. Rumah ayah saya di Yaman adalah pusat penyebaran pemahaman Wahabi dan banyak dari warga Yaman mengenal dan mempelajari pemahaman Wahabi di rumah ayah saya.”
“Sejak berumur 6 tahun saya sudah mempelajari aqidah Wahabi di bawah bimbingan ayah saya dan sampai umur 30 tahun saya menjadi muballigh Wahabi yang banyak berceramah tentang keyakinan Wahabi di banyak tempat di Yaman. Saya menyelesaikan pendidikan universitas saya di Arab Saudi namun setelah mempelajari mazhab Syiah dengan telaten dan jujur saya kemudian beralih menjadi muballigh Syiah. Hari ini saya dikenal sebagai guru, penulis dan muballigh mazhab Ja’fari dan saya merasa bahagia menjadi bagian dari dakwah hak ini.” Jelasnya.
Dalam lanjutan penjelasannya, doktor ahli dibidang hadits dan sejarah tersebut mengatakan, “Kelompok Wahabi berusaha menisbahkan Syiah dengan sesuatu yang tidak sepatutnya melalui media-media elektronik, kitab, majalah-majalah dan media cetak. Mereka menampilkan wajah Syiah secara negatif, dalam gerakan ini mereka telah menggelontorkan banyak dana untuk mencari titik kelemahan, permasalahan dan melemparkan pandangan tidak berdasar menurut selera mereka.”
“Dengan menyebarkan propaganda, berbagai tekanan, mereka berusaha menghambat mazhab Syiah supaya asas akidah dan idealisme ajaran ini tidak tersebar dalam komunitas masyarakat berilmu, kalangan terdidik yang berpikiran bebas dan terbuka.” Tambahnya.
“Dimasa pendidikan saya, dan ketika sibuk melakukan tahkik [penelitian] atas kitab Jahiz yang dikarang salah seorang ulama besar Ahlus Sunnah, saya menemukan frase dari tulisan beliau yang mempertanyakan mengapa umat Islam tidak membela hak Sayyidah Fatimah putri Nabi pasca wafatnya Rasulullah Saw. Dan fakta tersebut tidak bisa ditolak bahwa dalam literatur ahlus sunnah sendiri terdapat riwayat yang menukil permintaan Sayyidah Fatimah yang tidak mengizinkan Abu Bakar dan Umar untuk menyertai proses pemakaman jenazahnya. Awalnya saya berpikir, perbuatan Fatimah Az Zahra tersebut kekanak-kanakan dan tidak menunjukkan kebesaran jiwanya sebagai putri Nabi, namun setelah menyelidikinya secara mendalam bahwa ada pesan yang tersirat dari permintaan Sayyidah Fatimah tersebut, barulah saya paham hakikat yang sebenarnya.”
“Dalam penelitian saya, saya menemukan kalimat yang menarik dari Imam Fakhruddin al Razi, yang saat membacanya, membuat saya yakin bahwa kebenaran bersama Sayyidah Fatimah as. Kalimatnya adalah, ‘Aku heran, dengan adanya fakta ayat dan sabda Nabi mengenai warisan, dan penegasan dari Nabi sendiri bahwa perlunya seseorang untuk berusaha meninggalkan warisan harta dan tanah namun bagaimana mungkin Rasulullah Saw sendiri tidak mewariskan apapun untuk anak perempuannya?”
Keterzaliman Fathimah Az-Zahra, Kenyataan Sejarah yang Tidak Bisa Ditolak
DR. Isham Imad berkata, “Dalam riwayat kita temukan, pada suatu hari, seorang sahabat datang kepada Rasulullah dan berkata: Aku mewakafkan seluruh hartaku. Rasulullah Saw tidak senang dengan pernyataan tersebut dan berkata: Engkau mempunyai hak mewakafkan satu per tiga dari hartamu. Nabi Saw melarang sahabatnya untuk mewakafkan seluruh hartanya, karena menginginkan sahabat menyisakan warisan untuk keluarganya. Sekarang bagaimana mungkin Rasulullah Saw bersabda bahwa yang ditinggalkan beliau hanya sedekah, dan tidak sedikitpun warisan untuk keluarganya?”
“Menurut pandangan seluruh manusia yang berakal, sekiranya seseorang itu ingin mewakafkan hartanya, pertama sekali dia akan menyadari akan keberadaan dan hak anak-anaknya, bukannya memikirkan sahabat-sahabatnya yang tidak ada sangkutpautnya sama sekali dengan harta warisan, kecuali dalam keadaan anak-anaknya belum mampu menjaga harta dan tanah warisan.”
“Dengan keberadaan Rasulullah Saw selaku penghulu manusia-manusia yang berakal dan berpikir rasional, bagaimana mungkin baginda berkata kepada khalifah pertama bahwa harta yang diwariskannya adalah sedekah dan baginda tidak menyampaikan demikian kepada anak perempuannya sendiri? Awalnya saya berkata, mungkin Fathimah belum mampu menjaga harta, namun ketika saya teliti dan saya temukan Rasulullah Saw memperkenalkan Fathimah Az-Zahra sebagai wanita yang paling sempurna pengetahuannya. Oleh karena itu mustahil baginda tidak menceritakannya kepada keluarganya sendiri.”
“Saya membaca kata-kata Fakhrudin Al-Razi dengan penuh keheranan, keterzaliman Fathimah Az-Zahra merupakan faktor paling penting yang mendorong saya kepada Syiah, dan saya menceritakan perkara ini dalam artikel yang saya tulis ‘Peranan Fathimah Az-Zahra dalam pengertian yang mendalam’.
“Sebuah kitab yang ditulis oleh ulama Ahli Sunnah yang sudah masuk Syiah berjudul ‘akhirnya aku temui hidayah dengan cahaya Fathimah as’, beliau berkata, aku masuk Syiah setelah membaca khutbah Fathimah Az-Zahra as. Dan kenyataan-kenyataan yang serupa tidak sedikit. Bagi pihak Wahabi hakikat Fathimah Az-Zahra terlalu sulit untuk diungkapkan, karena hal tersebut dapat menggoyahkan keyakinan mereka.” Jelas DR. Isham Imad.
DR. Isham Imad dalam lanjutan penjelasannya menyebutkan, setelah beralih ke mazhab Syiah, beliau menjawab dan membantah buku-bukunya sendiri yang sebelumnya telah ditulisnya di masa beliau masih Wahabi dan melancarkan kebencian dan permusuhan terhadap Syiah. Beliau mengungkapkan bahwa dikalangan keluarganya bukan beliau sendiri yang beralih ke Syiah, saudara laki-lakinya Hasan al ‘Imad juga telah memantapkan hati bermazhab Syiah dan sementara menimba ilmu di kota Qom. Demikian pula dengan tiga saudara perempuannya yang lain.