Benarkah kelompok Syi’ah mempunyai Al-Qur’an yang telah diubah dan mengalami distorsi (tahrif)?
Menurut Syi’ah, Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab samawi yang tidak mengalami tahrif, distorsi atau pengubahan baik dalam bentuk pengurangan, penambahan atau penggantian. Karena itu, menurut mereka Al-Qur’an yang asli sekarang berada di tengah Muslimin sebagaimana turun kepada Nabi Muhammad Saw.
Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab yang seluruh isinya kebenaran. Tidak ada satu kitab kebenaran pun selain Al-Qur’an di tengah umat Islam, kitab-kitab selain itu tanpa kecuali berpotensi untuk dikritisi dan dikaji kembali.
Al-Qur’an adalah dokumen akidah dan syariat yang harus diterima oleh setiap orang muslim. Kalau pun terjadi perbedaan di antara mereka mengenai sebuah persoalan, maka juri dan hakim persoalan itu adalah Al-Qur’an.
Sepanjang sejarah, di tengah kelompok Syi’ah tidak ada Al-Qur’an selain Al-Qur’an yang ada dari sekian abad yang lalu sampai sekarang, kini pun terdapat ratusan ribu Al-Qur’an tulisan tangan dan cetak di perpustakaan-perpustakaan umum serta pribadi, bahkan di rumah-rumah orang syi’ah yang seluruhnya sama dengan Al-Qur’an yang ada di tangan muslimin lainnya, sedikit pun perbedaan antara dua Al-Qur’an itu tidak ada.
Tuduhan tahrif dan distorsi Al-Qur’an terhadap kelompok Syi’ah adalah fitnah dan kecurangan yang muncul dari kebodohan atau permusuhan terhadap mereka. Hanya segelintir riwayat dalam kitab-kitab hadis yang secara literal menunjukkan distorsi dalam Al-Qur’an yang mereka jadikan sebagai alasan untuk menuduh Syi’ah punya keyakinan distorsi Al-Qur’an, padahal riwayat-riwayat itu jelas tertolak dan tidak berharga menurut Syi’ah karena bertentangan dengan Al-Qur’an, dan seandainya kebaradan segelintir riwayat distorsi di dalam kitab-kitab hadis sebuah mazhab layak dijadikan alasan untuk menyatakan mazhab tersebut punya keyakinan distorsi niscaya mazhab-mazhab yang lain juga harus dinyatakan sebagai mazhab yang meyakini distorsi Al-Qur’an, karena di dalam kitab-kitab hadis mereka banyak riwayat yang secara literal menunjukkan distorsi. Namun, sebagaimana telah berulang kali kami sampaikan, kitab-kitab hadis bukanlah kitab akidah atau keyakinan, sedangkan pokok-pokok keyakinan harus diambil dari referensi yang pasti seperti Al-Qur’an, akal sehat, dan hadis yang mutawatir.
Selanjutnya, kami akan menukil berapa contoh pemyataan dari para tokooh Syi’ah tentang kesucian Al-Qur’an dari tahrif atau distorsi. Tapi sebelumnya, kami ingin membuktikan asas kesucian Al-Qur’an dari distorsi itu sendiri:
Isu distorsi Al-Qur’an lebih sering diserukan oleh kelompok Kristen dan Yahudi; mengingat sejarah telah memberikan kesaksian pasti bahwa kitab-kitab samawi dua kelompok ini telah mengalarni distorsi sehingga tidak lagi orisinal dan berharga seperti aslinya, maka mereka berusaha untuk menyebarkan isu distorsi Al-Qur’an seperti halnya kitab samawi mereka.
Adalah kesaksian sejarah bahwa naskah asli Taurat berkali-kali musnah, khususnya akibat serangan militer Nebuchadnezzar ke Baitul Maqdis. Tapi kemudian, sejumlah ruhaniawan Yahudi menuliskannya kembali. Sejarah juga bersaksi bahwa empat kitab Injil ditulis oleh sebagian orang berapa tahun setelah wafatnya Al Masih as. Karena itu, kitab samawi Injil yang turun kepada Al Masih as tidak ada bahkan di kalangan orang-orang Kristen sendiri.
Orang-orang yang membangun ajaran dan pokok agamanya berdasarkan kitab seperti ini ingin sekali menuduh Al-Qur’an dengan masalah yang sama dengan kitab samawi mereka. Karena itu, mereka mengklaim Al-Qur’an juga mengalami distorsi sepanjang sejarahnya. Padahal, pola pengumpulan, pembukuan dan penjagaan Al-Qur’an di setiap periode sejarah Islam sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan sejarah kitab Taurat dan Injil.
Sebalik dari itu, sejarah bersaksi bahwa kondisi Al-Qur’an di seluruh periode Islam tidak pernah mengalami kekaburan atau jalan buntu. Dalam pada itu, ada dua hal yang sewajarnya kita perhatikan untuk mendapatkan jawaban yang lebih baik atas pertanyaan-pertanyaan seputar masalah i ni:
1. Al-Qur’an adalah kitab yang menciptakan revolusi di seluruh aspek kehidupan sosial umat Islam. Al-Qur’an mengubah total kehidupan masa lalu mereka dan sebagai gantinya, ia memberikan kehidupan baru yang didasarkan pada iman dan prinsip-prinsip kemanusiaan. Karena itu, Al-Qur’an adalah kitab yang berhubungan erat dengan dimensi-dimensi asli kehidupan Muslimin, mereka menyerap politik, ekonomi, undang-undang moral dan bahkan adat istiadat pergaulan dari kitab samawi ini.
Selama sehari semalam mereka lima kali menggunakannya dalam shalat, bahkan untuk seluruh kejadian sehari-sehari mereka pertama-tama merujuk kepada Al-Qur’an, setelah itu mereka melihat sunnah dan sirah Nabi Muhammad Saw.
Dengan demikian, bagaimana mungkin kitab yang melebur dengan kehidupan masyarakat dan menjadi referensi pada tingkat paling tinggi dapat didistorsi tanpa disadari oleh opini publik atau oleh kalangan spesialis?!
Kemungkinan terjadinya distorsi Al-Qur’an tanpa disadari oleh seorang pun seperti kemungkinan terjadinya distorsi undang-undang bangsa yang besar tanpa disadari oleh seorang pun. Mana mungkin pasal-pasal undang-undang sebuah bangsa yang besar mengalami pengubahan sementara mereka tidak tahu dan diam saja! Peran Al-Qur’an dalam kehidupan sosial Muslimin jauh lebih besar daripada peran undang-undang dalam kehidupan bangsa-bangsa zaman sekarang, itulah sebabnya besar sekali perhatian umat Islam terhadap kitab samawi ini sehingga apabila terjadi distorsi sekecil apa pun padanya niscaya akan muncul reaksi keras dan protes dari mana-mana terhadap distorsi tersebut.
2. Sejarah tentang pengumpulan Al-Qur’an pada masa kehidupan Rasulullah Saw serta perhatian luar biasa yang diberikan oleh beliau terhadap penghafalan dan penulisan Al-Qur’an menunjukkan betapa tidak mungkinnya pengurangan satu kata pun dari Al-Qur’an.
Menurut kesaksian sejarah, pada zaman Rasulullah Sawada empat puluh tiga ulama[1] yang ditugaskan oleh beliau untuk langsung menuliskan ayat atau surat yang baru turun, dan hasil tulisan itu dijaga ketat di tengah Muslimin pada waktu itu. Yang paling terkenal di antara mereka dalam menuliskan Al-Qur’an adalah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as dan Zaid bin Tsabit, karena itu banyak naskah yang telah dituliskan oleh para penulis wahyu di kalangan umat Islam dan senantiasa menjadi referensi bagi mereka dalam bacaan dan pelajaran.
Di samping itu, ada juga sejumlah orang muslim yang secara khusus dan teliti menghafalkan ayat-ayat dan surat Al-Qur’an, usaha keras mereka terfokus jangan sampai ada satu kata pun yang hilang atau terlupakan dari kitab samawi ini. Mereka dikenal dengan panggilan ‘Qari’ a tau ‘Qurra’, dan mereka juga senantiasa menjadi tempat rujukan bagi orang lain dalam hal qiraat Al-Qur’an.
Begitu besarnya perhatian umat Islam dan para Qari’ terhadap penjagaan dan penghafalan Al-Qur’an sehingga suatu hari terjadi perselisihan antara Ubai bin Ka’ab dan Khalifah Usman bin Affan mengenai ayat:
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya dijalan Allah.” (QS. Al-Taubah [9]: 34)
Usman mengklaim bahwa wahyu Ilahi yang sebenarnya adalah (الذین) tanpa huruf (و) sebelumnya, karena itu menurutnya huruf ini harus dihapuskan dari naskah-naskah Al-Qur’an yang ada, tapi sebaliknya Ubai bin Ka’ab mengatakan bahwa kita mendengarkan ayat Al-Qur’an ini dari Rasulullah Saw seperti yang ada sekarang; yakni dengan huruf (و) tersebut. Terjadilah silat lidah di antara mereka berdua, dan tiba-tiba Ubai dengan penuh ketegasan dan keseriusan menyerukan, ‘Siapa pun yang hendak menghapuskan huruf (و) ini dari Al-Qur’an maka dia akan menghadapi pedangku dan akan kutumpahkan darahnya!’ Sikap teguh Ubai ini membuat khalifah Usman mundur dari klaimnya.[2]
Ketika pembahasan tentang distorsi satu huruf dari Al-Qur’an saja sampai mengundang perlawanan yang sengit seperti itu, mana mungkin bisa dikatakan bahwa Al-Qur’an telah mengalami distorsi dan ada sebagian ayat yang hilang darinya?!
Selain dua hal tersebut di atas, di dalam Al-Qur’an sendiri terdapat berbagai ayat yang menolak terjadinya distorsi pada dirinya dan menyatakan kesucian serta keterjagaannya sampai hari kiamat. Antara lain, Allah Swt berfirman:
“Sesungguhnya Kami turunkan Al-Dzikr (Al-Qur’an) dan sesungguhnya Kami betul-betul pemeliharanya.” (QS. Al-Hijr [15]: 9)
Para ulama dan ilmuan muslim juga di dalam kitab tafsir dan kalam mereka telah menyatakan bahwa seluruh ulama Islam berijmak pendapat tentang kesucian Al-Qur’an dan keterjagaannya dari segala bentuk distorsi, seandainya ada segelintir ulama yang mempercayai terjadinya distorsi pada AI-Qur’an maka itu didasarkan pada hadis-hadis palsu yang sengaja diselundupkan oleh pihak-pihak yang bermasalah ke dalam kitab-kitab hadis. Tentu saja, hadis-hadis semacam itu tidak berharga atau tergolong hadis yang tidak jelas maknanya.
Catatan :
[1] Tarikh Al-Qur’an, Zanjani, pasal ke-6, hal. 20.
[2] Al-Dur Al-Mantsur,jld. 4, hal. 379.