Indonesian
Tuesday 7th of May 2024
0
نفر 0

Wanita, Tradisi dan Konsep Keadilan Gender (2)

Wanita, Tradisi dan Konsep Keadilan Gender (2)

Oleh: Euis Daryati

Benarkah Hawa Diciptakan dari Tulang Rusuk Adam?

Perempuan dalam Pandangan Islam

Untuk mengetahui kedudukan perempuan dalam prespektif Islam, terlebih dahulu kita perlu mengetahui beberapa premis berikut ini:

1. Agama Islam adalah agama samawi terakhir. Artinya, ajaran Islam harus mencakup semua permasalahan yang diperlukan oleh manusia sampai akhir zaman, sebagaimana yang dapat kita petik dari
surat al-Ahzab ayat:40. Di sana Allah SWT mengatakan bahwa Nabi Muhamad SAWW adalah penutup para nabi, dan pembawa agama Islam ialah Nabi terakhir, maka ajarannya secara otomatis menjadi ajaran terakhir pula.

2. Agama Islam adalah agama fitrah [6]. Artinya, semua ajarannya sesuai dengan fitrah manusia; sesuai dengan tuntutan maslahat manusia, dalam surat Rum ayat:30 dijelaskan: “Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus, fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu…(Al-Ruum:30)

3. merupakan realita yang tidak bisa dipungkiri antara lelaki dan perempuan -selain mempunyai sisi kesamaan (jiwa insani), juga mempunyai sisi perbedaan (gender).

Dari premis-premis di atas, kita dapat mengambil konklusi bahwa perempuan di mata Islam, selain mempunyai kesamaan dengan laki-laki, juga mempunyai perbedaan, di mana persamaan dan perbedaan tersebut sesuai dengan fitrah (watak penciptaan manusia). Akan tetapi, yang perlu kita ketahui sekarang adalah apakah perbedaan ini menyebabkan perempuan tersingkir dari komunitas manusia? Dan, apakah perbedaan tersebut menjadi kendala bagi wanita untuk mencapai kesempurnaan? Lalu, kita juga harus mengetahui di sisi manakah letak insaniyatul-insan (esensi manusia) itu? Sehingga kita tidak salah kaprah dalam memahaminya, dan tidak berusaha untuk “me-lelaki-kan” perempuan, karena sistem universal alam memerlukan adanya lelaki dan perempuan, sehingga kehidupan bisa terus berlanjut. Oleh karena itu, pembahasan pertama ialah mengenai titik persamaan antara lelaki dan perempuan:

Sisi Kesamaan

1. Perempuan dan penciptaannya.

Untuk mengetahui perihal penciptaan perempuan, maka kita harus kembali membuka sejarah penciptaan manusia pertama, yaitu Adam dan Hawa, karena semua silsilah keturunan manusia berakhir pada keduanya. Oleh sebab itu, apakah dalam proses penciptaan keduanya terjadi perbedaan atau tidak? Karena mengenai hal ini terdapat beberapa pendapat yang saling kontradiksi, begitupula terdapat beberapa hadis yang saling menyalahkan, satu mengatakan perempuan diciptakan dari tulang rusuk nabi Adam, tapi lainnya mengatakan “tidak”. Sebenarnya apakah betul perempuan diciptakan dari tulang rusuk nabi Adam, ataukah sama seperti halnya nabi Adam diciptakan dari tanah juga? kalau memang hal tersebut benar, apakah menunjukkan derajat perempuan lebih rendah dari lelaki?

Untuk memahami prihal tersebut sebaiknya kita merujuk ke beberapa ayat sebagai berikut: “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari jiwa yang satu (nafs wahidah), dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak…”(Qs Al-Nisaa’:1). “Dia menciptakan kamu dari seorang jiwa (nafs wahidah) kemudian Dia jadikan daripadanya istrinya…”(QS,az-Zumar:6). Dan, “Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (nafs wahidah) dan daripadanya Dia menciptakan istrinya…”(QS,Al-A’raf:189).

Audiensi dalam surat an-Nisa’ adalah suluruh manusia, dan kita ketahui pula bahwa manusia mencakup lelaki dan perempuan. Artinya, Tuhan memerintahkan kepada seluruh manusia baik lelaki dan perempuan untuk bertaqwa. Taqwa itu sendiri merupakan urusan dan hidangan ruhani.[7] Dari sisi lain, ruh adalah sesuatu nonmateri, dan di dalam kenonmaterian tidak ada istilah lelaki-perempuan.

Kemudian dalam lanjutan ayat tersebut dan dua ayat berikutnya Allah berfirman: “Dia yang telah menciptakan kamu dari “nafs wahidah”, Apakah yang dimaksud dengan “nafs” ? Nafs merupakan substansi manusia, dimana dengan nafs itulah manusia dapat dikatakan sebagai manusia. Ketika ia hidup di dunia tersusun dari dua sisi; sisi jasmani dan sisi ruhani (dimensi materi dan nonmateri)[8] dan sewaktu hidup di alam barzah ia hanya memiliki sisi ruhani (dimensi nonmateri) saja. Ayat di atas seakan ingin mengatakan; wahai manusia (lelaki dan perempuan)! kamu sekalian diciptakan dari substansi yang sama.[9]

Kemudian dalam terusan ayat Allah berfirman: “dan daripadanya (“nya” kata ganti dari “nafs wahidah”) Dia menciptakan istrinya..”. Dalam kaidah bahasa arab kata min mempunyai beberapa makna diantaranya ba’dhiyyah (bagian) dan jinsiyyah (jenis)”. Sebagian mengartikan min dalam kata minha adalah “bagian”, mengingat bahwa Hawa tercipta dari bagian Adam, yaitu dari tulang rusuknya. Dan sebagian mengartikan jinsiyah (jenis) sebagaimana Tuhan menciptakan Adam dari jenis manusia, maka diciptakanlah pula pasangannya dari jenisnya Adam, yaitu jenis manusia.

Pada hakikatnya, ayat di atas ingin menyampaikan bahwa istri Adam tercipta dari jenis Adam pula, atau dengan kata lain substansi Hawa dan Adam adalah sama. Hal ini dikuatkan juga oleh ayat-ayat lain seperti dalam surat Rum ayat:21 yang berbunyi :”Dan dari tanda-tandaNya Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri…” atau dalam surat Al-Nahl ayat: 72 dan ayat lainnya.

Dalam tafsir Al-Kassyaf jilid ke-2/244 mengartikan kata min sebagai min bayaniyah dengan argumen bahwa semuanya diciptakan dari jenis yang satu, yaitu dari “tanah” sebagaimana dalam ayat dijelaskan : “Dan diantara tanda-tanda kekuasaannya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah…(Al-Rum:20)

Oleh karena itu, dari zahir ayat ini kita tidak bisa mengambil kesimpulan bahwa Hawa tercipta dari tulang rusuk nabi Adam, sebagaimana yang disebutkan oleh beberapa hadis. Selain itu juga ada hadis yang menunjukan proses penciptaan Hawa terpisah dari penciptaan Adam, dimana seseorang bertanya kepada Imam Baqir ;”wahai imam dari apakah Tuhan menciptakan Hawa? Imam seraya berkata:”Apa pendapat orang –orang tentang hal ini? ia menjawab : mereka berpendapat bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk nabi Adam. Kemudian imam kembali berkata: “mereka berkata bohong, apakah Tuhan tidak mampu menciptakan Hawa selain dari tulang rusuk nabi Adam?” dia kembali bertanya: lantas dari apakah Hawa diciptakan? Beliau menjawab: “Ayahku meriwayatkan dari kakek-kakekku bahwa Rasul bersabda: Allah SWT mengambil segenggam tanah dan mencampurnya dengan tangan kanan-Nya[10], kemudian dari tanah tersebut diciptakanlah Adam, sisa dari tanah tersebut diciptakanlah Hawa”.[11]

Dari penjelasan di atas dapat diambil konklusi bahwa dari sisi penciptaan lelaki dan perempuan sama, begitupula dari sisi insaniyah (esensi kemanusiaan) keduanya sama. Tentu, dari sisi ini tidak dapat dikatakan bahwa lelaki lebih utama dari perempuan, begitu pula sebaliknya.

2. Perempuan dan Konsep Kesempurnaan

Apakah tujuan penciptaan? Apakah relasi antara tujuan penciptaan dan kesempurnaan? Untuk menjawab pertanyaan di atas, terlebih dahulu harus diperhatikan beberapa premis di bawah ini:

1. Seorang yang bijaksana dan berakal tidak akan mungkin melakukan suatu pekerjaan tanpa tujuan. Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Bijaksana dan Berakal,[12] maka Dia tidak akan menciptakan sesuatu tanpa tujuan.

2. Dari sisi lain, Dzat Allah SWT adalah Dzat Yang Mahasempurna, yang kesempurnaan-Nya bersifat Absolut dan tak terbatas. Sebagai sebuah kesempurnaa, penciptaan Allah niscaya bertujuan, yakni penciptaan yang berkebijakasanaan. Jelas, bahwa tujuan dan manfaat penciptaan -terkhusus penciptaan manusia- tidak kembali kepada Tuhan sebagai subjek penciptaan melainkan kepada obyek, yaitu makhluk. Berbeda dengan makhluk yang serba terbatas, semua prilaku dan usahanya untuk menutupi kekurangan yang ada pada dirinya. Kita bisa contohkan, tujuan orang belajar adalah untuk menghilangkan kekurangan yang ada pada dirinya yaitu untuk menghilangkan kebodohan. dengan kata lain, tujuan kembali ke-predikat, sedang Allah karena Maha Mengetahui tidak perlu mencari ilmu apalagi melalui proses belajar karena Allah bukan obyek proses.

Berdasarkan dua premis di atas ini, lalu apakah tujuan di balik penciptaan? Tujuan penciptaan ialah untuk menggapai kesempurnaan. Artinya, semua makhluk diciptakan oleh Allah agar mereka dapat mencapai kesempurnaannya yang khas. Untuk mencapai kepada tujuan tersebut, Allah memberikan sarana berupa hidayah takwini (petunjuk alami) yang ada pada semua makhluk, dan hidayah tasri’i (petunjuk nonalami) yang khusus diberikan untuk manusia. “Tuhan kami ialah (Tuhan ) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu penciptaannya, kemudian memberinya petunjuk”.(Thaha:50). Hidayah takwini pada manusia ialah berupa akal dan fitrah, sedangkan hidayah tasri’i ialah berupa pengutusan para rasul.

Apa itu kesempurnaan? Kesempurnaan ialah “terealisasinya segala potensi yang ada pada setiap makhluk”, dengan kata yang lebih sederhana kesempurnaan adalah sampainya substansi setiap makhluk pada batas akhir yang harus ditempuh. Dengan mengetahui potensi-potensi yang ada pada setiap mahluk, kita akan mengetahui kesempurnaannya. Dan kita ketahui pula bahwa potensi yang ada pada setiap makhluk tidaklah sama. Potensi yang ada pada makhluk hidup akan berbeda dengan potensi yang ada pada benda mati. begitu pula potensi yang ada pada tumbuhan akan berbeda dengan potensi yang ada pada hewan. Batu mempunyai potensi menjadi padat dan keras, maka kesempurnaan batu terletak pada kekerasannya dan kepadatannya, pohon mempunyai potensi untuk berbuah dan berkembang dengan baik, maka disaat ia berbuah dan berkembang dengan baik itulah kesempurnaannya.

Jelas untuk terrealisasinya kesempurnaan ada hal-hal yang harus terpenuhi. Hal itu bisa diringkas pada satu kalimat, yaitu “terpenuhinya semua syarat dan tidak adanya semua kendala”. Pohon akan berkembang baik kalau semua syaratnya terkumpul lengkap seperti: sinar matahari, jenis tanah yang subur, pupuk,…dll, juga tidak ada kendala seperti tidak adanya hama…dll. Tentu, potensi yang terdapat dalam manusia berbeda dengan potensi yang ada pada benda mati, tumbuhan, dan hewan. Disamping itu manusia memiliki nilai plus dan kelebihan jika dibanding dengan makhluk yang lain. manusia merupakan makhluk hidup yang rasional dan ruhnya dinisbatkan kepada Tuhan.[13] maka di saat itu, kesempurnaan yang akan diraihnya lebih unggul dari yang lainnya. Kesempurnaan yang dapat diraih oleh manusia ialah sampainya ke-maqom qurb, yakni tercapainya derajat yang “dekat” dengan Sumber Kesempurnaan; “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah” (Al-Dzariyat:56).

Tujuan dari ibadah ialah untuk mendekatkan (qurb) diri kepada Allah sebagai sumber segala kesempunaan. Dengan kata lain, untuk mencapai derajat kedekatan Ilahi )maqam qurb( hanya bisa dicapai melalui ibadah. Salah satu arti qurb ialah “menyerupakan diri” dengan Allah dalam sifat-sifat kesempurnaan. Dialah sumber kesempurnaan mutlak (absolut), semakin dekat kita dengan-Nya semakin banyak pula sifat kesempurnaan Allah yang terjelma dalam diri kita. Yakni, jauh-dekatnya seseorang dari Allah berarti kuat-lemahnya realisasi sifat Tuhan pada diri manusia. yang menjadi pertanyaan ialah siapakah yang dapat mencapai kesempurnaan dan dapat sampai ke maqam qurb ? Ayat di atas dengan jelas telah mensinyalir bahwa manusialah yang dapat sampai ke maqam tersebut. Dari sisi lain, manusia terdiri dari lelaki dan perempuan, maka tidak ada bedanya baik lelaki maupun perempuan. Keduanya mempunyai potensi untuk mencapai derajat kedekatan Ilahi ( maqam qurb).

3. Perempuan dan Persamaan nilai

Sebagaimana yang telah kita ulas dalam pembahasan sebelumnya, bahwa perempuan dalam pandangan al-Quran mempunyai potensi untuk mencapai kesempurnaan sebagaimana halnya lelaki, di bawah pancaran ma’rifat dan amal ia akan dapat mencapai mi’raj dan kedudukan paling tinggi yang mungkin didapat oleh manusia. Dalam masalah ini, tidak ada keraguan lagi dan sebagaimana yang Al-Quran dengan ekplisit telah menyinggungnya. Setiap kali Al-Quran berbicara masalah kesempurnaan dan nilai-nilai tinggi yang akan dicapai oleh manusia, ia akan menyebutkan perempuan bersamaan dengan lelaki: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu, laki-laki dan permpuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut namaAllah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”.(Al-Ahzab:35)

Dalam ayat tersebut membuktikan betapa Islam tidak membedakan lelaki dan perempuan dari sisi nilai dan kesempurnaan, baik lelaki maupun perempuan –berdasarkan premis di atas- dapat mencapai kesempurnaan dan kenaikan derajat.“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):Sesungguhnya Aku tidak menia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu baik laki-laki maupun perempuan, sebagian kamu ialah sebagian yang lain…”.(Al-Imran:195) Dalam ayat lain Allah berfirman: “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk kedalam sorga dan mereka tidak dianiya walau sedikitpun”. (Al-Nisaa’:124).

Demikianlah ayat menjelaskan bahwa Tuhan akan memberikan balasan berdasarkan kerja kerasnya, dan jikalau balasan tersebut dibedakan atas dasar jenis kelamin (gender), berarti Tuhan telah berlaku zalim, sementara kita tahu Tuhan tidak akan melakukan kezaliman[14]. “Barang siapa yang melakukan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kamiberikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.(Al-Nahal:97). Ayat terakhir ini mengisyaratkan pada persamaan dalam mendapatkan pengaruh dan akibat amal saleh, baik didunia maupun akhirat.

4. Perempuan dan keteladanan

Manusia dimana pun dan kapan pun berada senantiasa akan mencari sosok yang akan dijadikan figur dan teladan dalam kehidupannya. Dapat kita lihat hal ini dalam perkembangan kehidupan manusia mulai dari masa kanak-kanak sampai masa dewasa, bahkan sampai masa tuapun tetap memerlukan figur. Ketika masa kanak-kanak, karena pergaulannya masih terbatas dalam lingkup keluarga, maka seseorang yang dijadikan figur dan teladan baginya tak lepas dari keluarganya seperti ayah dan ibunya. Namun lain halnya ketika beranjak remaja, dimana pergaulannya lebih meluas begitupula pengetahuannya, ia akan berusaha mencari sosok figur yang lain, begitupula ketika menginjak dewasa dan seterusnya. Ini semua menunjukkan bahwa pencarian figur dan teladan merupakan fitrah manusia (ciri alamiah manusia) yang kembalinya ke fitrah cinta kesempurnaan, dimana fitrah cinta kesempurnaan manusia akan senantiasa berusaha meminimalisasi kekurangan–kekurangan yang ada pada dirinya.

Karena ia merasa ada orang yang lebih baik dan utama darinya, maka ia jadikan orang tersebut sebagai figur dan teladan baginya dengan tujuan untuk ditiru dan dicontoh. Ini semua menunjukan betapa pentingnya peranan seorang figur dalam membentuk pribadi seseorang, karena seseorang akan berusaha berprilaku seperti orang yang ia teladani. Berkenaan dengan hal ini, supaya manusia tidak salah dalam memilih seorang figur, Al-Quran memberi petunjuk kepada kita bahwa figur dan teladan kita adalah Rasul: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kamu…(Al-Ahzab:21)

Berdasarkan ayat di atas, Rasulullah SAWW ialah manusia sempurna, figur dan tauladan bagi masyarakat, dimana anggota masyarakat terdiri dari laki-laki dan perempuan. Maka, Rasulullah merupakan tauladan bagi laki-laki dan perempuan. Perlu diketahui, bahasa Al-Quran adalah bahasa percakapan, dan dalam bahasa percakapan Arab kata ganti (zamir) ”kum” kadang pula digunakan untuk kata ganti masyarakat, yaitu laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, jangan sampai kita mengambil kesimpulan bahwa ayat di atas khusus untuk kaum lelaki saja.

Menurut pandangan Al-Quran, manusia sempurna seperti Rasul SAWW dan para Imam as merupakan tauladan dan figur bagi manusia yang lainnya. Oleh karena itu, jika manusia sempurna tersebut ialah seorang lelaki, maka ia bukan saja teladan dan figur bagi laki-laki bahkan ia juga tauladan bagi semua manusia yang patut diikuti. Begitupula jika manusia sempurna tersebut ialah seorang perempuan, maka ia bukan hanya teladan bagi perempuan saja, bahkan lebih dari itu ia juga tauladan dan figur bagi seluruh manusia –lelaki maupun perempuan- yang harus diikuti. Hal ini dengan jelas disebutkan dalam Al-Quran, dimana dua orang merupakan wanita teladan baik, yaitu Maryam as dan Asiyah (istri fir’aun), sedang dua wanita lagi yang merupakan contoh wanita buruk, yaitu istri nabi Nuh dan istri nabi Luth. Jadi perempuan -baik ataupun buruk- bukan teladan/contoh bagi perempuan saja, akan tetapi merupakan perempuan teladan/contoh bagi segenap masyarakat, sebagaimana yang dapat disinyalir dalam ayat sebagai berikut: “Dan Allah membuat istri Fira’un perumpamaan bagi orang –orang beriman…(Al-Tahrim:11)

Dalam ayat di atas, Al-Quran dengan jelas tidak mengatakan bahwa istri Fir’aun merupakan contoh bagi kaum wanita, akan tetapi Al-Quran mengatakan bahwa perempuan baik merupakan contoh dan tauladan bagi orang-orang beriman, baik laki-laki maupun perempuam. Di sini, bukan hanya perempuan yang harus mengambil pelajaran darinya, tetapi segenap masyarakat Islampun demikian.

Begitupula Maryam as adalah salah satu wanita yang mencapai derajat kesempurnaan. Ia bukan saja teladan bagi kaum wanita, tapi juga tauladan ketaqwaan dan kemuliaan bagi kaum lelaki dan perempuan. Begitu tinggi derajatnya di sisi Tuhan, sampai-sampai diturunkan kepadanya hidangan dari surga yang membuat takjub Nabi Zakaria as dan membuat beliau terilhami untuk memohon kepada Tuhan agar dikaruniai seorang anak. Dan karena kecintaannya kepada Maryam as, kemudian Tuhan menamai
surat yang berhubungan dengannya dengan nama wanita agung itu;“Dan (ingatlah) ketika malaikat Jibril berkata:”Hai Maryam sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita didunia (pada masa itu) (Al-Imran :42).

Begitu pula Fatimah zahra as, putri tunggal Rasul SAWW, adalah manusia sempurna yang merupakan tauladan bagi seluruh manusia. Berdasarkan riwayat, Fatimah bukan hanya penghulu wanita dimasanya, tapi juga penghulu wanita seluruh alam dan seluruh masa, sebagaimana Rasul bersabda:” Adapun anakku Fatimah dia ialahpenghulu wanita seluruh alam dari awal penciptaan sampai hari akhir”.

Dari sini dapat dikatakan bahwa perempuan dengan sendirinya mampu menjadi tauladan bagi yang lainnya, tanpa perlu digandengkan di samping lelaki, misalkan istri yang baik dari seorang suami sebagaimana halnya laki-laki. Kita tidak memungkiri bahwa hal tersebut –yaitu istri yang baik berkat peran suami- merupakan hal yang baik dan bisa diterima, akan tetapi maksud kami di sini hanya ingin mengatakan bahwa secara independen wanita pun dapat menjadi seorang tauladan dan figur bagi masyarakat.

Dan persamaan-persamaan yang lain yang tidak mungkin kita ulas secara detail dalam artikel ringkas ini, seperti persamaan dalam mencapai maqam khalifatullah sebagaimana yang disinggung dalam surat al-Baqarah ayat:30, karena yang bisa mencapai maqam tersebut ialah manusia sempurna dan manusia sempurna terdiri dari laki-laki dan perempuan, atau persamaan dalam mendapatkan taklif (kewajiban) seperti: shalat, puasa, zakat…, atau persamaan untuk berperan serta dalam bidang sosial, politik dan ekonomi, dan lain sebagainya.

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Pasal II - Hukum-hukum Air
Mengapa pada surah al-Baqarah disebutkan, “Dzalika al-kitab” dan tidak disebutkan ...
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Isra Ayat 1-2
13 Pertanyaan Sahabat yang direkam dalam Al-Qur’an
Apakah Sunnah dapat menasakh al-Qur’an?
Sampai Kapan Kita Berdiam Diri Melihat Kebiadaban ISIS Merajalela?
DIALOG ANTARA MUSLIM DAN KRISTIAN [4]
Membaca Salafi, Wahabi dan Khawarij
Nikah Mut’ah Antara Hukum Islam dan Fitnah Wahhabi
Motivasi Kebangkitan Imam Husain as di Karbala

 
user comment