Ibadah puasa merupakan momentum yang tepat untuk merespons dan mengangkat kembali topik-topik religius dan keagamaan yang kadang sulit didapat pembahasannya di tengah kemelut sosial-kemasyarakatan dewasa ini. Walaupun kadang secara kasat mata hal tersebut tidak bisa disebut sebagai sebuah paradigma baru, namun uniknya jarang sekali mendapat sentuhan solusia yang bagus, atau sesuai dengan kebutuhan umat.
berikut beberapa isu yang kerap mendera kaum muslimin selama melakukan ibadah puasa, atau minimal menjadi pertanyaan bagi sebagian orang yang punya watak haus informasi dan sifat keingintahuan yang tinggi.
Merokok dan Puasa
Berdasarkan fatwa dari para maraji’ merokok tidak dibolehkan selama menunaikan ibadah puasa. Ayatullah Sayed Ali Khomenei dan Ayatullah Safi Golpaigani dalam fatwanya mengatakan bahwa; ihtiyath wajib[1] (untuk kehati-hatian), tidak dieperbolehkan merokok atau menghirup asap dari berbagai jenis rokok dan shisha selama menunaikan ibadah puasa[2].
Ayatullah Wahid Khurasani bahkan berpendapat bahwa “merokok dapat membatalkan ibadah puasa, dan diwajibkan untuk mengqadha kembali puasa tersebut”. Al-Marhum Ayatullah Behjat juga berpendapat; “merokok bahkan pada hari-hari biasa diharamkan”. Demikian juga Ayatullah Makarim Shirazi; “ihtiyath wajib untuk menghindari merokok pada saat melakukan ibadah puasa, dan hindari pula masuknya uap ke tenggorokan”. Ayatullah Ja’far Subhani dalam menanggapi bagaimana sikap orang yang sedang menunaikan ibadah puasa, apakah mereka diperbolehkan duduk disamping seseorang yang sedang merokok dimana ditakutkan asap rokok akan masuk ke mulut orang yang berpuasa tersebut, mengatakan; seandainya asap rokok tidak masuk kedalam kerongkongan orang yang sedang berpuasa (tersebut), puasanya sah[3].
Behubungan Intim Selama Menunaikan Ibadah Puasa
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang menyebabkan batalnya puasa, antara lain; makan dan minum, berhubungan intim, masturbasi, berkekalan dalam keadaan junub, haidh dan nifas sampai azan subuh, berdusta dengan nama Allah swt, Rasul dan Para Imam Maksum, memasukkan debu yang tebal kedalam kerongkongan, memasukkan cairan kedalam tubuh melalui dubur dan memendamkan seluruh bagian kepala kedalam air.
Secara lebih spesifik, junub yang dimaksud disini adalah junub yang dilakukan dengan sengaja, seperti; junub karena hubungan intim, bercumbu, melihat foto atau film yang tidak senonoh dan lain-lain.
Mengenai pembahasan berhubungan intim di bulan ramadhan bisa memiliki hukum yang lebih luas dibanding penjelasan pendek diatas tadi, sebab; berhubungan intim di bulan ramadhan dapat membatalkan puasa walaupun belum sampai ke tahap junub. Namun demikian, perlu diperhatikan juga bahwa; berhubungan intim di bulan ramadhan itu sendiri (secara terpisah) apabila dilakukan dengan pasangan yang sah menurut agama bukan perbuatan haram, namun menyebabkan batalnya puasa yang dikategorikan sebagai amalan haram disini.
Dalam hal ini Allah swt dalam surat Al-Baqarah ayat 187 berfirman;
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسُلَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسُ لَّهُنَّ عَلِمَ اللهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ فَالْئَانَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَاكَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ .
“Dihalalkan bagi kalian pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kalian; mereka itu adalah pakaian bagi kalian, dan kalian pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kalian tidak dapat menahan nafsu kalian, karena itu Allah mengampuni kalian dan memberi maaf kepada kalian. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah untuk kalian, dan makan minumlah hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam, tetapi janganlah kalian campuri mereka itu sedang kalian beri’tikaf di masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kalian mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (Al-Baqarah: 187).
Dalam ayat diatas denga jelas Allah swt telah memberikan batasan yang konkrit mengenai legitimasi dan batas waktu berhubungan intim di bulan suci ramadhan.
Pendapat para marji’ dalam hal ini juga bisa dijadikan acuan sebagai penjelasan ayat diatas;
Ayatullah Sayed Ali Khomenei: apabila orang yang sedang menunaikan ibadah puasa lupa bahwa dia sedang berpuasa dan lantas berhubungan intim, niscaya tidak akan membatalkan ibadah puasanya, namun begitu mereka ingat (bahwa dia sedang berpuasa), mereka harus dengan segera menghentikan perbuatan tersebut (keluar dari kondisi jimak: red). Demikian juga pendapat Ayatullah Sayid Ali Sistani, beliau mengatakan bahwa; jima’ walau tanpa inzal dapat membatalkan puasa[4].
CATATAN :
[1] . ihtiyath wajib adalah situasi di mana, marji’ atau mujtahid tidak mempunyai sanad-sanad yang kuat untuk mengeluarkan fatwa yang konkrit dan jelas tentang sebuah topik.
[2] . www.porseshkadeh.com
[3] . http://www.asemooni.com/religion/islam/does-smoking-invalidate-the-fast-is
[4] . http://www.beytoote.com/religious/din-ahkam/sentences1-ramadan-proximity.html