1. Seseorang yang selama beberapa hari berada dalam keadaan tak sadar atau koma dan meninggalkan puasa wajibnya, maka tidak ada kewajiban meng-qadha puasanya tersebut.
2. Seseorang yang meninggalkan puasa karena mabuk, misalnya tidak melakukan niat untuk berpuasa karena mabuk, meskipun dia melakukan imsak pada keseluruhan hari, tetap dikenai kewajiban untuk meng-qadha puasa yang ditinggalkannya.
3. Seseorang yang berniat untuk berpuasa akan tetapi setelah itu mabuk dan seluruh atau sebagian hari dalam keadaan mabuk, berdasarkan ihtiyath wajib dia harus meng-qadha puasanya hari itu, khususnya jika mabuknya sangat hebat sehingga menyebabkan hilangnya akal.
Perhatian:
Pada masalah ini dan masalah sebelumnya tidak ada perbedaan antara apakah pemakaian bahan yang memabukkan tersebut adalah haram baginya, karena alasan penyakit, ketiadaan informasi terhadap masalah, ataukah bahan yang memabukkan tersebut sebenarnya halal.
4. Hari-hari di mana wanita tidak berpuasa karena haid atau melahirkan, maka puasa-puasanya tersebut harus dia qadha setelah bulan Ramadhan.
5. Seseorang yang tidak berpuasa Ramadhan beberapa hari karena suatu halangan dan dia tidak mengetahui berapa jumlahnya, misalnya tidak mengetahui apakah dia melakukan perjalanan pada hari ke dua puluh lima Ramadhan sehingga misalnya jumlah hari dimana dia meninggalkan puasa adalah enam hari, ataukah pada hari ke dua puluh enam sehingga dia hanya meninggalkan puasanya selama lima hari, maka dia bisa mengqadha puasanya dengan jumlah yang lebih sedikit. Akan tetapi apabila dia mengetahui mulainya halangan (misalnya safar), misalnya dia mengetahui bahwa dia pergi safar pada hari ke lima akan tetapi tidak mengetahui apakah dia kembali pada malam ke sepuluh (sehingga dia meninggalkan puasanya selama lima hari) ataukah malam ke sebelas (sehingga dia meninggalkan puasanya selama enam hari), maka dalam keadaan ini ihtiyath wajib dia harus mengqadha dalam jumlah yang lebih besar.
6. Apabila seseorang memiliki qadha puasa dari beberapa bulan Ramadhan, maka menqadha puasa yang manapun terlebih dahulu tidak ada masalah, akan tetapi apabila waktu qadha untuk Ramadhan terakhir telah sempit, misalnya dia mempunyai qadha lima hari dari Ramadhan terakhir dan waktu yang tersisa hingga Ramadhan berikutnya tinggal lima hari, dalam keadaan ini ihtiyath wajib untuk mendahulukan qadha puasa Ramadhan yang terakhir.
7. Seseorang yang tengah melakukan puasa qadha Ramadhan bisa berbuka sebelum Dhuhur, dengan syarat waktu untuk qadha tidak sempit, akan tetapi dia tidak bisa melakukan hal ini setelah Dhuhur.
8. Jika seseorang tidak berpuasa Ramadhan karena sakit dan penyakitnya berlanjut hingga Ramadhan tahun berikutnya maka tidak ada kewajiban baginya untuk mengqadha puasa yang ditinggalkannya, akan tetapi apabila dikarenakan halangan lainnya (misalnya karena melakukan perjalanan) dan halangannya berlanjut hingga tahun berikutnya maka dia wajib mengqadha puasa-puasa Ramadhan yang tidak dilakukannya, demikian juga jika dia tidak berpuasa karena alasan sakit kemudian setelah penyakitnya sembuh muncul halangan lainnya seperti karena melakukan perjalanan.