Dalam rangka mengisi Asyura dan hari-hari di bulan Muharram, ada baiknya kita membaca kembali riwayat-riwayat Asyura dan keagungannya menurut maksumin.
Asyura rahasia kemuliaan umat Muhammad saw
Sebagaimana Nabi Muhammad saw lebih mulia dan utama dari seluruh agama, umat beliau juga adalah “umat wasath”[1] (umat pilihan) dan “khairul umam”[2] (sebaik-baik umat). Beberapa faktor turut berperan dalam superioritas ini yang salah satu contohnya adalah hari Asyura.
Dalam hadis yang menyebutkan munajat Nabi Musa a.s. kepada Allah dijelaskan bahwa Nabi Musa a.s. menyampaikan keharibaan Ilahi, “Ya Allah! Apa rahasianya Engkau memberikan kemuliaan kepada Umat Muhammad saw?”
Allah swt menjawab, “Karena 10 hal.”
“Apakah 10 hal tersebut supaya aku dapat perintahkan kepada Bani Israil untuk melakukannya?” sahut Nabi Musa.
Allah swt menjawab, “10 hal tersebut adalah shalat, zakat, puasa, haji, jihad, shalat Jumat, shalat berjamaah, Alquran, ilmu pengetahuan, dan Asyura.”
“Apakah Asyura itu?” tanya Nabi Musa.
Dijawab, “Menangis dan berusaha keras menangis (menampakkan tangisan) untuk cucu Muhammad saw, menggelar majlis duka dan takziah atas musibah putra Al-Mustafa.”[3]
“Wahai Musa! Tiada seorang hamba yang menangis atau berusaha keras untuk menangis demi kedukaan putra Nabi, yaitu Husain bin Ali kecuali surga menjadi balasannya. Tiada seorang hamba yang menginfakkan hartanya di jalan kecintaan putra Nabi dengan memberikan makan atau lainnya kecuali Allah swt akan memberikan di dunia 70 berkah dari setiap dirham yang dikeluarkan dan ia akan masuk surga serta diampuni segala dosanya.
Demi kemuliaan dan keagungan-Ku! Tiada seorang lelaki atau perempuan yang meneteskan satu tetes air mata pada hari Asyura kecuali akan dicatat pahala 100 orang syahid.”[4]
Berikut ini kita simak bersama sabda-sabda dari para maksumin tentang Asyura dan peringatan takziah Imam Husain as.:
1- Asyura dan Karbala dalam Ucapan Nabi saw.
Berbagai riwayat dari Nabi dinukil dalam referensi-referensi Syiah dan Ahlu Sunnah mengenai syahadah Imam Husain a.s. dan Asyura yang salah satunya dinukil melalui jalur Ahlu Sunnah.
Aisyah berkata, “Suatu hari Jibril turun kepada Nabi saw dan membawa wahyu. Husain datang kepada Nabi dan naik ke punggung dan pundak beliau untuk bermain.
Jibril berkata, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya umatmu kelak akan tertimpa fitnah dan putramu ini akan terbunuh sepeninggalmu.”[5]
Lalu Jibril mengeluarkan tanah berwarna putih dan berkata, “Putramu akan terbunuh di hamparan tanah bernama Thaff.”
Setelah Jibril pergi, Nabi saw menggenggam tanah itu dan menangis. Lalu Nabi mendatangi kumpulan sahabat yang dihadiri oleh Abu Bakar, Umar, Ali,[6] Hudhaifah, Ammar, dan Abu Dzar seraya berkata, “Jibril datang memberikan kabar kepadaku bahwa putraku Husain akan terbunuh setelahku di tanah Thaff dan juga membawa tanah ini lalu memberikan kabar bahwa di sanalah makamnya.””[7]
2- Tangisan Ali a.s. untuk Karbala dan Asyura
Banyak pula riwayat yang dinukil dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. tentang Karbala dan Asyura. Dalam referensi-referensi Ahlu Sunnah berbagai riwayat di nukil dari Abdullah bin Naja, Ashbagh bin Nabatah Sya’bi dan…
Ibnu Abbas berkata, “Kami bersama Ali dalam perang Shiffin melewati kawasan Nainawa. Ali berkata kepadaku, “Wahai Ibnu Abbas! Apakah engkau mengetahui kawasan ini?”
“Tidak, wahai Amirul Mukminin!” jawabku.
Beliau berkata, “Bila engkau mengetahui sebagaimana aku, niscaya engkau tidak akan melewatinya kecuali engkau menangis sepertiku.”
Lalu beliau menangis dan air mata beliau membasahi janggut serta mengalir hingga ke dada. Kami pun turut menangis bersama beliau.
Imam Ali a.s. berkata, “Sungguh mengherankan apa yang telah dilakukan oleh Keluarga Abu Sufyan, Keluarga Harb, Partai setan, dan para pemimpin kekafiran!”
Beliau melanjutkan, “Bersabarlah wahai Aba Abdillah…”[8]
Lalu beliau menangis pilu dan kami pun ikut menangis hingga beliau tersimpuh ke tanah dan tidak sadarkan diri.”[9]
3- Asyura menurut Imam Hasan a.s.
Setelah syahadah Hamzah Sayyidusy Syuhada’ tradisi yang berlaku di Madinah dalam setiap acara duka, pertama menangis untuk Hamzah. Tradisi ini terus berjalan hingga sampai syahadah Imam Husain a.s. Setelah itu, mereka menangis untuk Imam Husain. Adapun Imam Hasan a.s. dalam situasi tersulit musibahnya sendiri saat Imam Husain belum syahid, tetap menangis untuk mengenang Asyura Imam Husain.
Ibnu Nima berkata, “Ketika Imam Hasan sedang sakit di pembaringan, Imam Husain datang menjenguk. Saat masuk ke kamar dan melihat sang kakak berada dalam derita dan kesakitan, Imam Husain menangis. Imam Hasan bertanya, “Untuk apa engkau menangis?”
Imam Husain menjawab, “Kakakku! Bagaimana aku tidak menangis saat melihatmu diracun dan aku akan kehilangan saudara.”
Imam Hasan a.s. berkata, “Adikku! Aku dibunuh dengan racun, sementara semuanya tersedia untukku; air tersedia bila aku ingin minum, susu tersedia bila aku inginkan dan… semua saudara dan saudariku berkumpul di sekitarku, namun tiada hari seperti hari (Asyura’)mu wahai Aba Abdillah,[10] ketika 30 ribu orang yang mengaku sebagai umat datuk kita mengepungmu dan berlomba-lomba untuk membunuhmu, menumpahkan darahmu, menawan anak-anak dan keluargamu, merampas harta bendamu. Terkutuklah Bani Umayyah atas perbuatannya. Langit, bumi, binatang laut dan darat akan menangisimu.”
Bersambung
========================
CATATAN KAKI :
[1] Lihat: QS. Al-Baqarah [2]: 143.
[2] Lihat: QS. Ali ‘Imran [3]: 110.
[3] “قال موسی یا ربّ و ما عاشوراء؟ قال: البکاء و التباکی علی سبط محمّدٍ (ص) و المرثیة و العزاء علی مصیبة ولد المصطفی”.
[4] “ما من رجلٍ او امرأةٍ سال دمع عینیه فی یوم عاشوراء، قطرةً واحدةً الّا و کتب له اجر مائة شهیدٍ”.
Mirza Husain Nuri, Mustadrak Al-Wasail, Beirut, Muassasah Aal Al-Bait, Cetakan Ke-3, 1411 H, halaman 318 – 319, riwayat ke-14 dan lihat: Ma’ali As-Sibthain, halaman 143.
[5] “یا محمّد! انّ امّتک ستفتّن بعدك و یقتل ابنك هذا من بعدك”.
[6] Patut untuk diperhatikan bahwa urutan nama yang hadir itu dijelaskan oleh Aisyah.
[7] “اخبرنی جبرئیل ان ابنی الحسین یقتل بعدی بارض الطف و جائنی بهذه التّربة فاخبرنی انّ فیها مضجعه”.
Majma’ Az-Zawaid, Abu Bakar Haitsami, jilid 9, halaman 188, Bab Manaqib Husain bin Ali a.s.; Kanz Al-‘Ummal, jilid 6, halaman 223; A’lam An-Nubuwwah Mawardi, halaman 83; Ash-Shawaiq Al-Muhriqah, Ibnu Hajar, halaman 192; Maqtal Khawarazmi, jilid 1, halaman 159.
[8] “صبراً یا اباعبداللّه…”
[9] Ibid, (Maqtal), halaman 162; Tadzkirah Al-Khawash, Ibnu Jauzi, halaman 225 dan Kitab Shiffin, Nashr bin Muzahim, halaman 58.
[10] “لایوم کیومك یا اباعبداللّه”.