“Hai Jabir! Ziarahilah makam putraku, Husain karena sesungguhnya pahala menziarahinya sama dengan menunaikan haji sunnah sebanyak seratus kali.”
“Sesungguhnya makam Husain bin Ali a.s. adalah sebuah taman dari taman-taman di surga dan sesungguhnya tanah Karbala terhitung sebagai tanah surga.”
(Nabi Muhammad saw)
20 Shafar tahun 61 H, tepat di hari ke 40 setelah syahadah Imam Husain a.s. Jabir bin Abdullah Anshari menjalankan pesan Nabinya, yaitu datang ke Karbala menziarahi makam Imam Husain a.s. Pada hari itu pula rombongan tawanan Sayyidah Zainab tiba di Karbala untuk menyatukan kepala dan jasad Imam Husain a.s.
Untuk mengenang kejadian bersejarah tersebut, para pencinta keluarga Nabi saw. mengabadikannya dengan mengadakan majelis duka arbain, bahkan sebagian besar dari berbagai penjuru dunia melakukan long march menuju haram Imam Husain a.s. di Karbala.
Mungkin sebagian adik-adik bertanya-tanya, siapakah Jabir bin Abdullah Al-Anshari dan apa yang dilakukannya ketika menziarahi makam Imam Husein a.s.?
Jabir bin Abdullah Al-Anshari adalah salah satu sahabat setia Rasulullah saw. yang dikaruniai usia panjang. Beliau lahir di Madinah pada tahun 15 sebelum hijrah dari keluarga Khazraj. Ayahnya bernama Abdullah bin Amr.
Beliau adalah penduduk Madinah yang pertama kali menerima ajakan Rasulullah saw. dan memeluk Islam sebelum hijrah.
Pada Arbain tahun 61 H, Jabir bin Abdullah Al-Anshari menziarahi makam Imam Husein a.s. di Karbala bersama Athiyah bin Saad bin Junadah Al-Aufi. Athiyah adalah salah seorang ulama, mufassir dan ahli hadis yang lahir pada zaman pemerintahan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s.
Athiyah menuturkan kisah Jabir bin Abdullah sebagai berikut:
“Aku bersama Jabir bin Abdullah Al-Anshari menziarahi makam Imam Husain a.s. Ketika kami sampai di Karbala, Jabir mendekati sungat Furat dan mandi. Kemudian memakai pakaian (semacam pakaian ihram); satu helai dibalutkan di pinggang dan satu helai lainnya dipakai di pundak dan badannya. Setelah itu, Jabir mengeluarkan wewangian berupa tepung dari akar pohon berbau wangi dari kantongnya dan memakainya.
Jabir berjalan menuju makam Imam Husein a.s. sambil mengucapkan zikir, lalu berkata, “Bawa aku ke makam Husain sehingga aku bisa memegangnya!” (Ini diucapkan oleh Jabir karena matanya sudah buta).
Aku gandeng tangannya dan kuantar ia sampai ke makam Imam Husain as. Karena larut dalam kesedihan, ia pingsan dan jatuh di atas makam. Aku percikkan air ke wajahnya. Ketika siuman ia berkata, “Sang kekasih tidak lagi menjawab kekasihnya!”
Kemudian Jabir berkata, “Bagaimana engkau bisa menjawab, sementara urat badan dan lehermu terputus dengan bergelimang darah. Kepalamu terpisah dari badanmu. Aku bersaksi, engkau adalah putra sebaik-baik nabi. Engkau adalah pemimpin orang-orang mukmin. Engkau adalah teladan takwa. Engkau adalah anak para pemberi petunjuk dan pemimpin. Engkau adalah orang kelima Ahli Kisa’. Engkau adalah putra Ali bin Abi Thalib. Engkau adalah putra penghulu para wanita.
Bagaimana engkau tidak menjadi demikian, sementara engkau disuap oleh tangan pemimpin para nabi. Engkau diasuh dalam pangkuan orang yang bertakwa. Engkau disusui dengan keimanan dan disapih dengan keislaman. Engkau hidup dan mati dalam keadaan suci.
Hati orang-orang mukmin terbakar karena berpisah darimu. Mereka yakin engkau hidup. Salam dan kebahagiaan dari Allah untukmu. Aku bersaksi, kisahmu seperti kisah syahidnya Nabi Yahya, putra Zakaria yang dipenggal kepalanya oleh thagut di zamannya.”
Kemudian Jabir memperhatikan makam para syuhada Karbala di sekitar makam Imam Husain a.s. dan menziarahinya seraya berkata, “Salam untuk kalian ruh-ruh yang berada di sekitar makam Imam Husain as. Kalian telah menidurkan onta-onta kalian demi dia. Aku bersaksi, kalian telah menunaikan shalat, membayar zakat dan melaksanakan amar makruf nahi mungkar. Kalian berperang melawan orang-orang yang sesat. Kalian telah menyembah Allah hingga kematian menjemput. Demi Allah yang telah mengutus Muhammad saw. dengan benar! Kami bersama kalian dalam segala hal yang kalian alami.”
Aku (Athiyah) bertanya kepada Jabir, “Bagaimana kita bisa bersama mereka para syuhada Karbala, sementara kita tidak bersama mereka dan tidak mengayunkan pedang seperti mereka? Bahkan para syuhada ini telah berkorban, kepala-kepala mereka terpenggal, anak-anak mereka menjadi yatim dan istri-istri mereka menjadi janda.”
Jabir menjawab, “Hai Athiyah! Aku mendengar sendiri Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang mencintai suatu kaum, ia akan dibangkitkan bersama kaum tersebut. Barangsiapa yang menyukai perbuatan suatu kaum, ia terhitung dalam perbuatan tersebut. Demi Allah yang telah mengutus Muhammad saw. dengan benar! Niatku dan niat para sahabatku sama seperti niatnya Husain a.s. dan para sahabatnya. Atas niat itulah mereka mencapai kesyahidan.””
Adik-adikku tersayang! Jabir telah melaksanakan wasiat Rasulullah saw. sebagai penziarah pertama makam Imam Husain a.s. dan berhasil menjalankan sunnah besar ini di masa-masa sulit saat itu.
Ziarah Jabir pada hari ke-40 setelah syahadah Imam Husain a.s. dikenal dengan “Ziarah Arbain” yang tentunya sudah akrab bagi kita, terutama untuk adik-adik yang sudah membaca artikel kakak sebelumnya. Baca di sini
Arbain adalah istilah bahasa Arab yang memiliki makna 40. Ternyata masyarakat Indonesia juga melestarikan budaya ini dengan memperingati hari ke-40 untuk orang-orang yang telah meninggal dunia. Ahli waris akan memperingati duka kematian keluarganya sejak hari pertama kematian sampai hari ketujuh. Setelah itu peringatan duka akan dilaksanakan kembali pada hari ke-40 dari kematiannya. Dalam peringatan 40 hari ini, biasanya ahli waris memberikan sedekah dan menyelenggarakan majelis tahlil dan doa dengan mengundang kerabat dan tetangga. Pahalanya diniatkan sebagai hadiah untuk orang yang meninggal.