Kesederhanaan menjadi istimewa bukan karena orang yang tidak bisa hidup mewah namun karena orang yg bisa menikmati kekuatan, kemewahan dan pemujaan memilih hidup tanpa itu semua.
Tanpa Ali, kita tak bisa menemukan arti kesederhaan yg mulia..
Kerendahan hati dan kejelataan menjadi istimewa bukan karena orang yang memang berada dalam lapis terendah dalam struktur masyarakat, namun karena orang yang tidak mempetahankan kekuasaan dengan keculasan meski mempunyai semua alasan untuk mengambil dan mempertahankan kekuasaan dg keberanian dan keunggulan ilmu.
Tanpa Ali, pengorbanan hanya sebuah kata tanpa fakta…Keternaniayaan dan derita menjadi istimewa bukan karena orang yang memang tanpa daya, namun karena orang yang memenuhi semua syarat keunggulan, harus rela menjalani proses hukum alam dengan semua deritanya hanya karena dia harus menjadi contoh keteraniayaan dan perlawanan.
Tanpa Ali, kita tak akan menemukan manisnya “derita”…
Kesendirian dan keterpinggiran menjadi istimewa bukan lantaran orang yang memang tak diperhitungkan atau lemah, namun karena orang yang selalu bisa menenggelamkan setiap orang karena pesona dan wibawa, namun memilih jubah kepapaan dan beralas tanah demi mengkerdilkan ketenaran, pemujaan dan gemerlap dunia.
Tanpa Ali, romantika keterpinggiran adalah ketololan pecundang semata…
Kedermawanan dan kepedulian menjadi istimea bukan lantaran orang yang berderma dengan sisa atau setelah memastikan bagiannya tak ikut didermakan , bahkan kadang bila pamrih menjadi balasannya, namun karena orang yang memberikan apa yang diperlukan demi menghentikan raungan lapar dan cekikan dahaganya.
Tanpa Ali, kedermawanan mungkin hanyalah fatamorgana…
Dr.Muhsin Labib (Moderate Institute)
source : http://beritaprotes.com