REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Diskriminasi bagi warga muslim di Perancis masih terus menghadapi diskriminasi di berbagai aspek. Misalkan di dunia kerja, dibandingkan rekan-rekan mereka yang nonmuslim, pemeluk Islam mendapatkan intimidasi dan diskriminasi 2,5 kali lipat lebih banyak dari mereka. Data tersebut disimpulkan dari riset sebuah penilitan profesor ilmu politik, David Laitin, yang baru dikeluarkan Universitas Stanford.
Dalam studi yang diterbitkan oleh Prosiding National Academy of Sciences tersebut disimpulkan bahwa warga Prancis yang beragama nonmuslim lebih banyak untuk dipanggil dalam wawancara kerja daripada warga muslim, yaitu sebesar 2,5 kali lipat. Walaupun keduanya sama-sama berkualitas dengan etnis dan latar belakang yang sama.
Penelitian tersebut menjadi yang pertama dalam hal mengidentifikasi agama sebagai sumber diskriminasi di Perancis. Laitin mengungkapkan harapannya agar studi tersebut bisa membantu meningkatkan kebijakan di Prancis, di mana data-data tentang latar belakang masyarakat seperti agama dan etnis tidak dikumpulkan oleh pemerintah.
"Tanpa informasi itu tidak mungkin bisa dipahami atau memperbaiki situasi dengan baik bahwa ada beberapa orang sedang didiskriminasi," ungkap Laitin seperti dimuat dalam artikelnya yang diterbitkan Stanford News, Senin (26/11).
Profesor Laitin dibantu beberapa orang akademisinya membuat sebuah studi lapangan. Dalam studi tersebut dirancang beberapa orang responden dengan latar belakang pengalaman kerja yang sama, namun berbeda dari segi agama.
Menurut laporan Alarabiya, para responden melamar pekerjaan di perusahaan yang sama dengan posisi yang dituju sama. Namun kenyataannya, kesempatan untuk diterima responden muslim 2,5 lebih rendah dari responden nonmuslim.
source : http://www.republika.co.id