Nama Sayidah Ruqayah as
Ruqayah berasal dari kata kerja Raqa yang berarti tinggi.(1) Tampaknya nama Ruqayah merupakan gelar beliau dan nama aslinya adalah Fathimah. Karena nama Ruqayah tidak terlihat untuk nama anka-anak perempuan Imam Husein as. Sebagian sumber memberikan kemungkinan beliau adalah Fathimah binti al-Husein as yang dikenal dengan Fathimah Sugra.(2) Pada dasarnya sebagian anak Imam Husein as memiliki dua nama dan mungkin saja ada kemiripan di antara anak-anak Imam Husein as.
Selain itu, dalam sejarah ada bukti-bukti terkait masalah ini. Dalam buku sejarah disebutkan, di antara anak-anak Imam Husein as ada anak kecil yang bernama Fathimah. Karena Imam Husein as begitu mencintai ibunya, maka setiap anak perempuan yang dianugerahkan Allah Swt kepadanya diberi nama Fathimah. Begitu pula setiap anak laki-laki diberi nama Ali sebagai penghormatan kepada ayahnya.(3) Disebutkan juga bahwa para Imam yang lain juga punya cara yang sama dalam menamai anak-anaknya.
Kronologi Nama Ruqayah
Nama Ruqayah tidak khusus dalam sejarah Islam, tapi sebelum diutusnya Nabi Muhammad Saw, nama ini juga sudah dikenal dan populer di Jazirah Arab. Sebagai contoh, nama seorang anak perempuan Hasyim, kakek Nabi Saw adalah Ruqayah, bibi Abdullah, ayah Rasulullah Saw.(4) Orang pertama yang menggunakan nama ini dalam Islam adalah anak perempuan Nabi Saw dan Sayidah Khadijah as. Setelah itu, nama Ruqayah menjadi nama yang indah dalam Islam.
Imam Ali as juga menamakan seorang anak perempuannya dengan Ruqayah dan di kemudian hari ia menikah dengan Muslim bin Aqil.
Penamaan dengan nama Ruqayah terus berlanjut dan sebagian Imam, seperti Imam Hasan as, Imam Husein as dan dua anak perempuan Imam Kazhim as juga menggunakan nama Ruqayah. Disebutkan bahwa untuk mencegah jangan sampai salah memanggil, maka yang satu tetap Ruqayah dan yang kedua Ruqayah Sugra.(5)
Ibu Sayidah Ruqayah as
Berdasarkan tulisan sebagian buku sejarah, nama ibu Sayidah Ruqayah as adalah Ummu Ishaq, yang sebelumnya adalah istri Imam Hasan as. Pasca syahadah Imam Hasan as, sesuai dengan wasiat Imam Hasan as, Ummu Ishaq menikah dengan Imam Husein as.(6) Ibu Sayidah Ruqayah termasuk seorang tokoh perempuan dan memiliki banyak keutamaan.
Berdasarkan pendapat Syeikh Mufid dalam bukunya al-Irsyad, ibu Ruqayah juga dipanggil Bintu Thalhah.(7)
Penulis buku Ma'ali as-Sibthain menyebut ibu Sayidah Ruqayah as dengan Shah Zanan (Shahr Banu), anak perempuan Yazdgerd III, Raja Iran yang menjadi tawanan umat Islam saat menyerang Iran. Ia kemudian menikah dengan Imam Husein as dan juga menjadi ibu dari Imam Sajjad as.(8)
Pendapat ini tidak diterima oleh para penulis sejarah kontemporer. Karena ketika Imam Sajjad as lahir dan tanggal meninggalnya 23 tahun sebelum peristiwa Karbala, yakni tahun 37 Hq. Oleh karena itu, tidak mungkin ia menjadi ibu seorang anak yang lahir tiga atau empat tahun sebelum peristiwa Karbala. Masalah ini hanya dapat diterima dengan mengatakan bahwa Shah Zanan orang lain dan bukan Shahr Banu, ibu Imam Sajjad as.
Sumber Keraguan
Masalah penting terkait menerima atau tidak menerima sebuah peristiwa sejarah tidak dapat dinyatakan secara pasti. Artinya, tidak dapat dipasikan bahwa mereka yang menolak keberadaan Sayidah Ruqayah di Karbala dilakukan karena kebencian atau masalah akidah.
Berikut ini sebagian dalilnya:
1. Masalah tulisan
Dalam masalah menulis al-Quran, satu hal yang paling pelik adalah tidak adanya metode yang jelas dalam menulis titik, tanda, pembacaan, harakat danlain-lain. Sekaitan dengan masalah Ruqayah as juga demikian.
2. Tidak banyak perhatian untuk mencatat detil peristiwa.
3. Tekanan penguasa terkait penulisan sejarah tokoh.
Tekanan penguasa kepada para penulis biografi agar keinginan penguasa juga dimuat menjadi sebab paling pentingnya tertutupnya sebagian sejarah.
4. Kekurangan sumber sejarah
Akibat agresi pasukan Mongol, banyak sumber orisinil sejarah, baik di Ahli Sunnah dan Syiah yang dimusnahkan.
5. Kemiripan nama anak-anak Imam Husein as
Sesuai dengan kecintaan Imam Husein as kepada kedua orang tuanya, membuat beliau menamakan anak-anaknya dengan Fathimah dan Ali. Masalah ini dengan sendirinya memunculkan masalah dalam menulis biografi anak-anak beliau.
Analisa Pandangan Tentang Sayidah Ruqayah as diKarbala
Ada keraguan terkait keberadaan Sayidah Ruqayah as dengan alasan namanya tidak disebutkan dalam banyak buku, atau ada banyak nama yang sama di sana. Dengan demikian, tidak dapat dipastikan keberadaan nama ini.
Dalam menjawab keraguan ini, perlu diingatkan bahwa tidak disebutkannya nama Ruqayah di sebagian sumber-sumber sejarah tidak bisa menjadi dalil bahwa pribadi beliau hanya mitos. Karena adanya nama-nama julukan di samping nama asli seseorang merupakan hal yang wajar di Arab. Sebagaimana sejumlah orang yang meyakini Sayidah Ruqayah as adalah Fathimah Sugra, yang namanya banyak disebutkan dalam buku-buku sejarah.
Selain itu, nama Ruqayah disebutkan dalam buku Luhuf, karya Sayid bin Thawus dan buku-buku yang lain. Almarhum Syeikh Ali Falsafi dalam buku "Sayidah Ruqayah" mengatakan, lebih dari 20 buku yang menyebut nama beliau dengan Ruqayah.
1. Hairi, penulis buk Ma'ali as-Sibthain
Dalam buku Ma'ali as-Sibthain karangan Hairi tertulis, "Kaanat Lilhusein as Binta Shaghirah... Tusamma Ruqayah wa Kaana Lahaa Tsalatsu Siniin."(9) (Imam Husein as memiliki seorang anak perempuan kecil yang diberi nama Ruqayah dan usianya baru tiga tahun) Ungkapan "Tusamma Ruqayah" menunjukkan bahwa Ruqayah bukan nama aslinya, tapi panggilannya yang paling terkenal.
2. Ibnu Abi Mikhnaf
Ibnu Abi Mikhnaf dalam Maqtal al-Husein tentang perpisahan Imam Husein as menulis, "Tsumma Naadaa, Yaa Umma Kultsum wa Yaa Zainab wa Yaa Sukainah wa Yaa Ruqayah wa Yaa ‘Atikah wa Yaa Shafiyah..."(10)
3. Syeikh Bahai
Syeikh Abbas Qommi dalam buku Nafas al-Mahmum dan Muntaha al-Amal, mengutip peristiwa syahadah Ruqayah as dari buku Kamil, Syeikh Bahai. Begitu juga banyak ulama besar yang mengakui buku ini dan bersandar kepadanya.
4. Sayid bin Thawus
Sayid bin Thawus menulis, "Di malam Asyura, ketika Imam Husein as membaca syair yang berisikan ketidaksetiaan dunia, Sayidah Zainab as mendengar ucapan beliau dan kemudian menangis.
Imam Husein as lalu mengajaknya untuk lebih bersabar dan berkata, "Saudariku; Ummu Kultsum dan engkau wahai Zainab! Engkau wahai Ruqayah, Fathimah dan Rubab! Kalian harus mencamkan ucapanku. Ketika aku meninggal, jangan kalian memukul dada dan mencakar wajah. Jangan pula mengucapkan kata-kata yang tidak baik. Kalian harus menahan diri!" Berdasarkan penukilan beliau, nama Sayidah Ruqayah as berkali-kali disebutkan oleh Imam Husein as.
5. Thuraihi dalam buku Muntakhab
Thuraihi menyebut usia Sayidah Ruqayah as waktu itu adalah tiga tahun. Setelah itu, Fadhil Darbandi (W. 1286 Hq) menulis buku Asrar as-Syahadah dan Khazain dan mengutip masalah ini dari buku Thuraihi. Sayid Mohammad Ali Shah Abdolazimi (W. 1334 Hq) dalam buku Syarif al-Iqad menjelaskan masalah ini dari buku itu. Perlu diketahui juga bahwa Allamah Hairi (W. 1384 Hq) dalam bukunya Ma'ali as-Sibthain juga mengutip dari buku Muntakhab milik Thuraihi. Dalam buku Ihqaq al-Haq juga ditulis, "Tsumma Naadaa Yaa Umma Kultsum, Yaa Sukainah, Yaa Ruqayas, Yaa ‘Atikah, Yaa Zainab, Yaa Ahla Baiti, Alaikunna Minni as-Salam."(11)
Bukti Sejarah Terkait Keberadaan Sayidah Ruqayah as
Ada tiga bukti kuat yang mampu memastikan keberadaan Sayidah Ruqayah dalam sejarah:
1. Awal percakapan antara Imam Husein as dan keluarganya di akhir peperangan, sebelum menghadapi Syimr. Imam Husein as menghadap ke tenda dan berkata:
اَلا یا زِینَب، یا سُکَینَة! یا وَلَدی! مَن ذَا یَکُونُ لَکُم بَعدِی؟ اَلا یا رُقَیَّه وَ یا اُمِّ کُلثُومِ! اَنتم وَدِیعَةُ رَبِّی، اَلیَومَ قَد قَرَبَ الوَعدُ
"Wahai Zainab! Wahai Sukainah! Wahai anak-anaku! Siapa yang akan tinggal dari kalian sepeninggalku? Wahai Ruqayah dan Ummu Kultsum! Kalian adalah amanat Allah padaku. Kini waktu yang dijanjikan telah tiba."(12)
2. Begitu juga dengan ucapan Imam Husein as untuk menenangkan saudari, istri dan anak-anaknya, beliau berkata:
یا اُختَاه، یا اُم کُلثُوم وَ اَنتِ یا زَینَب وَ اَنتِ یا رُقَیّه وَ اَنتِ یا فاطِمَه و اَنتِ یا رُباب! اُنظُرنَ اِذا أنَا قُتِلتُ فَلا تَشقَقنَ عَلَیَّ جَیباً وَ لا تَخمُشنَ عَلَیَّ وَجهاً وَ لا تَقُلنَ عَلیَّ هِجراً
"Wahai saudariku; Ummi Kultsum dan Zainab! Dan engkau wahai Ruqayah, Fathimah dan Rubab! Camkan ucapanku! Ketika aku meninggal, jangan memukul dada dan mencakar wajah serta tidak mengucapkan yang tidak baik."(13)
3. Saif bin Umairah, sahabat Imam Shadiq as dalam sebuah puisinya dua kali menyebut nama Ruqayah:
وعبیدکم سیف فتی ابن عمیرة عبد لعبد عبید حیدر قنبر
و سکینة عنها السکینة فارقت لما ابتدیت بفرقة و تغیر
و رقیة رق الحسود لضعفها و غدا لیعذرها الذی لم یعذر
و لام کلثوم یجد جدیدها لثم عقیب دموعها لم یکرر
لم انسها و سکینة و رقیة یبکینه تبحسّر و تزخّر
یدعون امهم البتولة فاطما دعوی الحزین الوالة المتحیر
یا امنا هذا الحسین مجدلا ملقی عفیرا مثل بدر مزهر
فی تربها متعفرا و مضخما جثمانة بنجیع دم احمر
Saif bin Umairah dan puisinya ini disebutkan dalam buku-buku Rijal muktabar seperti Syeikh Fakhruddin Thuraihi dalam al-Muntakhab, Allamah Hilli dalam Khulasah al-Aqwal, Ibnu Dawud dalam buku rijalnya, Syeikh Thusi dalam al-Fihrist, Syeikh Thusi dalam buku rijalnya dan Najjasyi dalam buku rijalnya. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
source : http://indonesian.irib.ir