Salman al-Farisi mengisahkan:
"Suatu hari Sayidah Fathimah az-Zahra as mendatangi ayahnya.
Ketika Nabi Saw melihat mata Sayidah Fathimah as, anaknya, beliau menyaksikan ada sisa air mata yang menggantung di pelupuk matanya. Akhirnya beliau menanyakan apa penyebab tangisannya.
Sayidah Fathimah az-Zahra menjawab, ‘Ayah, kemarin ada kejadian antara aku dan suamiku, Ali bin Abi Thalib as. Pada waktu itu kami tengah berbicara dan diselingi dengan candaan. Saya mengucapkan sebuah kalimat dengan niat bercanda, tapi kemudian ucapan itu membuat hati suamiku sedih.
Karena merasa suamiku sedih, saya sangat menyesali apa yang kuucapkan kepadanya. Aku telah meminta maaf kepadanya dan merelakanku.
Suamiku menerima permintaan maafku dan kembali terlihat gembira, lalu tertawa lagi denganku. Saya merasa ia telah merelakanku. Tapi saat ini saya masih khawatir, jangan sampai Allah Swt murka dan tidak merelakanku.'
Begitu mendengar kisah yang disampaikan Sayidah Fathimah as, Nabi Saw berkata, ‘Anakku, kerelaan dan kegembiraan suamimu sama seperti kerelaan dan kegembiraan Allah Swt. Kemarahan dan kesedihan suamimu menjadi sebab kemarahan dan kesedihan Allah Swt.'
Setelah itu beliau berkata, ‘Setiap perempuan yang beribadah kepada Allah Swt dan memuji-Nya seperti Sayidah Maryam, tapi suaminya tidak rela kepadanya, maka ibadah dan perbuatannya tidak akan diterima oleh Allah Swt.
Anakku! Ketahuilah bahwa perbuatan paling baik adalah menaati suami, tentu saja dalam hal-hal yang tidak dilarang Islam dan al-Quran.
Anakku! Setiap perempuan yang menanggung semua kesulitan di rumah dan mengelola segala urusan rumah demi ketenangan dan kesejahteraan anggota keluar4ga, maka ia akan menjadi ahli surga." (IRIB IIndonesia / Saleh Lapadi)
Catatan:
1. Ihqaq al-Haq, jilid 19, hal 112-113.
Sumber: Karbala
source : indonesian.irib.ir