Kesuksesan dan kenikmatan yang didapatkan oleh seseorang adalah ujian baginya. Kita sering melihat orang yang berubah ketika telah sukses. Dulunya perhatian, sekarang mulai acuh. Dulunya ramah, kini mulai congkak. Dulunya sering membantu, sekarang mulai lupa. Alhasil keberhasilannya tidak membuatnya menjadi lebih baik malah berubah sebaliknya.
Namun lain halnya dengan seorang Muballigh (Da’i) sejati. Ia tidak akan berubah walau setinggi apapun kedudukannya, sebanyak apapun hartanya dan sesukses apapun kehidupannya. Ia tetap ingin berbagi kebaikan, apapun kondisinya . Ia tetap ingin orang lain merasakan kenikmatan yang ia rasakan. Kisah dalam Al-Qur’an ini akan membuktikan kepedulian mereka, Allah Berfirman,
قِيلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَ قَالَ يَا لَيْتَ قَوْمِي يَعْلَمُونَ – بِمَا غَفَرَ لِي رَبِّي وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُكْرَمِينَ –
Dikatakan (kepadanya), “Masuklah ke surga.” Dia (laki-laki itu) berkata, “Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui apa yang menyebabkan Tuhan-ku Memberi ampun kepadaku dan Menjadikan aku termasuk orang-orang yang telah dimuliakan.” (QS.Yasiin:26-27)
Lihatlah seorang juru dakwah ini. Ketika ia sudah sampai pada puncak kenikmatan surga. Ia masih ingat kepada kaumnya dan berharap mereka juga dapat merasakan kebaikan yang ia rasakan sekarang.
Itulah kemuliaan hati mereka. Muballigh sejati adalah mereka yang hanya berharap kebaikan pada kaumnya. Tidak menyerukan kebencian, perpecahan atau kekejian. Semua yang ia sampaikan hanya untuk berbagi kebaikan kepada umat. Ia akan selalu ingin berbagi kebaikan dalam kondisi apapun. Dan itulah yang disebut oleh Rasulullah saw sebagai sebaik-baik manusia di muka bumi ini,
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain” (Rasulullah saw)