Indonesian
Thursday 28th of November 2024
0
نفر 0

Imam Hasan Askari as, Simbol Pejuang Sejati

Imam Hasan Askari as, Simbol Pejuang Sejati

Di era kegelapan pemikiran dan penyimpangan akidah, Imam Askari as bangkit menyampaikan hakikat agama secara jernih kepada masyarakat. Beliau mengobati dahaga para pencari ilmu dan makrifat dengan pancaran mata air kebenaran. Argumentasi-argumentasi Imam Askari as dalam kajian ilmiah, sangat berpengaruh, di mana filosof Arab Ya'qub bin Ishak al-Kindi mulai memahami kebenaran setelah berdebat dengan beliau dan kemudian membakar buku-bukunya yang ditulis untuk mengkritik beberapa pengetahuan agama.

Imam Hasan Askari as, Simbol Pejuang Sejati

 

Pada
tahun 260 Hijriyah, dunia Islam larut dalam duka atas kesyahidan Imam Hasan
Askari as. Beliau sepanjang 28 tahun umurnya telah menorehkan tinta emas dalam
lembaran sejarah Islam. Kehidupan para imam maksum as dan Ahlul Bait Nabi as
adalah kumpulan dari ilmu pengetahuan dan ajaran-ajaran praktis untuk
pendidikan individu di tengah masyarakat. Akan tetapi, mereka menghadapi
kondisi sulit dalam menyebarluaskan pengetahuan Islam karena rezim penguasa
menerapkan batasan tertentu.

Pembatasan
itu mencapai puncaknya pada masa Imam Muhammad al-Jawad as, Imam Ali al-Hadi
as, dan Imam Hasan Askari as. Dinasti Abbasiyah bahkan memaksa Imam Hadi as dan
putranya Imam Askari as untuk meninggalkan kota kakeknya, Madinah dan hijrah ke
Baghdad, pusat kekhalifahan Abbasiyah. Setelah syahidnya Imam Hadi as, Imam
Askari as memikul tanggung jawab imamah dan dalam waktu enam tahun, beliau
mampu menyampaikan pandangan dan ajarannya di berbagai bidang politik dan
sosial kepada para pengikutnya.

Kebijakan
represif dan pembatasan yang diterapkan oleh para penguasa Abbasiyah terhadap
Imam Askari as justru kian menambah popularitas beliau di tengah masyarakat.
Itu semua karena obor yang dinyalakan oleh Rasulullah Saw dan Ahlul Bait beliau
adalah cahaya kebenaran yang tidak akan pernah padam untuk selamanya.

Instabilitas
Dinasti Abbasiyah memasuki puncaknya pada masa kepemimpinan Imam Askari as.
Ketidaklayakan para penguasa, pertikaian internal di lingkungan istana,
ketidakpuasan rakyat, aksi pemberontakan beruntun, dan penyebaran pemikiran
sesat, termasuk di antara faktor-faktor yang menganggu stabilitas politik dan
sosial pada masa itu. Para penguasa Abbasiyah memeras masyarakat demi
membangun istana-istana yang megah dan membiarkan mereka hidup sengsara.

Akan
tetapi, masyarakat mengetahui bahwa seorang juru selamat dari keturunan Imam
Askari as, akan lahir ke dunia untuk membebaskan mereka dari kezaliman dan
ketidakadilan penguasa. Dia adalah juru selamat umat manusia yang akan bangkit
untuk melawan kezaliman dan menegakkan keadilan di dunia. Berita kelahiran juru
selamat mendorong penguasa Abbasiyah untuk meningkatkan aksi represif dan
membatasi kegiatan masyarakat. Imam Askari as pada hari tertentu juga dipaksa
untuk hadir di istana penguasa agar bisa diawasi dari dekat.

 

Penguasa
Abbasiyah telah melakukan banyak upaya untuk mengawasi gerak-gerik Imam Askari
as, akan tetapi Tuhan berkehendak lain dan juru selamat akan lahir ke dunia di
tengah keluarga Sang Imam. Setelah kelahiran Imam Mahdi as, ayah beliau mulai
mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi kondisi sulit di masa-masa mendatang.
Imam Askari as di berbagai kesempatan, berbicara tentang keadaan pada masa keghaiban
juru selamat dan peran berpengaruh Imam Mahdi as dalam memimpin masa depan
dunia. Beliau menekankan bahwa putranya akan menciptakan keadilan dan
kemakmuran di seluruh penjuru dunia.

Di
era kegelapan pemikiran dan penyimpangan akidah, Imam Askari as bangkit
menyampaikan hakikat agama secara jernih kepada masyarakat. Beliau mengobati
dahaga para pencari ilmu dan makrifat dengan pancaran mata air kebenaran.
Argumentasi-argumentasi Imam Askari as dalam kajian ilmiah, sangat berpengaruh,
di mana filosof Arab Ya'qub bin Ishak al-Kindi mulai memahami kebenaran setelah
berdebat dengan beliau dan kemudian membakar buku-bukunya yang ditulis untuk
mengkritik beberapa pengetahuan agama.

Meskipun
Dinasti Abbasiyah bermusuhan dengan Imam Askari as, namun salah satu menteri
rezim penguasa dengan nama Ahmad bin Khaqan, mengakui keutamaan dan karamah
keturunan Nabi Saw itu. Dia berkata, "Di Samarra, aku tidak melihat sosok
seperti Hasan bin Ali. Dalam hal martabat, kesucian, dan kebesaran jiwa, aku
tidak menemukan tandingannya. Meski ia seorang pemuda, Bani Hasyim lebih
mengutamakannya dari kelompok tua di tengah mereka. Ia memiliki kedudukan yang
sangat tinggi, di mana dipuji oleh sahabat dan musuhnya."

Semua
kehormatan dan kemuliaan itu dikarenakan ketaatan Imam Askari as kepada Allah
Swt dan kebersamaan beliau dengan kebenaran. Beliau berkata, "Tidak ada
orang mulia yang menjauhi kebenaran kecuali dia akan terhina dan tidak ada
orang hina yang merangkul kebenaran kecuali dia akan mulia dan terhormat."

Kedekatan
dengan Tuhan dan sifat tawakkal telah membantu Ahlul Bait Nabi as dalam memikul
beban penderitaan dan membuat mereka berkomitmen dalam memperjuangkan
kebenaran. Ibadah dan kecintaan kepada Sang Kekasih, ada dalam fitrah manusia
dan daya tarik internal ini mampu membantu mereka dalam peristiwa-peristiwa
sulit. Manusia-manusia yang bertakwa dan taat, telah terbebas dari ikatan dan
belenggu-belenggu hawa nafsu dan godaan duniawi. Mereka telah mencapai puncak
kemuliaan akhlak.

 

Rasul
Saw dan Ahlul Baitnya adalah pribadi-pribadi sempurna yang menduduki puncak
kemuliaan akhlak. Mereka dengan ketaatan penuh di hadapan kekuasaan Tuhan,
mencapai derajat spiritual yang tinggi dan sama sekali tidak merasa kalah dalam
melawan kemusyrikan dan kekufuran di tengah masyarakat. Dalam sirah Imam Askari
as disebutkan bahwa beliau saat berada di penjara, menghabiskan seluruh
waktunya dengan ibadah dan munajat kepada Tuhan. Pemandangan ini bahkan telah
menyihir para sipir yang ditugaskan untuk mengawasi dan menyiksa beliau.

Beberapa
pejabat Dinasti Abbasiyah memerintahkan Saleh bin Wasif, kepala penjara untuk
bersikap keras terhadap Imam Askari as. Mereka berkata kepada Wasif,
"Tekan Abu Muhammad semampumu dan jangan biarkan ia menikmati
kelonggaran!" Saleh bin Wasif menjawab, "Apa yang harus aku lakukan?
Aku sudah menempatkan dua orang terkejam dari bawahanku untuk mengawasinya,
keduanya sekarang tidak hanya menganggap Abu Muhammad sebagai seorang tahanan,
tapi mereka juga mencapai kedudukan yang tinggi dalam ibadah, shalat, dan
puasa."

Para
pejabat tersebut kemudian memerintahkan Wasif untuk menghadirkan kedua
algojonya itu. Mereka berkata kepada para algojo tersebut, "Celaka kalian!
Apa yang telah membuat kalian lunak terhadap tahanan itu?" Mereka
menjawab, "Apa yang harus kami katakan tentang seseorang yang hari-harinya
dilewati dengan puasa dan seluruh malamnya dihabiskan dengan ibadah? Ia tidak
melakukan pekerjaan lain kecuali beribadah dan bermunajat dengan Tuhannya.
Setiap kali ia menatap kami, wibawa dan kebesarannya menguasai seluruh wujud
kami."

Imam
Askari as dalam sebuah riwayat menyinggung kedudukan orang-orang yang shalat,
dan berkata, "Ketika seorang hamba beranjak ke tempat ibadah untuk
menunaikan shalat, Allah berfirman kepada para malaikatnya, ‘Apakah kalian
tidak menyaksikan hamba-Ku bagaimana ia berpaling dari semua makhluk dan datang
menghadap-Ku, sementara ia mengharapkan rahmat dan kasih sayang-Ku? Aku jadikan
kalian sebagai saksi bahwa Aku khususkan rahmat dan kemuliaan-Ku
kepadanya."

Para
hamba saleh ketika mereka telah mencicipi kenikmatan ibadah dan munajat dengan
Sang Pencipta, maka mereka menemukan kebahagiaan dan kemuliaannya dalam sujud
yang penuh cinta dan ketaatan yang penuh rindu di hadapan Tuhan. Mereka percaya
bahwa sujud adalah media terdekat seorang hamba dengan Tuhannya. Imam Askari as
senantiasa mewasiatkan kepada para pengikutnya untuk memperpanjang sujud, dan
berkata, "Aku wasiatkan kalian untuk bertakwa dalam agama kalian dan
berusaha karena Allah serta memperpanjang sujud." (Kasfu al-Ghummah, jil
3, hal 290)

 

Pengaruh
pemikiran dan spiritualitas Imam Askari as membuat para penguasa Abbasiyah
ketakutan. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk menghapus keberadaan
beliau. Muktamid Abbasi, penguasa tiran Dinasti Abbasiyah, akhirnya menyusun
sebuah skenario untuk membunuh Imam Askari as. Beliau syahid setelah beberapa
hari menahan rasa sakit akibat diracun oleh Muktamid. Seorang pembantu Imam
Askari as berkata, "Ketika beliau terbaring sakit dan sedang melewati
detik-detik terakhir dari kehidupannya, beliau teringat bahwa waktu shalat
subuh telah tiba. Beliau berkata, ‘Aku ingin shalat.' Mendengar itu, aku
langsung menggelar sajadah di tempat tidurnya. Abu Muhammad kemudian mengambil
wudhu dan shalat subuh terakhir dilakukan dalam keadaan sakit dan selang
beberapa saat, ruh beliau menyambut panggilan Tuhan."

 


source : www.aban.ir
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Imam Hasan Askari, Imam Yang Saleh
Apakah Dunia harus Dipenuhi Kezaliman untuk Kemunculan Imam Mahdi?
Siapakah Wildanun Mukhalladun dan Apa Tugas Mereka?
Pelajaran Filsafat Hikmah Muta’aliyah Bag.1
DIALOG ANTARA MUSLIM DAN KRISTIAN [8]
Rendah Diri Kaum Wahabi
Apa Penyebab Wafat Rasulullah saw?
Apa arti “Fatimah” itu? Dan mengapa Rasulullah Saw memilih nama ini untuk putri ...
Teladan Suci dan Agung; Rasul Tuhan Muhammad Saw
Kebebasan dalam Pandangan Syahid Muthahhari

 
user comment