Indonesian
Wednesday 27th of November 2024
0
نفر 0

Kebebasan dalam Pandangan Syahid Muthahhari

Dunia menjadi saksi pribadi-pribadi agung yang senantiasa hidup dan abadi dalam benak manusia. Pribadi-pribadi yang mungkin tidak akan terulang lagi dalam sejarah manusia. Tapi pesan mulia mereka senantiasa terngiang di telinga manusia pencari kebenaran dan hakikat, sehingga menjadi pembimbing kehidupan
Kebebasan dalam Pandangan Syahid Muthahhari

Dunia menjadi saksi pribadi-pribadi agung yang senantiasa hidup dan abadi dalam benak manusia. Pribadi-pribadi yang mungkin tidak akan terulang lagi dalam sejarah manusia. Tapi pesan mulia mereka senantiasa terngiang di telinga manusia pencari kebenaran dan hakikat, sehingga menjadi pembimbing kehidupan mereka. Syahid Murtadha Muthahhari satu dari pribadi agung ini. Syahid Muthahhari seorang pemikir dan cendekiawan yang berperang penting dalam menyebarkan dan memperdalam ajaran-ajaran Islam dengan karya-karyanya yang luar biasa. Filsuf besar ini meninggalkan sekitar 60 buku dengan beragam tema yang senantiasa mencerahkan jalan para pencari hakikat.
 


Syahid Muthahhari dengan pemahamannya yang benar mengenai kebutuhan generasi muda dan menggunakan metode yang tepat serta bahasa yang lugas berusaha memperkenalkan Islam dengan karya-karyanya. Syahid Muthahhari sebelumnya adalah pelajar agama dan menuntut ilmu di hauzah ilmiah. Tapi aktivitas keilmuannya dilanjutkan ke universitas. Satu dari faktor penting dalam pembentukan kepribadiannya adalah memanfaatkan nikmat keberadaan guru-guru besar hauzah ilmiah. Di bidang fiqih dan ushul fiqih beliau menjadi murid Ayatullah Boroujerdi, Marji Syiah dan akhlak dipelajarinya dari Imam Khomeini ra.
 


Sekaitan dengan kuliah akhlak Imam Khomeini ra, Syahid Muthahhari mengatakan, "Sebagian besar dari cara bepikir dan jiwa saya terbentuk lewat kuliah itu dan dalam kuliah-kuliah lainnya saya mempelajarinya bersama guru ilahi itu selama 12 tahun dan saya senantiasa merasa berhutang kepadanya." Syahid Muthahhari mempelajari filsafat kepada filsuf besar Allamah Thabathabai. Di bidang lain, Syahid Muthahhari juga belajar kepada guru-guru besar lainnya seperti Haji Mirza Ali Agha Shirazi, Ayatullah Mohaghegh Damad dan Ayatullah Hojjat Tabrizi.
 


Syahid Muthahhari memiliki peran penting dalam memerangi pemikiran menyimpang. Sebelum mewakafkan dirinya untuk bidang tertentu seperti filsafat, teologi atau sejarah, Syahid Muthahhari telah memikirkan tentang upaya menyempurnakan pemikiran umat Islam. Untuk itu beliau memutuskan untuk mengambil sejumlah langkah demi meningkatkan pemikiran dan akhlak pemuda muslim dan melawan serangan budaya serta pertanyaan-pertanyaan akidah. Kecakapan Syahid Muthahhari dalam ilmu-ilmu keislaman dan pengenalannya akan lingkungan akademis ditambah kecintaannya memberikan kesempatan kepadanya untuk menulis hampir di semua cabang ilmu dan budaya secara serius.
 


Karya-karya Syahid Muthahhari berperan penting dalam perjuangan menghadapi segalah bentuk pemikiran menyimpang. Berkali-kali Syahid Muthahhari mengajak kelompok-kelompok menyimpang ini untuk membahas pelbagai masalah. Namun kebencian dan kedengkian mereka kepada Syahid Muthahhari disertai ketidakmampuan pemikiran mereka menghadapi beliau membuat mereka memutuskan untuk menerornya. Keinginan mereka itu akhirnya terlaksana dan pada 12 Ordibehesht 1357 (2 Mei 1979) mereka menggugursyahidkan Ayatullah Murtadha Muthahhari. Pemikir besar dan pejuang Syahid Muthahhari setelah melewati usia penuh perjuangan dalam Islam akhirnya syahid tangan kelompok-kelompok menyimpang ini.
 


Syahid Muthahhari menilai kebebasan merupakan hal lazim dan vital bagi seluruh makhluk hidup. Karena makhluk hidup tidak boleh menghadapi halangan untuk tumbuh dan meraih kesempurnaannya. Sebuah tunas yang ingin tumbuh harus berada di lingkungan dan kondisi yang kondusif, sehingga perlahan-lahan ia berubah menjadi sebuah pohon. Dengan demikian, kebebasan dalam pandangan Syahid Muthahhari berarti tidak ada penghalangan untuk tumbuh dan menyempurna.
 


Tapi manusia di antara makhluk hidup memiliki kekhususan yang perlu dikaji secara terpisah. Manusia memiliki akal, kehendak dan fitrah. Oleh karenanya, pertumbuhan dan kesempurnaannya harus dicermati dari dua sudut; materi dan spiritual. Syahid Muthahhari dengan memperhatikan dua ciri khas manusia tadi dan melihat dari sisi lain manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki fitrah, akal dan berpikir membuatnya membagi kebebasan manusia menjadi kebebasan sosial dan kebebasan spiritual.
 


Sekaitan dengan kebebasan sosial Syahid Muthahhari menulis, "Kebebasan sosial yakni manusia tidak dieksploitasi oleh orang lain. Orang lain tidak boleh menghalangi pertumbuhannya dan tidak mempersiapkan sarana bagi kesempurnaannya dan tidak menggunakan seluruh kemampuan pemikiran dan fisiknya untuk kepentingan mereka. Satu dari tujuan diutusnya para nabi adalah memberikan kebebasan sosial kepada manusia. Yakni, menyelamatkan manusia dari tawanan dan penghambaan kepada orang lain."
 


Al-Quran dalam surat Ali Imran ayat 64 menyinggung dua poin; pertama manusia saat menyembah hanya kepada Allah Swt yang Maha Esa. Kedua, tidak ada manusia yang menilai orang lain sebagai budaknya. Allah Swt dalam ayat ini berfirman, "Katakanlah, ?Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.' Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, ?Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)."
 


Dengan memperhatikan pengertian ayat 64 surat Ali Imran ini tentang tujuan pengutusan para nabi, Syahid Muthahhari mengatakan, "Satu dari tujuan pengutusan para nabi adalah menjamin kebebasan sosial dan memerangi segala bentuk perbudakan sosial. Dunia saat ini menilai kebebasan sosial sebagai satu hal suci. Penyebab dari seluruh perang dan pertumpahan darah serta keburukan yang ada di dunia ini adalah manusia tidak menghormati kebebasan orang lain."
 


Manusia merupakan makhluk hidup yang terdiri dari potensi dan naluri yang beragam. Dengan mencermati kenyataan ini, Syahid Muthahhari tidak membatasi dirinya membahas kebebasan sosial, tapi juga menyinggung kebebasan yang lain. Kebebasan yang memiliki peran penting dalam menjamin kebebasan sosial manusia dan itu adalah kebebasan spiritual atau maknawi. Ketika disepakati bahwa manusia memiliki akal, fitrah dan hati nurani, Artinya, ada kekuatan batin yang mengajaknya melakukan perbuatan baik. Adanya kecenderungan spiritual dalam diri manusia membuat setiap orang berusaha melangkah di jalan pertumbuhan dan kesempurnaan spiritual dan tidak mengikuti kecenderungan materi saja.
 


Menurut Syahid Muthahhari, bebas dari rakus, ketamakan, syahwat, marah dan hawa nagsur dapat merealisasikan kebebasan spiritual. Sekaitan dengan kebebasan spiritual ini, Syahid Muthahhari mengatakan, "Manusia harus bebas dari sisi keberadaan dan ruhnya agar orang lain dapat mencicipi kebebasan yang sama. Dengan demikian, orang-orang yang bebas secara hakiki di dunia ini adalah mereka yang pada awalnya telah membebaskan dirinya dari tawanan hawa nafsu. Seperti Imam Ali as dan atau orang-orang yang telah dididik dalam sekolah Ali as. Hanya mereka ini yang dapat memberikan kebebasan hakiki dan seperti Ali as yang senantiasa menghisab dirinya."
 


Syahid Muthahhari menilai kebebasan spiritual sangat penting dalam kehidupan manusia, bahkan menyebutnya sebagai sarana bagi manusia untuk meraih kebebasan sosial. Dengan kata lain, manusia yang telah mencapai kebebasan spiritual, manusia yang mendapat didikan ajaran para nabi, pasti menghormati hak-hak sosial manusia lainnya. Mereka tidak akan melakukan kezaliman, berbuat yang melampaui batas dan mengkhianati orang lain.
 


Beliau mengatakan, "Para nabi datang untuk melindungi kebebasan spiritual manusia. Yakni, mereka tidak akan membiarkan sifat kemanusiaan manuaia, akal dan hati nuraninya tertawan oleh syahwat, kemarahan dan kepentingan. Ini makna kebebasan spiritual. Kapan saja kalian menyaksikan diri kalian berhasil menguasai kemarahan, bukan sebaliknya, maka ketahuilah bahwa diri kalian telah bebas. Setiap kali kalian menyaksikan ada harta haram di hadapan kalian dan diri kalian begitu menginginkannya, tapi iman, hati nurani dan akal kalian menilainya haram dan tidak menerimanya. Itu berarti kalian berhasil mengalahkan keinginan hawa nafsur. Ketahuilah bahwa kalian dari sisi spiritual benar-benar manusia yang bebas. (IRIB Indonesia)


source : irib
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Rendah Diri Kaum Wahabi
Apa Penyebab Wafat Rasulullah saw?
Apa arti “Fatimah” itu? Dan mengapa Rasulullah Saw memilih nama ini untuk putri ...
Teladan Suci dan Agung; Rasul Tuhan Muhammad Saw
Kebebasan dalam Pandangan Syahid Muthahhari
Yazid dalam Timbangan Al-Qur'an dan As-Sunnah
Mulla sadra dan pertanyaan tentang realitas(2)
Misykat Walayat dalam Irfan
Siapa Pembantai Imam Husayn dan pengikutnya di Karbala?
Rahasia Puasa

 
user comment