Pada subuh hari pertengahan bulan Sya'ban tahun 255 Hijriyah Syamsiah, tepatnya di rumah Imam Hasan Askari as, seorang figur suci terlahir ke dunia sebagai lentera keluarga kenabian dan imamah serta juru selamat manusia. Nama anak itu sama dengan nama kakeknya, Muhammad Saw, julukannya juga mirip dengan julukan kakeknya, ia membawa misi untuk menghidupkan agama Tuhan di era kegelapan umat manusia. Dia adalah juru selamat yang dijanjikan, Imam Mahdi as – di mana menurut penuturan al-Quran, Rasulullah Saw dan Para Imam Maksum as – akan muncul setelah menjalani masa ghaib (tidak tampak) yang panjang dan membangunkan jiwa-jiwa yang terlelap.
Masa kepemimpinan Imam Hasan Askari as termasuk di antara era yang paling sensitif dan sulit dalam sejarah Ahlul Bait Nabi as. Penguasa tiran Dinasti Abbasiyah, Muktamid Abbasi – berdasarkan riwayat dari Rasul Saw dan Para Imam Maksum as – mengetahui bahwa sang pembela keadilan dan penegak agama tauhid di akhir zaman akan lahir di rumah Imam Askari as. Oleh karena itu, Muktamid selalu mengawasi beliau untuk mencegah terwujudnya janji Tuhan tersebut. Sebelum masa kepemimpinan Imam Mahdi as, kelalaian, kebodohan, dan kekufuran manusia telah menyebabkan beliau harus menjalani fase ghaibat (tidak tampak). Mungkin dengan alasan ini pula, Tuhan menyembunyikan hujjahnya yang terakhir untuk kemudian menghidupkan alam ini dengan cahaya Ilahi.
Sekelompok masyarakat menganggap keghaiban Imam Mahdi as sama dengan ketidakhadiran beliau di tengah umat. Mengenai hal ini, Imam Ali as berkata, "Ketika seorang imam dari keturunanku tidak terlihat dari pandangan umum, sekelompok masyarakat beranggapan bahwa hujjah Tuhan telah tiada dan imamah sudah terputus! Aku bersumpah atas nama Tuhan, pada hari itu hujjah Tuhan hadir di tengah masyarakat, ia melangkahkan kakinya di gang-gang dan pasar, ia menyaksikan masyarakat, namun masyarakat tidak melihatnya hingga waktu yang telah ditentukan." Pada kenyataannya, Imam Mahdi as hadir di tengah umat, namun tirai kelalaian dan dosa manusia telah menghalangi mereka untuk merasakan kehadiran Sang Juru Selamat.
Pertanyaan lain yang sering muncul adalah tentang manfaat dari kehadiran imam yang tidak bisa diakses oleh umat dan mereka tidak bisa mengambil berkah darinya? Tentu saja, ini adalah bukan sebuah pertanyaan baru dan sudah sering ditanyakan sejak zaman Rasulullah Saw. Diriwayatkan bahwa seseorang bertanya kepada Rasul Saw, "Apa manfaat keberadaan Imam Mahdi pada masa ghaibat?" Rasul Saw bersabda, "Masyarakat akan menerima manfaat dari keberadaan imam yang ghaib tersebut sebagaimana mereka memperoleh manfaat dari matahari yang tersembunyi di balik awan."
Kesimpulan sederhana dari sabda tersebut adalah bahwa matahari yang berada di balik awan berperan sebagai faktor kehidupan makhluk hidup dan ketiadaannya menjadi penyebab kebinasaan mereka. Keberadaan Imam Mahdi as – meskipun tidak tampak di tengah umat – juga menjadi penyebab keselamatan dan kehidupan material dan spiritual makhluk hidup.
Para ulama memberikan sejumlah jawaban tentang manfaat keberadaan Imam Mahdi as di masa ghaibat. Akan tetapi, kita pada awalnya akan mengulas tentang kedudukan imam di alam penciptaan dan kemudian melihat tentang dampak dari kehadiran atau ketidakhadiran mereka di tengah umat. Ayat-ayat al-Quran dan ajaran Islam menunjukkan bahwa penciptaan alam semesta dan manusia akan sia-sia jika tanpa penciptaan nabi dan imam. Tujuan penciptaan – sebagaimana ditegaskan al-Quran – adalah untuk menghambakan diri kepada Allah Swt. Tugas ini tidak bisa ditunaikan kecuali oleh manusia sempurna yaitu para nabi dan imam maksum, di mana bumi tidak pernah vakum dari mereka.
Para nabi dan imam maksum adalah perantara anugerah Ilahi kepada makhluk hidup. Dengan kata lain berkat keberadaan dan ibadah mereka, bumi dan langit bisa tegak, makhluk hidup memperoleh rezeki dan peluang kehidupan, mencapai kesempurnaan, dan mendapatkan rahmat dan pertolongan Tuhan. Mazhab Syiah dan Sunni meyakini masalah ini. Salah seorang mufti besar Sunni, Allamah Syahabuddin al-Alusi mengatakan, "Manusia sempurna hadir di muka bumi dan karena kehadirannya, anugerah Tuhan sampai kepada masyarakat. Jika dalam kedipan mata saja manusia sempurna itu diangkat, maka bumi akan menelan semua penghuninya dan dunia akan berakhir serta tidak ada lagi dunia sehingga manusia hidup di dalamnya."
Para ulama besar Sunni termasuk Jalaluddin Suyuti mengatakan, "Di muka bumi ada individu-individu sebagai 'pengganti.' Dengan kata lain, mereka adalah pengganti para nabi (khalifah nabi). Pasca wafatnya nabi, Tuhan – karena keberadaan orang-orang tersebut – menurunkan rezeki kepada manusia serta menjauhkan musibah dan bencana dari mereka." Penafsiran ini sama seperti perantara anugerah yang diyakini oleh Syiah mengenai Ahlul Bait Nabi as, karena – menurut al-Quran dan sabda Nabi Saw – mereka adalah orang-orang suci dan khalifah nabi yang sebenarnya.
Selain itu, sejumlah riwayat menyebutkan bahwa jika imam tidak ada, bumi akan menelan seluruh penduduknya karena dosa-dosa mereka dan akar kehidupan akan musnah. Allah Swt menjauhkan semua musibah itu dari bumi karena keberadaan para nabi dan imam sehingga manusia memperoleh kesempatan untuk kembali ke jalan kesempurnaan dan kebahagiaan. Rasul Saw bersabda, "Hal yang menyebabkan keamanan umatku adalah Ahlul Baitku, dan jika mereka sudah pergi dari tengah umat, musibah-musibah Tuhan akan menimpa manusia."
Keyakinan terhadap keberadaan Imam Mahdi as – walaupun masih ghaib – akan memberikan rasa optimisme kepada kaum Muslim untuk menatap masa depan mereka. Tidak ada individu atau masyarakat yang bisa meneruskan hidupnya tanpa rasa optimis. Sebuah masyarakat – yang meyakini keberadaan dan kehadiran Imam Mahdi as – tidak memandang dirinya terasing dan terpisah dari pemimpinnya, mereka akan berupaya untuk mencapai sebuah kondisi ideal sebagaimana yang diucapkan oleh Imam Mahdi as bahwa, "Kami tidak lalai dalam mengayomi dan melindungi kalian dan juga tidak melupakan kalian. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah dan bantulah kami sehingga kami menyelamatkan kalian dari fitnah yang menuju ke arah kalian."
Berdasarkan sejumlah riwayat, Imam Mahdi as mengetahui perilaku dan tindakan orang-orang. Keyakinan tentang hal ini mendorong manusia untuk menjauhkan dirinya dari perbuatan dosa dan maksiat. Seseorang yang percaya tentang kehadiran Imam Mahdi as, akan mendapat kekuatan dan semangat yang luar biasa untuk mempersiapkan diri dan memacu kesiapan orang lain. Kesiapan ini akan mempercepat kemunculan Imam Mahdi as dan juga menempatkan kaum Muslim dalam kondisi siaga untuk membela tanah air mereka.
Ajaran-ajaran Ilahi mengalami penyimpangan dan perubahan seiring perjalanan waktu dan ulah tangan-tangan jahil. Dan untuk mengawal kemurnian ajaran langit dan mencegah penyimpangan, maka perlu kehadiran figur suci sebagai pengawal sehingga semua ajaran Ilahi dapat dilestarikan sebagai petunjuk umat manusia. Imam selain menyampaikan bimbingan lahiriyah melalui penjelasan hukum-hukum syariat, juga memberikan bimbingan spiritual kepada orang-orang yang potensial. Imam akan membantu orang-orang yang layak untuk mendapatkan petunjuk.
Oleh karena itu berdasarkan ajaran Islam, kedudukan imam di alam penciptaan jauh lebih tinggi dari sekedar memberi petunjuk lahiriyah dan menjalankan sebuah pemerintahan. Tentu saja, memimpin pemerintahan juga bagian dari tugas-tugas imam di mana kondisinya harus disiapkan oleh masyarakat. Akan tetapi, imam sebagai manusia sempurna adalah tujuan penciptaan dan perantara anugerah Tuhan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, keghaiban dan kehadirannya tidak akan berpengaruh pada kedudukan tersebut.
Rasul Saw bersabda, "Aku berikan kabar gembira kepada kalian dengan Mahdi, ia akan diutus di tengah umatku, sementara mereka larut dalam perselisihan dan kesalahan. Ia akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana sebelumnya sudah penuh dengan kezaliman dan penindasan sehingga penduduk langit dan bumi merasa puas dan ridha dengannya." (IRIB Indonesia/RM)
source : Irib Indonesia