Indonesian
Thursday 28th of November 2024
0
نفر 0

Muharram, Pendulum Sejarah Islam

Muharram, Pendulum Sejarah Islam

 

Hari ini adalah hari pertama bulan Muharram dan hari pertama di tahun baru Hijriah Qamariyah. Kaum Muslimin menetapkan hijrah Nabi Muhammad Saw dari Mekah ke Madinah sebagai awal sejarah penanggalan (kalender) Islam. Penetapan tersebut dimulai sejak khalifah kedua atas usulan Imam Ali as. Bulan Muharram yang memiliki kekhususan tersendiri telah dipilih umat Islam sebagai bulan pertama dalam tahun Hijriah Qamariyah.

Bulan Muharram dan permulaan tahun baru Hijriyah Qamariyah mengingatkan umat Islam terutama Muslim Syiah tentang kebangkitan abadi Imam Husein as, cucu Rasulullah Saw. Dalam sejarah Islam, bulan Muharram berkaitan dengan tragedi Asyura yang terjadi pada tanggal 10 di bulan tersebut. Meskipun peristiwa tragis yang dialami oleh Imam Husein as, keluarga dan sahabatnya itu telah berlalu selama berabad-abad, namun perjuangan cucu Nabi Muhammad Saw tersebut tidak pernah padam dan bahkan telah membuka jalan bagi para pencari hak dan kebenaran.

Penyebab bulan pertama Hijriyah Qamariyah diberi nama dengan "Muharram" adalah diharamkannya perang di bulan tersebut di zaman Jahiliyah. Pelarangan itu dilakukan supaya masyarakat berhenti untuk saling berperang di bulan Muharram sehingga keamanan umum terjamin. Sebagian mufassir berpendapat bahwa tradisi pengharaman perang di bulan Muharram dan tiga bulan tertentu lainnya telah terjadi sejak zaman Nabi Ibrahim as. Peraturan tersebut tetap ada di masa Jahiliyah, bahkan menjadi sebuah tradisi yang telah mengakar. Setelah kemunculan Islam, pengharaman perang di bulan Muharram ditegaskan oleh agama Samawi ini.

Pada dasarnya, pelarangan perang adalah salah satu cara untuk mengakhiri konflik panjang dan sekaligus sebagai alat untuk menyerukan perdamaian dan ketenteraman. Jika mereka yang terlibat dalam peperangan kemudian berhenti mengangkat senjata selama empat bulan, maka akan tercipta ruang untuk berpikir sehingga kemungkinan besar akan muncul mediasi untuk mengakhiri peperangan itu. Sayangnya, keluarga penguasa lalim Bani Umayyah telah menodai bulan sakral tersebut dengan menumpahkan darah Husein bin Ali as di padang tandus Karbala.

Mengenai bulan Muharram, Imam Ali bin Musa Ar-Ridha as, Imam kedelapan kaum Muslimin dan keturunan Rasulullah Saw, mengatakan, "Kesucian bulan ini di masa Jahiliyah terjaga dan mereka tidak berperang, namun di Muharram (tahun 61 H), mereka menumpahkan darah kami dan melanggar martabat dan kehormatan kami, serta menawan anak-anak dan wanita-wanita kami. Mereka membakar dan menjarah kemah-kemah kami serta tidak menjaga kehormatan Rasulullah Saw tentang keluarganya."

Pada tahun 61 H atau 50 tahun pasca wafatnya Rasulullah Saw, Imam Husein as bangkit untuk menghidupkan kembali agama kakeknya yang terancam akibat ulah dan pengaruh para penguasa zalim di masa itu. Husein bin Ali as adalah anak Sayidah Fatimah az-Zahra as, putri Rasulullah Saw. Nabi Muhammad Saw di depan para sahabat beliau berulang kali bersabda, "Husein dariku dan Aku dari Husein."Kebangkitan Imam Husein as telah memberikan pelajaran tentang kebebasan dan kemuliaan kepada seluruh umat manusia. Dengan darahnya, beliau telah menyirami "pohon" Islam dan membangunkan nurani-nurani yang tertidur.

Husein bin Ali as telah menghabiskan enam tahun masa kanak-kanaknya bersama kakeknya, Rasulullah Saw. Kemudian beliau hidup bersama ayahnya, Imam Ali bin Abi Thalib as selama 30 tahun. Setelah kesyahidan Imam Ali as, Imam Husen as aktif di kancah politik dan sosial bersama saudaranya, Imam Hasan as selama 10 tahun. Pasca kematian Muawiyah, khalifah pertama Bani Umayyah, Yazid, anaknya, memegang tampuk kekuasaan Bani Umayyah. Pada tahun 60 H, Yazid meminta Imam Husein as untuk membaitnya. Permintaan tersebut dilontarkan Yazid melalui sebuah surat kepada penguasa Kota Madinah. Namun Imam Husein as tidak bersedia membaiatnya karena beliau tahu keburukan dan kebobrokan Yazid. Beliau kemudian memilih jalan untuk bangkit menyelamatkan Islam dari pengaruh penguasa lalim tersebut.

Imam Husein as kemudian hijrah dari Madinah ke Mekah. Setelah memperoleh ribuan surat dari warga kota Kufah di Irak yang memintanya untuk mengunjungi kota tersebut, beliau kemudian bergerak ke Kota Kufah. Namun pengkhianatan warga Kufah telah menyebabkan kondisi di Irak tak menentu. Imam Husein as bersama keluarga, anak-anak dan sahabat-sahabat beliau yang sedang menuju ke Kufah dihadang dan dikepung oleh pasukan Yazid bin Muawiyah di padang pasir Karbala. Imam Husein as tidak bersedia untuk menyerahkan diri kepada pasukan Yazid, dan akhirnya pada tanggal 10 Muharram yang kemudian dikenal dengan Asyura, beliau dan para sahabatnya syahid dalam kondisi kehausan di padang tandus tersebut.

Meski dari sisi militer Imam Husein as kalah melawan pasukan Yazid, namun perlawanan tersebut telah menjadi sumber berkah bagi masyarakat di periode beliau dan periode-periode selanjutnya. Bahkan banyak orang yang tertindas oleh para penguasa despotik berani bangkit melawan mereka setelah terinspirasi dari perjuangan Imam Husein as. Hasil menonjol dari kebangkitan cucu Rasulullah Saw itu adalah menyelamatkan masyarakat dari kebodohan dan kesesatan. Beliau telah memperjelas batas antara hak dan batil yang memulai memudar akibat pengaruh penguasa zalim.

Peristiwa Asyura tidak hanya mendorong umat Islam untuk bangkit melawan kezaliman, tetapi juga telah menerangi hati orang-orang non-Muslim. Para pencari kebenaran dan keadilan telah banyak mengambil hikmah dari perjuangan Imam Husein as. Perjuangan beliau juga menyinari jalan kebenaran bagi para penuntut kebebasan di dunia. Kesyahidan Imam Husein as dan para sahabatnya di Karbala telah membuktikan kebenaran Islam dan menegaskan keabsahannya.

Imam Husein as ingin mengenalkan rasionalitas kepada masyarakat dan memerangi kebodohan. Penyadaran masyarakat adalah tujuan paling jelas beliau dalam perjuangannya. Jika kebangkitan Imam Husein as bukan untuk membela kebenaran, sudah pasti beliau tidak akan mengorbankan segalanya, dan beliau tidak akan pernah mampu mengajak masyarakat kepada rasionalitas yang mendorong kesadaran umum terhadap sebuah hakikat dan kebenaran.

Asyura yang berpijak pada prinsip-prinsip kemanusiaan dan ilham Ilahi telah menyerukan umat manusia untuk bangkit melawan segala bentuk penindasan. Perjuangan Imam Husein as telah menjadi contoh bagi kaum tertindas untuk melawan penguasa lalim. Pasca tragedi Karbala, muncul berbagai gerakan kebangkitan untuk melawan para penguasa zalim. Kebangkitan warga Madinah, kebangkitan Tawabin dan kebangkitan Mukhtar adalah termasuk deretan peristiwa penting yang terjadi tak lama setelah kebangkitan Imam Husein as.

Hal yang khusus dari kebangkitan Asyura dan pengaruhnya terhadap opini publik adalah berbuat hanya untuk Allah Swt dan menutup mata dari selain-Nya. Imam Husein as telah mengorbankan segala yang dimilikinya demi keridhaan Allah Swt dalam menegakkan agama kakeknya, bahkan beliau menilai kemenangannya bukan sebagai syarat untuk kebangkitannya.

Beliau di malam Asyura kepada semua sahabatnya berkata, "Mereka (musuh) hanya memusuhiku. Manfaatkanlah kegelapan malam untuk meninggalkan tempat ini. Ketahuilah bahwa setiap dari kalian yang ada di lembah ini, pasti akan dibunuh." Di saat menghadapi peristiwa yang paling pahit ketika putra beliau yang baru berumur enam bulan syahid oleh anak panah musuh, Imam Husein as berkata, "Menanggung masalah ini bagiku mudah, sebab berada di hadapan Tuhan Semesta Alam."

Dampak lain dari Asyura adalah meningkatkan kesabaran dan istiqamah bagi setiap manusia dalam menghadapi kesulitan. Setiap Muslim dan pencari kebebasan yang mengenang perjuangan Imam Husein as akan timbul dalam diri mereka sebuah semangat dan kesabaran dalam menghadapi segala bentuk penderitaan dan kemudian bangkit untuk melawan penindasan.

 


source : indonesian.irib.ir
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Muhammad di Mata Kaum Cendikiawan
Siapakah Muhammad Saw
Imam Mahdi as Dalam Al-Quran
Sayidah Zainab as, Perempuan Paling Sabar dari Nabi Ayyub
George Sille
Tarekat Ahlul Bait
Ali dengan Rasulullah bagai Harun dengan Musa
Imam Muhammad Al Baqir, Penyingkap Khazanah Ilmu
Mengapa Imam Mahdi as Disebut Pasangan Al-Quran?
Antara cinta dan benci kepada Imam Ali bin Abi Thalib

 
user comment