Tanggal 12 Muharam merupakan hari syahadah Imam Sajjad as. Dua hari pasca peringatan Asyura. Imam Sajjad as sebagai saksi mata pembantaian Karbala setelah peristiwa itu bertanggung jawab memimpin umat Islam. Beliau adalah Ali bin al-Husein as yang lebih dikenal dengan panggilan Sajjad. Pada peristiwa Karbala, beliau ditakdirkan oleh Allah Swt sebagai salah satu orang yang hidup demi melanjutkan pesan Asyura.
Sebagaimana telah diketahui, Imam Sajjad as adalah anak Imam Husein as yang lahir pada tahun 36 Hijriah. Beliau hidup hingga usia 57 tahun. Periode penting dalam hidup beliau dimulai di masa Imamah-nya pasca syahadah Imam Husein as. Ketika peristiwa Karbala terjadi, beliau dalam keadaan sakit. Itulah mengapa beliau waktu itu tidak pergi ke medan perang.
Hamid bin Muslim, sejarawan Karbala menulis, “Di hari Asyura, pasca kesyahidan Imam Husein as, pasukan Yazid mendatangi Ali bin Husein as yang tengah berada di atas pembaringan karena sakit. Mereka mendapat perintah untuk membunuh seluruh laki-laki dari keluarga Imam Husein as. Kedatangan mereka dengan niat membunuhnya. Tapi ketika melihatnya dalam kondisi sakit, mereka kemudian membiarkannya. Jelas di balik penyakit beliau di hari Asyura tersimpan rahasia ilahi, agar dapat melanjutkan jalan ayahnya.”
Pasca tragedi Karbala dan kesyahidan Imam Husein as, kondisi masyarakat Islam memasuki periode sensitif. Dari satu sisi, pelbagai dimensi kebangkitan Imam Husein as harus dijelaskan kepada masyarakat, sekaligus menghadapi propaganda bohong Bani Umayah. Sementara dari sisi lain, perjuangan melawan penyimpangan akidah dan moral harus dilakukan demi menegakkan nilai-nilai agama.
Dalam kondisi yang demikian, Imam Sajjad as menjalankan pelbagai programnya dengan mengatur skala prioritas. Pada awalnya, beliau menerapkan program jangka pendek untuk menenangkan kondisi penuh ketegangan pasca syahadah ayahnya. Dalam program ini, beliau menyampaikan pidato mencerahkan akan kebenaran jalan dan tujuan Imam Husein as. Sementara untuk program jangka panjang, beliau berusaha memperkaya pemikiran dan akhlak masyarakat Islam dengan mengajarkan ajaran murni Islam disertai prinsip-prinsip akidah.
Dalam peristiwa pasca Asyura disebutkan, pada 12 Muharam 61 Hijriah, rombongan tawanan Karbala yang terdiri dari perempuan dan anak-anak tiba di kota Kufah. Di antara tawanan itu ada dua pribadi agung; pertama Imam Sajjad as dan Sayidah Zainab as. Keberadaan keduanya mampu menenangkan para tawanan Karbala. Ketika rombongan memasuki kota Kufah, sudah banyak orang berkumpul di sana. Imam Sajjad as memanfaatkan kesempatan ini dengan menyampaikan pidatonya.
Beliau berkata, “Wahai warga Kufah! Saya Ali anak Husein. Anak dari orang yang kalian hancurkan kehormatannya. Ingat bahwa Allah Swt menyebutkan kebaikan kami Ahlul Bait. Kemenangan, keadilan dan ketakwaan bersama kami, sementara kesesatan dan kehancuran berada pada musuh kami. Apakah kalian tidak menulis surat berisi baiat kepada ayahku? Tapi kalian licik setelah itu dan bangkit menentangnya. Betapa perilaku dan pikiran kalian sangat buruk. Bila Rasulullah berkata mengapa kalian membunuh keturunanku, menghancurkan kehormatanku dan bukan umatku, bagaimana rupa kalian menangis di hadapannya?”
Di lain waktu, ketika tiba di Syam (Suriah saat ini), pusat kekuasaan Yazid, beliau menyampaikan pidato. Sedemikian tegas pidato yang disampaikan, sehingga pemerintah Bani Umayah menghadapi kondisi yang tidak pernah diprediksi sebelumnya. Pidato beliau sangat mempengaruhi opini masyarakat waktu itu. Pidato Imam Sajjad as dan Sayidah Zainab as di istana Yazid mampu menyadarkan masyarakat, sehingga sebagian orang setelah mendengar langsung bangkit memrotes Yazid.
Dalam pidatonya, beliau berkata, “Wahai warga Syam! Barang siapa yang mengenalku, berarti telah mengenalku. Tapi mereka yang tidak tahu siapa saya, perlu mengetahui bahwa saya putra dari sanjungan kalian. Pribadi yang paling baik dalam menunaikan haji. Putra dari orang yang pergi Mi’raj bersama Jibril dan shalat bersama para malaikat. Ia sang penerima wahyu. Saya putra wanita terbaik di dua dunia, Fathimah az-Zahra as. Saya putra orang yang syahid berlumuran darah di tanah Karbala.”
Ketika pidatonya sampai pada ucapan tersebut, masyarakat yang mendengarnya sangat terpengaruh, sehingga sebagian berteriak sedih. Pidato yang menjelaskan hakikat dirinya mampu membangkitkan kebencian masyarakat kepada Bani Umayah. Yazid yang menyaksikan kondisi berubah dari yang diinginkannya sangat khawatir. Untuk menghentikan pidato Imam Sajjad as dan mengubah keadaan, ia memerintahkan seseorang untuk mengumandangkan azan.
Ketika mendengar suara azan, Imam Sajjad as diam mendengarkannya. Ketika ucapan muazin sampai pada kalimat “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”, dengan segera Imam Sajjad as menatap Yazid. Beliau berkata, “Apakah Nabi yang disebutkan dalam azan itu kakekku atau kakekmu? Bila engkau menjawab itu adalah kakekku, semua orang tahu bahwa engkau telah berdusta. Dan bila engkau mengatakan itu adalah kakekmu, lalu apa dosa ayahku yang merupakan cucu Nabi Saw, sehingga kau bunuh, hartanya kau rampas dan istrinya kau tawan? Betapa celakanya engkau di Hari Kiamat!”
Disebutkan bahwa Ahlul Bait Imam Husein as di pertemuan itu membawakan kidung kesedihan tentang Imam Husein as dan syuhada Karbala. Yazid yang berusaha memanfaatkan kondisi tersebut untuk meningkatkan popularitasnya ternyata harus menerima kenyataan yang lain. Tapi tetap saja berusaha untuk membohongi masyarakat. Yazid mengubah strateginya dengan mencoba mendekat para tawanan dan memberikan penghormatannya kepada mereka.
Yazid jelas takut masyarakat bangkit melawan kekuasaannya. Oleh karenanya ia berusaha menenangkan para tawanan. Menurutnya, apa yang dilakukannya dapat menutupi dosanya. Untuk itu ia menerima permintaan para tawanan membacakan kidung kesedihan tentang Imam Husein as dan syuhada Karbala.
Yazid mempersiapkan sebuah tempat bernama Dar al-Hijarah. Para tawanan selama sepekan berada di sana membacakan kidung kesedihan. Masyarakat mulai berdatangan dan perlahan-lahan masyarakat semakin tahu akan hakikat kebangkitan Imam Husein as. Yazid semakin ketakutan menyaksikan apa yang terjadi. Ia terpaksa memindahkan para tawanan ke Madinah.
Di Madinah, Imam Sajjad as kembali melaksanakan tanggung jawab yang diembannya. Masyarakat Madinah menyambut mereka. Di tengah masyarakat Madinah, Imam Sajjad as naik ke mimbar dan menyampaikan pidatonya.
Setelah mengucapkan puji-pujian kepada Allah Swt, beliau berkata, “Wahai warga Madinah! Allah Swt menguji kami dengan musibah yang agung. Tidak ada musibah yang dapat menyamainya. Wahai warga Madinah! Siapa yang hatinya dapat bergembira ketika mendengar tragedi besar ini? Hati siapa yang tidak sedih setelah mengetahui kesyahidan Husein bin Ali as? Mata siapa yang tidak menangis? Kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari musibah luar biasa ini. Kami mengorbankan jiwa di jalan Allah demi menghadapi segala musibah. Karena kami tahu Allah akan membalas semuanya.”(IRIB Indonesia)
source : irib