Bagaimana kita bisa memahami keindahan Asyura dan
memahami makna ucapan Sayidah Zainab as. yang
berbunyi, “Aku tidak melihat apa-apa selain
keindahan.”?[1]
Jika terkadang, sebagaimana yang diungkapkan sebagian
orang, dikatakan bahwa keagungan ada pada cara
memandang dan bukan pada apa yang dipandang, maka
keindahan pun juga demikian, keindahan terkadang ada
pada cara memandang meskipun tidak ada keindapan pada
apa yang dipandang.
Ketika seseorang memandang dunia ini dengan kacamata
Nidzam Ahsan, maka ia akan melihat banyak hal dan ia
melihat semuanya indah; sehingga ia tidak perlu
kebingungan lagi untuk memandang alam semesta dari
sudut pandang yang mana.
Keindahan dalam hidup selain memberikan ketenangan
dalam jiwa, ia juga memberikan kelanggengan dan
kekuatan untuk memikul beban berat serta kesusahan.
Jika kita memandang Asyura dengan cara pandang yang
indah, sebagaimana Sayidah Zainab as. memandang, maka
peristiwa itu memanglah indah.
Kata-kata Sayidah Zainab as., “Aku tidak melihat
apapun selain keindahan.” adalah ungkapan yang pernah
dikatakan oleh Imam Husain as. bahwa apapun yang akan
terjadi, baik kalah atau mati, semuanya adalah
kebaikan.[2]
Seorang adik memandang Asyura dengan pandangan
keindahan dan kakaknya memandang apa yang dilakukannya
dengan pandangan kebaikan; keduanya saling
menyempurnakan. Banyak sekali perwujudan keindahan
dalam peristiwa Asyura yang mana di sini kita akan
menyinggung beberapa di antaranya:
1. Simbol Kesempurnaan Insani
Seorang manusia dapat terbukti apakah ia telah
mencapai kesempurnaannya, menyatu dengan Tuhannya,
fana pada dzat—Nya, ketika ia berada di medan amal.
Pada peristiwa Karbala terlukis sampai setinggi
manakah derajat seorang manusia. Pada peristiwa
tersebut terbukti bahwa Imam Husain as. adalah figut
kesempurnaan. Poin penting ini begitu indah bagi para
pencari makna peristiwa Asyura.
2. Keindahan Ridha Akan Qadha
Dalam perjalanan maknawiah ifrani, mencapai maqam
keridhaan terhadap qadha Ilahi adalah perjalanan yang
sangat berat dan sukar. Tak perlu heran jika Sayidah
Zainab as. memandang semua yang terjadi di hari Asyura
indah; karena beliau melihat indahnya lukisan yang
menggambarkan Imam Husain as. dan para sahabatnya
telah mencapai derajat keridhaan ini.
Sesungguhnya Imam Husain as. dan para sahabatnya sama
seperti kita; mereka menyukai kesenangan dan membenci
kesusahan. Tapi mereka ridha dengan apa yang
digariskan Tuhan. Karbala menggambarkan keridhaan
mereka. Imam Husain as. di akhir nafasnya berkata, “Ya
Allah, aku ridha dengan qadha-Mu.” Beliau juga pernah
mewasiatkan kepada saudarinya Sayidah Zainab as. dan
berkata, “Relakanlah dan ridhalah atas qadha Allah.”
Derajat keirfanan ini adalah derajat yang sangat
tinggi; yakni tidak menganggap diri sebagai apa-apa
dan hanya melihat Allah serta menganggap selain-Nya
hampa. Dalam khutbahnya ketika beliau memulai
perjalanannya menuju Kufah, beliau berkata, “Kerdihaan
Allah adalah keridhaan Ahlul Bait.”[3]
Inilah dasar kecintaan Al Husain as. dan adiknya
Sayidah Zainab as. tidak memandangnya kecuali sebagai
suatu keindahan.
3. Melukiskan Kebenaran dan Kebatilan
Salah satu keindahan Asyura adalah terlukiskannya
garis-garis kebenaran dan kebatilan, terlukiskannya
sifat-sifat manusia bersifat malaikat dan manusia
bersifat iblis.
Ketika kebenaran dan kebatilan bercampur, kegelapan
yang dimiliki kebatilan membuat cahaya kebenaran
terselimut kabut. Keindahan Asyura adalah, Imam Husain
as. menyalakan lilin yang bercahaya terang benderang
sehingga nampak jelas perbedaan jalan yang benar dan
salah serta menyingkap keburukan musuh-musuh Allah
sehingga tidak ada lagi keburukan yang mengakar.
Inilah keindahan.
Asyura ibarat sebuah lukisan berharga yang
menggambarkan jalur kebenaran dan kebatilan,
memisahkan antara pemeluk Islam yang sejati dari
musli-muslim munafik. Jikalau pengorbanan Imam Husain
as. itu pun kurang menyingkap tira-tirai yang mentupi
kebatilan, khutbah-khutbah Zainab as. di Syam dan
Kufah lah yang telah menyingkapnya sehingga semuanya
nampak jelas di mata umat Muhammad saw. Inilah
keindahan Asyura.
4. Indahnya Kemenangan Hakiki
Salah satu keindahan Asyura adalah munculnya
pengertian baru tentang kemenangan. Selama ini banyak
yang berfikiran salah, mereka menganggap kemenangan
adalah kemenangan militer dan kekalahan adalah
kematian. Asyura membuktikan bahwa keterzaliman, darah
dan kematian di jalan Allah dapat menjadi tombak
kemenangan. Imam Husain as. telah mencapai
kemenangannya dengan peristiwa Asyura; dan betapa
indah kemenangan itu.
Inilah arti kemenangan darah atas pedang-pedang yang
juga pernah disinggung oleh Imam Khumaini dalam
peristiwa revolusi, “Bangsa yang menganggap kesyahidan
sebagai kebahagiaan adalah bangsa yang menang… Kita
menang dalam membunuh dan dibunuh di jalan Allah.”[4]
Orang yang menjalankan tugasnya, dia adalah orang yang
menang dan kemenangan itu adalah kemenangan hakikinya.
Pola pikir seperti inilah yang dimiliki oleh Imam
Husain as., Imam Sajjad as. dan Sayidah Zainab as. Di
mata mereka, meskipun secara lahiriah semua yang
terjadi di hari Asyura menyakitkan, tapi karena
tegaknya Islam hanya dengan cara pengorbanan tersebut,
maka kepahitan itu terasa manis dan indah.
Ketika Ibrahim bin Talhah bertanya kepada Imam Sajjad
as., “Siapakah yang menang?” Beliau menjawab, “Ketika
tiba waktu shalat, kumandangkan adzan dan iqamah, lalu
saat itulah engkau tahu siapa yang menang.”[5] Inilah
keindahan Asyura.
5. Berjalan di Jalur Masyiyah Tuhan
Tidak ada yang lebih indah dari seorang hamba yang
berusaha berperilaku sesuai dengan masyiyah dan
kehendak Allah. Telah tertulis di lauhul mahfudz bahwa
Imam Husain as. serta para sahabatnya terbunuh dan
Sayidah Zainab as. ditawan; dan betapa indah melihat
sekelompok orang seperti mereka berjalan di jalan yang
telah digariskan?
Bukankah sebelumnya secara ghaib Imam Husain as. telah
diberitahu bahwa Allah ingin melihatnya mati syahid?
Bukankah masyiyah Allah menghnedaki keturunan suci
Rasulullah ditawan demi tegaknya agama-Nya? Lalu untuk
apa bersedih akan kematian dan penawanan ini?
Keduanya harus dilaksanakan demi tegaknya agama
Rasulullah saw.; itupun dengan penuh cinta dan sabar!
Bagi Sayidah Zainab as. betapa indah perjalanan yang
mereka lakukan tersebut sesuai dengan apa yang
temaktub di lauhul mahfudz. Ia memandang segala yang
terjadi dari awal hingga akhir sebagai perwujudan apa
yang termaktub di sisi Allah. Ia melihat semua itu
indah. Apakah jika kita memandang Asyura dengan sudut
pandang seperti ini kita tidak menemukan keindahan di
dalamnya?
6. Malam-Malam Penuh Keindahan
Peristiwa ini adalah salah satu manifestasi keindahan.
Mereka adalah orang-orang yang memilih untuk berhenti
dan diam—yang merupakan symbol kesetiaan dan
pengorbanan—ketika berhadapan dengan dua persimpangan
jalan. Mereka lebih memilih untuk menyertai Imam
Husain as. dan di mata mereka hidup tanpa Al Husain
as. adalah kematian dan kehinaan.
Banyak keindahan yang dapat kita temukan di Asyura.
Kita mendengar pujian Imam Husain as. terhadap para
sahabatnya yang setia, bincang-bincang beliau dengan
Qasim, para sahabat yang tidak tidur semalaman hingga
pagi hari, terdengarnya tilawah Qur’an dari bibir-
bibir sahabat di setiap kemah, ungkapan kesetiaan para
sahabat di hadapan Sayidah Zainab as. dan Imam Husain
as., semua itu sangatlah indah; bangaimana Sayidah
Zainab as. tidak melihat keindahan?
Perjuangan Imam Husain as. menjadi suri tauladan bagi
perjuangan-perjuangan melawan kebatilan yang lainnya;
bukankah ini keindahan?
Detik-detik Asyura telah berubah menjadi pelajaran-
pelajaran berharga bagi umat manusia tentang
kebebasan, kesetiaan, iman, keberanian, pemahaman dan
lain sebagainya; apakah ini bukan keindahan?
Darah yang tertumpah di hari itu telah menjadi cambuk
adzab bagi kezaliman dan orang-orang yang zalim;
bukankah ini keindahan?
Musuh-musuh Allah mengira bahwa dengan membantai Imam
Husain as. beserta sahabatnya mereka dapat menggapai
impian mereka. Tapi di mata Sayidah Zainab as., justru
mereka telah menggali kuburan untuk diri mereka
sendiri. Justru cahaya Ahlul Bait as. semakin bersinar
terang mengalahkan gemerlap sinar yang lainnya; nama
mereka kekal dikenang dan agama Allah tegak terjaga.
Sayidah Zainab as. mengerti arti semua pengorbanan
besar ini. Dengan jiwa yang besar, ketika wali Kufah
dengan lidah najisnya berkata, “Apa pendapatmu
terhadap apa yang telah dilakukan Tuhan terhadap
saudara dan keluargamu?”, beliau menjawab, “Aku tidak
melihat apapun selain keindahan.”
CATATAN :
[1] Jawaban permasalahan ini adalah penjelasan Jawad
Muhadisi.
[2] A’yanus Syiah, jilid 1, halaman 597.
[3] Mausu’ah Kalimatil Imam Husain as, halaman 328.
[4] Sahife e Nur, jilid 13, halaman 65.
[5] Amali, Syaikh Thusi, halaman 66.
source : alhassanain