Al-Masih diserap dari masaha yang berarti: ia menyapu bersih kotoran dari barang itu dengan tangannya; ia mengurapinya (menggosoknya) dengan minyak; ia berjalan di muka bumi; Tuhan memberkatinya (Aqrab-ul-Mawarid). Jadi, Masih berarti: (1) orang yang diurapi; (2) orang yang banyak mengadakan perjalanan; (3) orang yang diberkati. Al-Masih adalah bentuk kata Arab dari Mesiah yang sama dengan Masyiah dalam bahasa Ibrani, artinya orang yang diurapi [dalam upacara pembaptisan, Pent.] (Encuclopaedia Biblica; Encyclopaedia of Religions & Ethics).
Masih seperti disebut di atas berarti pula “yang diurapi” , karena kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tidak sebagaimana lazimnya sehingga mudah dipandang tidak sah, maka untuk melenyapkan tuduhan yang mungkin dilancarkan beliau disebut “telah diurapi” dengan urapan Allah Swt. Sendiri, sama seperti para nabi Allah semuanya telah diurapi (disucikan).
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. diberi nama Al-Masih karena beliau banyak mengadakan perjalanan mencari 10 suku-suku (domba-domba) Israil yang hilang (tercerai-berai) di luar Palestina. Tetapi kalau mengikuti penuturan Injil, tugas beliau hanya terbatas untuk masa 3 tahun saja, dan perjalanan beliau hanya ke beberapa kota Palestina atau Suriah saja, sebab ketika itu di Palestina hanya ada 2 suku Bani Israil, dengan demikian gelar Masih itu sekali-kali tidak cocok bagi beliau.
Penyelidikan sejarah akhir-akhir ini telah membuktikan, bahwa sesudah beliau pulih dari rasa terkejut dan luka-luka akibat penyaliban (QS.4:158-159), Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. menempuh perjalanan jauh ke negeri-negeri sebelah timur dan akhirnya sampai ke Kasymir untuk menyampaikan amanat Ilahi kepada suku-suku Bani Israil yang hilang dan tinggal di bagian-bagian negeri itu.
Kepergian Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dari Palestina tersebut sangat wajar sekali, sebab (1) kalau beliau tetap berada di wilayah Palestina pasti akan ditangkap kembali dan dibunuh oleh para ulama Yahudi; (2) beliau harus menggenapi gelar sebagai Al-Masih (Mesiah/Mesias) yakni melakukan pengembaraan mencari “10 domba (suku) Israil” yang hilang, yang harus berliau “gembalakan” (Yohanes 10:11-17).
Dalam firman Allah Swt. berikut ini Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. pada akhir pengembaraan beliau yang lama dan panjang telah diberi perlindungan oleh Allah Swt. di suatu dataran tinggi pegunungan Himalaya di wilayah Kasymir, firman-Nya:
وَ جَعَلۡنَا ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ اُمَّہٗۤ اٰیَۃً وَّ اٰوَیۡنٰہُمَاۤ اِلٰی رَبۡوَۃٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَّ مَعِیۡنٍ ﴿٪﴾
Dan Kami menjadikan Ibnu Maryam dan ibunya suatu Tanda, dan Kami melindungi keduanya ke suatu dataran yang tinggi yang memiliki lembah-lembah hijau dan sumber-sumber mata air yang mengalir. (Al-Mu’minun [23]:51).
Dengan demikian tidak benar bahwa setelah mengalami peristiwa penyaliban lalu Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. naik ke langit (ke Surga) meninggalkan ibunya dan para pengikutnya di dunia ini – termasuk kesepuluh “domba-domba” (suku-suku) Bani Israil yang bercerai-berai di luar “kandang” (Palestina) – karena kisah yang dibuat-buat mengenai kenaikan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tersebut bukan saja bertentangan dengan makna kata (gelar) Al-Masih (Mesiah/Messias), juga bertentangan dengan pengakuan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. sendiri sebagai “gembala yang baik” yang akan mencari “domba-domba gembalaannya” yang tersesat di permukaan bumi ini, walau pun harus mengorbankan nyawa sekali pun (Injil Yohanes 10:11-16).