Indonesian
Thursday 28th of November 2024
0
نفر 0

Tertawakan Saja Sanksi-Sanksi Barat!

Iran disanksi lebih berat, harga valuta gila-gilaan, semua harga barang naik, dan siaran satelit Iran di luar negeri diputus." Kira-kira demikian obrolan yang pasti mengalir dalam pembicaraan setiap warga Iran. Saya akan memulai cerita tentang sekilas kondisi di Iran sekarang dengan percakapan saya bersama seorang sopir antar-jemput kantor
Tertawakan Saja Sanksi-Sanksi Barat!

"Iran disanksi lebih berat, harga valuta gila-gilaan, semua harga barang naik, dan siaran satelit Iran di luar negeri diputus." Kira-kira demikian obrolan yang pasti mengalir dalam pembicaraan setiap warga Iran.
 


Saya akan memulai cerita tentang sekilas kondisi di Iran sekarang dengan percakapan saya bersama seorang sopir antar-jemput kantor tempat saya bekerja. Sopir yang menjemput saya petang itu adalah Ahmadi. Dia termasuk sopir yang humoris. Bersama Ahmadi saya tidak perlu mencari  topik obrolan sepanjang perjalanan. Saya bertanya tentang kondisi di Iran saat ini dan berbagai kesulitan yang dihadapi warga akibat "paket sanksi" baru yang diberlakukan Amerika Serikat dan kroninya di Eropa terhadap Republik Islam.
 


Ahmadi tidak langsung menjawab pertanyaan saya. Dia diam dan tatapan matanya berubah serius menerawang ke depan. Tapi tidak lama kemudian, pak Ahmadi menjawab, "Saudaraku, apakah kamu pernah mendengar kisah bahwa Allah Swt tertawa di dua kondisi?"
 


Menarik sekali pertanyaannya, tapi saya tidak tahu jawabannya dan segera saya menanyakan kembali.
 


"Pertama, ketika semua manusia menginginkan sesuatu terjadi di saat Allah Swt tidak mengijinkan hal itu terjadi. Kedua ketika semua manusia tidak ingin sesuatu terjadi sementara Allah Swt menghendaki hal itu terjadi. Jadi  maksud saya, mereka [Barat] boleh jadi menginginkan sesuatu yang buruk terjadi pada kita, tapi memangnya siapa mereka. Kalau Allah tidak menghendaki, satu kerikil pun tidak ada yang akan terangkat," katanya.
 


Jawaban itu memang pantas keluar dari Ahmadi, seorang veteran Perang Pertahanan Suci selama delapan tahun melawan agresi rezim Irak. Sebelumnya saya mendengar kisah-kisah pengalaman perangnya. Ketika rezim Saddam menyerang Iran, usia Ahmadi belum cukup untuk mendapat seragam dan terjun ke medan perang. Akan tetapi dengan bekal kecintaan terhadap negaranya dan sedikit trik, dia akhirnya berhasil menyusup dalam barisan para pejuang. Sejak itu, dia tidak pernah pulang atau menggunakan cutinya sampai perang berakhir dan rezim Saddam kalah perang.
 


"Kami pernah menghadapi situasi yang lebih buruk dari ini pasca kemenangan Revolusi [Islam] dan perang. Kala itu, kami bahkan terpaksa harus menembak dengan hati-hati, satu peluru saja sangat berarti bagi kami karena kami disanksi sementara rezim Saddam mendapat bantuan dari semua negara dunia. Sebenarnya kami waktu itu sedang berperang dengan seluruh dunia. Tapi Allah menghendaki kami menang. Sekarang pun juga demikian," jelas Ahmadi.
 


Dalam laporan ini saya tidak terlalu mengandalkan data statistik atau deretan angka dalam menjelaskan kondisi di Iran pasca gelombang baru sanksi Eropa dan Barat. Laporan ini lebih memfokuskan pada fakta di lapangan dan terkadang menyebutkan sejumlah kutipan berita.
 


Mulai Ancaman Serangan Sampai Sanksi
 


Bagi Anda yang mengikuti perkembangan di Timur Tengah, tentu berita-berita tentang ancaman serangan oleh Israel atau "opsi militer" yang dikoarkan Amerika Serikat terhadap Iran tidak akan luput dari pemantauan Anda. Beberapa bulan sebelum pilpres Amerika Serikat, para pejabat Washington gencar mempropagandakan "opsi militer" terhadap Iran atas program nuklirnya. Di lain pihak, para politisi rezim Zionis Israel tampil lebih garang dengan mengancam akan melancarkan serangan meski tanpa persetujuan Amerika Serikat.
 


Langsung muncul ketidakstabilan di pasar valuta asing Iran. Menyusul isu serangan Israel itu nilai tukar rial Iran jatuh di hadapan dolar Amerika atau euro. Republik Islam Iran mereaksinya dengan menggelar berbagai manuver darat, udara, dan laut, mementaskan kemampuan dan kesiapannya menghadapi segala ancaman. Saya menilai berbagai manuver itu seolah Iran sedang menantang AS dan Israel, "Ayo maju kalau berani!"
 


Manuver itu dibarengi dengan pernyataan para pejabat Iran yang meyakinkan bahwa ancaman-ancaman dari Amerika Serikat dan Israel, tidak lebih dari perang urat saraf. Maka dengan demikian pasar valas di Iran tenang kembali dan isu ancaman serangan AS dan Israel pun memudar.
 


Apalagi setelah operasi penyusupan pesawat tanpa awak milik Gerakan Muqawama Islam Lebanon (Hizbullah) ke zona udara Israel. Melalui pesawat tanpa awak made in Iran di tangan Hizbullah itu, Republik Islam meruntuhkan semua atribut kedigdayaan militer Israel di mata masyarakat dunia. Rezim Zionis menghadapi serangan "checkmate" dari Iran.
 


Klaim-klaim ancaman serangan ke Iran terpaksa diakhiri secara menyedihkan oleh Israel maupun Amerika Serikat. Tidak ada lagi pilihan kecuali mengandalkan sanksi dan memperketatnya.
 


Pasca Sanksi Baru
 


Amerika Serikat dan Eropa meningkatkan sanksinya dengan menarget sektor minyak dan perbankan Iran. Singkatnya, AS dan Eropa melarang negara-negara dunia membeli minyak atau bertransaksi dengan bank-bank Iran. Imbasnya, pasar valas di Iran kembali bergejolak dan nilai tukar rial anjlok. Harga-harga barang naik seiring dengan tingginya nilai tukar dolar. Salah satu pemicunya adalah karena Iran kesulitan mendapatkan valuta asing setelah menjual minyak mentahnya, mengingat bank-bank dunia tidak ingin mereka dihukum oleh Amerika Serikat maupun Eropa.
 


Memang benar bahwa sanksi bukan hal baru bagi Iran dan negara ini sudah menghadapinya sejak kemenangan Revolusi Islam Iran. Lalu mengapa tidak seperti sebelumnya, sanksi kali ini sampai menimbulkan krisis valas dan melambungkan harga-harga barang dan jasa
 


Kesiapan pertahanan Iran menghadapi kelancangan musuhnya yang nekat menyerang, memang tidak perlu diragukan, akan tetapi Iran tampak kewalahan menghadapi serangan di sektor ekonomi. Hal ini juga telah diakui oleh para pejabat Iran sendiri. Sebenarnya alur gerakan Barat telah terbaca oleh Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei, sejak lima tahun lalu.
 


Tanggal 1 Farvardin 1387 HS atau 20 Maret 2008, Rahbar menetapkan tahun itu sebagai Tahun Inovasi dan Perkembangan. Tahun berikutnya, Tahun Reformasi Pola Konsumsi, disusul dengan Tahun Tekad Ganda dan Kerja Ganda. Kemudian Rahbar menetapkan tahun berikutnya sebagai Tahun Jihad Ekonomi, dan tahun ini sebagai Tahun Produksi Nasional dan Perlindungan Kerja dan Investasi Iran.
 


Sejak lima tahun lalu pemerintah Iran telah menggenjot kinerja dan program kerjanya sesuai dengan nama tahun-tahun tersebut. Termasuk di antara keberhasilan besar Iran dalam lima tahun ini adalah mengurangi secara drastis ketergantungannya pada impor bahan bakar minyak dari luar negeri. Para pengamat berpendapat bahwa tanpa persiapan tersebut, perekonomian Iran akan lumpuh menghadapi ketatnya sanksi sekarang ini.
 


Meski belum mampu mematahkan sanksi Barat secara penuh, namun dengan cepat para pejabat Iran mengambil langkah-langkah antisipasi. Demi fokus pada pasar dalam negeri, pemerintah Iran telah melarang ekspor puluhan jenis produk dalam negeri termasuk semua jenis obat-obatan dan produk kedokteran.
 


Dalam surat perintah yang dirilis 30 Oktober 2012 itu, 50 jenis produk termasuk gandum, terigu, gula, minyak goreng, susu, suku cadang otomotif, berbagai produk polymer, alumunium, logam, dan bensin, dilarang ekspor. Demikian juga sejumlah produk dalam negeri yang diproduksi dengan bahan baku impor, dan dibeli dengan nilai tukar valas yang ditetapkan pemerintah.
 


Perlu waktu sebelum pengaruh dari keputusan pemerintah itu dapat dirasakan masyarakat. Akan tetapi seperti yang telah ditekankan oleh Ayatullah Khamenei, pemerintah Iran sedang berjuang keras melawan sanksi dengan "Ekonomi Muqawama". Sebagian pihak menilai Ekonomi Muqawama ini tidak berbeda dengan politik penghematan, padahal Ekonomi Muqawama yang dimaksud Rahbar adalah sistem ekonomi resisten dan bukan sekedar  solusi parsial untuk krisis ekonomi seperti dalam politik penghematan. Sekali lagi, perlu waktu untuk menyaksikan keberhasilan sistem ekonomi ini.
 


Sebelum menutup laporan ini, saya akan menyinggung pernyataan Ayatullah Javadi Amoli, ulama terkemuka Iran, pada 11 November 2012, mereaksi sanksi Barat sebagai berikut:
 


"Allah Swt membantu Iran mengatur negaranya dengan minyak seharga delapan dolar per barelnya kala itu. Tuhan yang sama juga masih ada saat ini."
 


Kembali saya teringat ucapan Ahmadi ketika Allah menertawakan kesombongan manusia. Wallahua'lam.


source : irib
0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Doa Ahli-ahli Sihir Yang Beriman
Sayyidah Fathimah az Zahra; Biografi dan Kepribadiannya
Silaturrahim Memanjangkan Umur
Bertindak yang Benar Pada Orang-Orang Jahil
Majelis Duka Husaini pada Malam Pertama Muharram di Masyhad
Antisipasi Perusakan Lingkungan Hidup Akibat Perang
Rahbar: Tarian Kucing AS anti Sepah Pasdaran Sia-sia
Deklarasi Bersama Pulangkan Pengungsi Sampang
Imam Askari, Pribadi Suci Rujukan Umat
Lapang Dada, Bekal Terbaik dalam Memikul Beban Kehidupan

 
user comment