Atmosfer sosial manusia dipengaruhi oleh berbagai
peristiwa besar maupun kecil, seperti gelombang laut
yang diguncang badai. Dalam konteks kehidupan sosial
masyarakat, gelombang sosial yang paling hidup adalah
gerakan religius yang berasal dari substansi kehidupan
dan fitrah manusia.
Gelombang kebangkitan Islam di Timur Tengah yang
disertai pekikan Allahu Akbar merupakan contoh nyata
dari gerakan tersebut. Kebangkitan rakyat di negara-
negara Islam tidak muncul simsalabim, tapi melalui
sebuah proses yang telah disiapkan sebelumnya. Para
pemikir dan ulama memainkan peran besar dalam
independensi bangsa-bangsa dunia, dan menghidupkan
pemikiran agama dalam konteks kekinian.
Syahid Muthahhari merupakan salah satu pemikir yang
telah menghadiahkan kehidupannya untuk menghidupkan
agama di era modern dewasa ini. Ia dikenal sebagai
orang yang sangat cerdas, santun dan tinggi ilmunya.
Beliau mempersembahkan kehidupannya demi kemuliaan
umat manusia.
Syahid Muthahhari lahir tanggal 13 Bahman 1298 HS(3
Februari 1920) di Fariman, Provinsi Khorasan dalam
sebuah keluarga agamis. Beliau menyelesaikan masa
kecilnya di Fariman dan menamatkan sekolah dasar di
sana. Pada usia 12 tahun beliau pergi ke Mashad dan
belajar di hawzah ilmiah. Kemudian melanjutkan
pendidikannya ke Qom. Selama 15 tahun tinggal di Qom
beliau belajar pada Ayatollah Boroujerdi, Imam
Khomeini dan Allamah Thaba’thaba’i.
Syahid Muthahhari piawai menjelaskan berbagai dimensi
Islam kepada generasi muda. Di bidang yang digelutinya
ini Syahid Muthahhari berhasil menarik banyak pemuda
dan kalangan akademik untuk mengenal keindahan
pemikiran Islam.
Karakteristik yang membedakan Syahid Muthahhari dari
para pemikir lainnya adalah beliau berbicara dengan
bahasa kontemporer dan menguasai fenomena yang ada
dalam bingkai situasi dan kondisi kekinian. Dengan
mencermati sebagian pemikiran khurafat dan menyimpang
telah mengotori wajah Islam, Syahid Muthahhari dengan
penjelasan argumentatifnya berusaha menjelaskan
hakikat Islam.
Selain sebagai seorang pemikir dan filosof, Syahid
Muthahhari juga dikenal sebagai seorang aktifis
Revolusi Islam. Ia bangkit berjuang untuk membela
Islam dengan pemikiran besarnya demi menghapus
penyelewengan dan upaya mencomot ajaran agama sesuai
selera.
Beliau menjelaskan ajaran-ajaran Islam baik lewat
metode rasional maupun tekstual sehingga membuatnya
menjadi seorang pembaharu besar dan simbol sempurna
pemikir Islam di masa ini. Syahid Muthahhari dapat
disebut arsitek terbesar bangunan pemikiran dan sistem
Islam. Berbagai tema dan kajian yang dibahasnya sangat
relevan dengan persoalan yang dihadapi umat Islam saat
ini dan bisa dijadikan sebagai solusi.
Arnold Tonybee, sejarawan Inggris pernah mengatakan,
“Apa yang menyebabkan sebuah peradaban mati adalah
karena para pemimpin dan penguasanya mengulang jawaban
lama untuk penyelesaian permasalah baru.”
Mutahhari senantiasa menampilkan jawaban terhadap
berbagai masalah kekinian dengan cara-cara baru dan
mencerahkan. Di bidang filsafat Islam, Muthahari
berhasil melakukan terobosan baru. Di bidang fiqih, ia
berijtihad mengenai berbagai persoalan hukum kekinian.
Muthahhari berkeyakinan bahwa agama adalah sumber
kehidupan yang jernih dan menyegarkan bagi manusia.
Menurut Muthahhari, ajaran Islam adalah yang paling
komprehensif, sempurna, dan terus hidup sepanjang
zaman. Ajaran Islam juga dapat disesuaikan dengan
tuntutan pada zamannya. Masalah inilah yang ditekankan
beliau dalam bukunya berjudul ‘Matahari Agama, Tidak
Akan Pernah Terbenam’. Ditegaskannya bahwa, fenomena
sosial dapat dikokohkan jika disesuaikan dengan
tuntutan masyarakatnya. Artinya, fenomena tersebut
harus muncul dari dalam hati dan fitrah setiap manusia
dan harus sesuai dengan tuntutannya.
Mengenai penyakit masyarakat, Muthahhari
mengkhawatirka dua hal yaitu kejumudan dan kebodohan.
Dia mengatakan, dua penyakit berbahaya yang mengancam
umat manusia adalah penyakit jumud dan kebodohan.
Muthahhari dalam karyanya, “Pengantar Pandangan Dunia
Islam” menyebutkan bahwa akar sistem Islam yang
independen dan kokoh mendorong gerakan masyarakat
menuju kebebasan dan kemerdekaan. Sejarah membuktikan
bahwa ajaran agama Islam dengan berbagai
karakteristiknya setiap abad semakin maju dan
berkembang dengan jumlah penganut yang semakin besar.
Al-Quran menjelaskan gerakan Islam dalam surat Fath
ayat 29, “… sifat-sifat mereka sebagaimana dijelaskan
dalam Injil, seperti tanaman yang mengeluarkan
tunasnya. maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat
lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas
pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-
penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang
mu’min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara
mereka ampunan dan pahala yang besar.”
Terkait gerakan kebangkitan sebuah masyarakat,
Mutahhari mengungkapkan urgensi identitas bangsa.
Sebuah bangsa yang tidak memiliki identitas
kebangsaannya, maka mereka tidak akan pernah bangkit
untuk melakukan sebuah revolusi untuk memrjuangkan
kemerdekaaannya. Beliau mengatakan, “Tidak ada modal
lebih tinggi dari ini. Modal tertinggi bagi sebuah
masyarakat harus mengetahui mengenai filsafat hidup
merdeka dan bangga dengan itu. Pada dasarnya menjaga
heroisme dalam masyarakat terjadi dalam hal ini.
Merugilah sebuah masyarakat yang tidak memilikinya.”
(Koleksi karya Muthahhari jilid 17 hal-53.)
Di bagian lain, Muthahari mengungkapkan, “Jika bangsa
Aljazair berhasil merdeka setelah lima puluh tahun
berjuang melawan imperialisme Prancis, itu disebabkan
karena mereka memiliki rasa herosime kebangsaan yang
tinggi. Ketika di benua lainnya sebuah bangsa berhasil
mengalahkan penjajah, itu juga disebabkan rasa
kebangsaan.”
Syahid Muthahhari menilai ajaran Islam sebagai faktor
pemicu utama gerakan melawan kezaliman dan
imperialisme. Beliau mengatakan, “Jangan melihat Islam
hanya sekedar agama yang terdiri dari lima huruf
belaka. Islam bertanggung jawab terhadap seluruh
masalah kerusakan sosial… Islam datang membentuk
sebuah masyarakat, membentuk pemerintahan dan
mereformasi dunia.” (Koleksi karya Muthahhari jilid 17
hal-53.)
source : alhassanain