Hari Natal merupakan hari raya umat Nasrani yang diperingati setiap tahun pada tanggal 25 Desember. Bagi mereka Natalan untuk memperingati hari kelahiran Putra Maryam Isa Al-Masih atau yang dikenal dengan Yesus Kristus di Bible. Isa Al-Masih di kalangan umat Islam sendiri dikenal sebagai Kalamullah atau Kalimat Allah dan bahkan Nabi Isa as dijadikan sebagai wasilah dalam tiap munajat doanya yang juga meyakini seluruh mukjizatnya. Memang ada sebagian paham umat Nasrani mengatakan bahwa Isa Al-Masih sebagai Putra Bapa atau sebagai Anak Tuhan. Dalam hal ketauhidan umat Islam hal ini bertentangan sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an ayat 171 surat An-Nisa.
Secara umum terdapat sekte Unitarian dan Trinitarian, hal ini cikal bakal terbentuknya perbedaan ideologi yang ada pada umat Nasrani. Kedua paham ini mempunyai pandangan yang berbeda mengenai Isa Al-Masih. Sekte Unitarian lebih condong terhadap paham monotheisme yaitu ketauhidan, dimana Isa Al-Masih sebagai Rasul-Nya bukan sebagai tuhan. Sedangkan sekte Trinitarian sebagai dasar paham Trinitas ini, meyakini bahwa Allah mempunyai tiga pribadi atau hipostasis yang sehakikat (konsubstansial) Bapa, Putra (Yesus Kristus) dan Roh Kudus sebagai Tuhan dalam tiga Pribadi Ilahi. Namun, kedua doktrin ini perlu kita pahami betul-betul agar kita tidak mudah mengkafirkan seseorang karena berbeda agama, karena umat Nasrani juga mengimani adanya Allah dan Rasul-Nya, demikian pula di dalam paham Unitarian dan Trinitas.
Saya tidak ingin menjabarkan lebih luas mengenai aqidah umat Nasrani maupun bagaimana pandangan Islam dalam perspektif tauhidnya. Saya akan lebih fokus membahas dari sisi adab dan moral kita agar dapat saling menghormati sesama umat beragama dalam menjaga kerukunan beragama di dalam masyarakat kita.
Untuk menguatkan argumentasi dalam tulisan ini, saya ingin mengambil contoh dari Kota Yerusalem, Palestina. Disana tempat awal mulanya muncul peradaban umat beragama. Palestina memiliki peradaban panjang dan kehidupan turun temurun mengenal agama-agama samawi lebih dekat, dan disana pula tempat lahirnya para nabi. Di Palestina, orang tidak bisa menebak agama seseorang dari namanya. Abdullah belum tentu Muslim. Isa dan Maryam belum tentu Kristen, sebab Nabi Isa dan ibunya, Maria, adalah nabi yang sangat dihormati di dunia Islam. Orang Palestina juga tidak bisa dibedakan agamanya berdasarkan model pakaian yang dikenakan.
Menurut Duta Besar Palestina, Fariz Mehdavi, saat Natal, orang yang datang ke sana akan mengira penduduknya mayoritas Kristen, sebab semua merayakan dengan meriah. Saat Idul Fitri, orang akan mengira warga Palestina semua Muslim. Yesus lahir di Bethlehem, Palestina. Kita bisa menilai bagaimana indahnya kerukunan di Palestina saat Natalan dan atau saat Idul Fitri. Kita bisa bayangkan bagaimana jika kerukunan yang terjadi di Palestina juga terjadi di Indonesia, sungguh indah untuk dibayangkan, bukan?
Mengenai Natalan ini saya pernah membaca sebuah artikel yang menceritakan saat Pemimpin Spritual Islam Iran, Imam Khomaini diasingkan ke Perancis. Saat itu beliau diasingkan oleh Reza Syah Pahlevi sebelum revolusi Iran agar tidak lagi berkomunikasi dengan pengikutnya. Banyak kejadian saat beliau berinteraksi langsung dengan masyarakat non-muslim di daerah terpencil itu.
Dokter asal Prancis, Dr. Louie yang masih remaja pada akhir tahun 1978, berkisah tentang kejadian di desa tempat tinggalnya, Neauphle le Chateau Prancis, sebagai tempat pengasingan Ayatullah Khomaini. Ia berkisah: Di malam kelahiran Yesus, kami sedang duduk untuk merayakannya, ketika tiba-tiba bel rumah berbunyi. Ayah menuju pintu dan aku mengikutinya. Seseorang dengan buket kembang dan sekotak permen, berkata, “Ini hadiah dari Ayatullah Khomeini. Dia mengucapkan selamat kepada kalian di hari kelahiran Yesus (as) dan menyampaikan maaf dengan hormat kalau mengganggu perayaan Natal dan kehadirannya mengganggu desa.” Ayah menerima bunga dan kotak permen itu. “Sampaikan terima kasih kepadanya.” Ayah berdiri kagum terharu pada semua cinta dan kasih sayang yang diberikan. Dia masuk ke ruangannya tanpa berkata apa-apa lagi. Beberapa menit kemudian aku mendengarnya menangis. Ibu bertanya apa yang terjadi. Aku bergegas menujunya untuk menjelaskan. “Tahun ini Al-Masih memberi kita hadiah bunga dan permen.
Peristiwa ini tidak hanya menginspirasi Dr. Louie di desa tersebut, tapi juga banyak warga lainnya yang terharu dengan merasakan indahnya cinta kasih Islam yang diekspresikan oleh salah satu tokoh spiritualnya.
Dalam kesempatan tersebut, Imam Khomeini menyampaikan pesan Natal kepada kaum Nasrani sebagai berikut, “Bismillahir Rahmanir Rahim. Saya mengucapkan selamat hari lahir Isa Al-Masih bagi semua bangsa yang tertindas di dunia, pengikut Masihi dan juga kaum Nasrani. Pada Isa Al-Masih semuanya adalah mukzijat. Satu mukjizat, beliau lahir dari ibu yang perawan. Satu mukjizat, beliau berbicara dalam buaian. Satu mukjizat, beliau membawa kedamaian, penyembuhan dan spiritualitas bagi manusia. Semuanya adalah mukjizat, dan semua anbiya adalah mukjizat, dan semuanya datang untuk membentuk manusia. Semua menginginkan manusia berjalan di jalan lurus Ilahi, semua menginginkan agar manusia hidup dalam lingkungan damai, sejahtera dan bersaudara.”
Sebagian umat Islam enggan mengucapkan selamat Natal, tahun baru bahkan untuk memperingati maulid nabinya sendiri. Menurut mereka hal itu tidak ada dalil yang mendasar dalam Al-Qur’an. Disisi lain, mereka juga tidak punya dalil yang mendasar mengenai perintah larangan untuk mengucapkan selamat Natal tersebut di dalam Al-Qur’an. Sedangkan interpretasi ucapan selamat Natal ditujukan kepada kelahiran manusia suci, yaitu Nabi Isa as. Oleh karena itu, mengapa dilarang mengucapkan selamat Natal jika tujuannya untuk menghormati keyakinan orang lain? Sedangkan Al-Qur’an dan sunnah mengajarkan kepada kita untuk saling toleransi kepada sesama manusia. Toh, larangan itu tidak berarti jika kita betul-betul yakin terhadap apa yang kita imani dapat menurunkan gradasi keimanan kita sebagai umat Islam, kita pun tidak akan terjerumus dalam kekufuran.