Imam Kadzim mengalami empat fase dinasti Abbasiyah,
yaitu: Khalifah Mansur, Mahdi, Hadi dan Harun.
Lembaran sejarah mengungkapkan bahwa Imam Musa Kadzim
mendekam di penjara selama 14 tahun. Penguasa lalim
saat itu menghendaki Imam Musa menghentikan
perlawanannya atas kezaliman. Bahkan Dinasti Abbasiah
menjanjikan akan memberikan harta yang melimpah setiap
bulan kepada Imam Musa. Namun beliau menolak usulan
tersebut dengan menyebutkan ayat 33 surat Yusuf,
"Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan
mereka kepadaku."
Fase kehidupan Imam Kadzim di era dinasti Abbasiyah
dipenuhi berbagai tekanan dari pemerintah zalim.
Meskipun demikian, Imam Kadzim sepanjang hidupnya
tetap aktif memberikan arahan dan petunjuk tentang
ajaran Islam dari Rasulullah Saw. Ibnu Hajar Haitsami,
salah satu pemuka Ahlu Sunnah berkata, Musa Kazim
pewaris ilmu-ilmu dari ayahnya dan memiliki keutamaan
serta kesempurnaan. Beliau mendapat gelar Kadzim
karena kesabaran beliau menghadapi cacian dan
kelapangan beliau memaafkan orang yang bersalah
kepadanya. Di zamannya, tidak ada orang yang
menandinginya baik dari sisi keilmuan maupun
ketakwaan.
Salah satu nasehat Imam Musa Kadzim mengenai
pentingnya ilmu agama, terutama marifatullah. Imam
Kadzim berkata, “Kenalilah Tuhan dalam beragama. Sebab
marifatullah dan fiqh adalah kunci pengetahuan dan
kesempurnaan ibadah.”
Dalam pesannya, Imam Kadzim menjelaskan urgensi agama
bagi kebahagiaan umat manusia dengan syarat memahami
dengan baik, terutama masalah marifatullah. Orang yang
menyelami agama dengan baik akan mengetahui mana jalan
yang benar dan mana yang sesat. Oleh karena itu,
kewajiban Muslim adalah memahami keyakinan
keagamaannya dengan sebaik-baiknya.
Di bagian lain nasehatnya, Imam Kadzim berkata, “Aku
membagi pengetahuan masyarakat terdiri dari empat
bagian. Pertama, kenalilah Tuhanmu. Kedua, ketahuilah
dengan dan untuk apa sesuatu itu. Ketiga, ketahuilah
apa yang diinginkan. Keempat, ketahuilah apa yang akan
membuatmu keluar dari agama.”
Nasehat Imam Kadzim tersebut menunjukkan keluasan
ilmu. Beliau juga menjelaskan ilmu apa yang akan
memberikan manfaat bagi manusia, terutama
kebahagiaannya sehingga menjadi prioritas untuk
dipelajari. Menurut Imam Kadzim, marifatullah, sebagai
ilmu yang paling penting. Sebab ilmu ini merupakan
kunci dari ilmu lainnya. Setelah mengenal Tuhan, kita
akan mensyukuri karunia-Nya yang melimpah. Pengetahuan
tentang karunia Tuhan membawa kita untuk mendalami
berbagai disiplin ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia.
Meskipun berada dalam tekanan penguasa lalim, Imam
Kadzim dengan berbagai cara melakukan penyadaran
kepada umat Islam mengenai sistem politik dan sosial
yang ideal berdasarkan ajaran Islam, sehingga
masyarakat pun memahami nilai-nilai Islam dalam
kehidupan sosial, termasuk dalam politik.
Di saat-saat sulit sekalipun, Imam Kadzim tetap
konsisten membimbing umat Islam baik secara langsung
maupun melalui para muridnya. Arahan dan bimbingan
Imam Kadzim tentu saja sangat berpengaruh bagi
masyarakat. Hisham bin Hakam adalah salah satu murid
Imam Kazim. Ia banyak meninggalkan karya di berbagai
ilmu. Imam kerap memberi nasehat kepada Hisham, salah
satunya berkenaan dengan dunia dan akhirat. Beliau
berkata, bukan dari kami orang yang rela menjual
akhiratnya demi dunia atau sebaliknya.
Pembahasan mengenai hubungan dunia dan akhirat telah
menjadi polemik sejak dahulu kala. Menyikapi masalah
ini, Imam Kadzim memandang dunia dan akhirat bukan
hanya tidak dapat dipisahkan, namun keduanya memiliki
hubungan sangat erat. Sebab dunia merupakan kesempatan
dan medan bagi manusia untuk mencapai kesempurnaan.
Oleh karena itu, dunia menjadi arena untuk mencapai
kebahagiaan di akhirat.
Menurut Imam Kadzim, sikap berlebih-lebihan dalam
masalah dunia dan akhirat berarti seseorang telah
keluar dari jalan Ahlul Bait. Dunia akan menjadi hina
ketika ia dijadikan sebagai tujuan oleh manusia, dan
manusia sangat bergantung dengannya. Ketika itu, dunia
berubah menjadi arena yang melalaikan manusia,
bukannya tempat untuk mencapai kesempurnaan.
Masyarakat ideal dalam pandangan Ahlul Bait adalah
masyarakat yang mampu menyeimbangkan antara akal,
emosi, ibadah, agama dan dunia serta tidak berlebih-
lebihan dalam menggunakannya.
Di sisi lain, Imam Kadzim menegaskan ajaran agama
sebagai dasar bagi aktivitas dunia. Dari sinilah kita
saksikan Imam Kadzim memprotes sikap Safwan bin Mahran
yang menyewakan unta-untanya kepada Harun al-Rashid,
pemimpin zalim untuk pergi haji. Beliau berkata,
"Wahai Safwan tindakanmu terpuji kecuali ketika kamu
menyewakan untamu kepada Harun al-Rashid."
Sepintas ketika Safwan bertransaksi dengan Harun hanya
sekedar masalah ekonomi. Namun dalam pandangan Imam
Kadzim, transaksi ekonomi yang dilakukan dengan
pemimpin zalim akan merusak kebahagiaan akhirat
seseorang. Ini adalah masalah yang senantiasa
diperingatkan Imam Kazim dengan sabda beliau, “Wahai
manusia! berhati-hatilah, jangan kalian rusak
akhiratmu dikarenakan dunia. Artinya jangan kalian
tenggelam dalam kenikmatan duniawi sehingga kalian
melupakan tujuan utama hidup kalian di dunia ini.”
Berkenaan dengan para penguasa zalim Imam Kadzim
berkata: "Barang siapa yang menghendaki mereka tetap
hidup, maka ia termasuk golongan mereka. Dan barang
siapa yang termasuk golongan mereka, maka ia akan
masuk neraka". Dengan demikian, Imam telah menentukan
sikap tegas terhadap pemerintahan Harun al-Rashid,
mengharamkan kerja sama dengannya dan melarang para
pengikutnya untuk bergantung kepada pemerintahannya.
Imam Kadzim sangat menekankan masalah evaluasi diri.
Beliau berkata, “Barang siapa yang mengevaluasi diri
dan perbuatannya, maka ia termasuk dari kami [Ahlul
Bait]. Jika melakukan perbuatan baik, mintalah taufik
dari Allah swt
untuk melakukan kebaikan lebih banyak lagi. Tapi, jika
melakukan keburukan, maka beristigfarlah dan mohon
ampunan dari Allah swt”. Sekali lagi, kami
mengucapkan selamat dan suka cita di hari kelahiran
Imam Musa Kadzim.
source : alhassanain