Pengaruh Agama Pada Jiwa
Dewasa ini, pembahasan mengenai agama dan pengaruh-pengaruhnya yang signifikan terhadap berbagai sisi kehidupan, merupakan sebuah topik yang banyak dibicarakan. Meskipun terdapat berbagai gambaran dan deskripsi mengenai agama, kehadiran agama dalam berbagai bidang, seperti politik, sosial, dan kemasyarakatan semakin hari semakin meluas, sehingga agama menjadi pusat perhatian banyak pihak.
Hingga kini, para ahli psikologi dan kejiwaan telah melakukan berbagai usaha di bidang, pengobatan penyakit-penyakit jiwa dan psikologis. Meskipun telah dilakukan berbagai metode medis yang mampu mencegah munculnya berbagai penyakit kejiwaan tersebut. Sebagian penelitian menunjukkan bahwa rata-rata orang-orang yang telah menjalani terapi pengobatan kejiwaan masih belum mencapai tingkat kesembuhan yang memuaskan. Sekelompok peneliti juga berusaha mencari jalan agar berbagai penyimpangan perilaku akibat penyakit kejiwaan tidak meluas dalam masyarakat, namun hingga kini mereka masih belum berhasil menemukan jalan tersebut.
Dalam satu atau dua dekade terakhir, muncul kecenderungan baru di kalangan para psikolog dalam usaha untuk menyembuhkan penyakit-penyakit kejiwaan. Kecenderungan baru ini merupakan hasil dari perhatian mereka yang lebih besar terhadap penggunaan agama dalam penyembuhan berbagai penyakit kejiwaan. Dari hasil penelitian yang mereka lakukan, mereka menemukan bahwa iman kepada Tuhan akan menumbuhkan semacam kekuatan spiritual kepada manusia dalam menerima beratnya beban kehidupan.
Kecenderungan kepada materialisme dan kehidupan serba mesin telah menimbulkan tekanan pada jiwa manusia. Itulah sebabnya, manusia dalam kondisi seperti itu akan berada dalam tekanan mental dan depresi, yang lama-kelamaan akan berkembang menjadi penyakit kejiwaan yang serius. William James, seorang filsuf dan ahli kejiwaan AS adalah orang pertama di dunia psikologi medis yang mengemukakan pentingnya pemanfaatan agama dalam terapi psikologi.
James berpendapat, "Iman, adalah obat yang paling mujarab dalam menyembuhkan depresi." Selanjutnya James mengatakan, "Di antara kita dan Tuhan terdapat sebuah hubungan yang tidak terputus. Jika kita meletakkan diri di bawah naungan kekuasaan Tuhan dan berserah diri kepada-Nya. Semua harapan dan angan-angan kita akan terwujud. Pada saat yang sama, gelombang kesulitan hidup dan tekanan kehidupan tidak akan mampu menggoyahkan ketenangan dan kestabilan jiwa manusia yang memiliki iman kepada Tuhan." William James juga menekankan bahwa manusia yang beragama akan mampu menjaga keseimbangan jiwanya dan selalu siap menghadapi berbagai tantangan hidup.
Henry Link, seorang psikolog AS dalam sebuah bukunya yang berjudul "Kembali kepada Iman" menulis, "Setelah melakukan penelitian panjang terhadap kondisi psikologis para buruh, saya menyimpulkan bahwa orang-orang yang beragama dan orang-orang yang rajin mendatangi rumah-rumah ibadah, memiliki kepribadian yang lebih kuat. Mereka lebih baik daripada orang-orang yang tidak beragama atau orang-orang yang tidak rajin mendatangi rumah peribadatan."
Psikolog lain bernama Katre menyakini bahwa agama dan ketenangan jiwa memiliki kaitan yang sangat erat. Karena, agama mampu memberi pengaruh pada perasaan kepemilikan dan keterikatan yang dimiliki manusia, sehingga manusia mampu mengontrol kehidupannya sendiri. Dengan melakukan berbagai aktivitas keagamaan, seperti datang ke rumah ibadah. Manusia juga akan membuka lingkungan sosialnya sehingga kepribadiannya pun akan semakin berkembang. Selain itu, aturan-aturan agama juga akan memberi pengaruh pada perilaku manusia dan memberikan keselamatan jasmani, ruhani, dan keseimbangan jiwa.
Dewasa ini terungkap fakta bahwa aktivitas keagamaan memberikan nilai positif dalam menunjukkan arah kehidupan seorang manusia. Sikap-sikap keagamaan seperti ibadah dan tawakal, akan memunculkan harapan dan pandangan positif terhadap kehidupan, serta memberikan ketenangan kepada jiwa manusia. Kepercayaan bahwa Tuhan itu ada dan segala aspek kehidupan manusia berada di bawah kekuasaan Tuhan, akan mengurangi rasa tertekan atau depresi dalam jiwa manusia. Secara umum, manusia yang beriman akan memiliki hubungan erat dengan Tuhannya, sebagaimana eratnya hubungan manusia dengan sahabatnya.
Manusia yang beriman menyakini bahwa dengan berserah diri dan bersandar kepada Tuhan, dia akan mampu menghadapi berbagai kondisi kehidupan yang datang tak terduga. Orang yang tawakal kepada Tuhan, selain menggunakan berbagai sarana untuk mencapai tujuannya, juga mempercayai bahwa pertolongan Allah adalah faktor penting dalam tercapainya sebuah tujuan.
Tawakal kepada Tuhan akan memberikan kepercayaan diri kepada manusia dan menumbuhkan keberanian untuk mengambil keputusan. Manusia-manusia besar dan pembuat sejarah seperti Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad saaw, adalah teladan bagi manusia dalam masalah ketawakalan kepada Tuhan.
Bila kita menengok ke dalam ajaran agama Islam, kita akan menjumpai sebuah metode penyehatan jiwa, yaitu muhasabah atau instospeksi diri. Islam menganjurkan umatnya agar setiap hari, menjelang tidur, mereka melakukan instrospeksi atau menilai sendiri segala perilaku dan perbuatan yang dilakukannya sepanjang hari. Introspeksi diri akan membantu manusia menemukan titik kelemahan atau kekurangan dalam dirinya, serta menemukan titik kelebihan yang dimilikinya. Manusia yang mengetahui dengan benar letak keburukan yang dimilikinya, akan mudah menemukan jalan untuk menghilangkan keburukan itu.
Sebagaimana kita ketahui, sifat-sifat hasud, iri, cepat marah, atau terlalu banyak berangan-angan adalah sifat-sifat yang buruk dan merupakan sumber dari berbagai tekanan jiwa. Betapa banyak manusia yang menderita stress, depresi, atau penyakit kejiwaan lain sebagai akibat dari rasa iri dan hasudnya kepada orang lain. Bila seorang manusia berhasil mendeteksi adanya sifat-sifat buruk ini dalam dirinya, ia dapat mengobati penyakit kejiwaan yang menimpanya dengan cara menghilangkan sifat-sifat buruk ini.
Selain itu, agama Islam juga memberikan ajaran yang akan mencegah manusia tertimpa berbagai penyakit kejiwaan. Al-Quran dalam surat Al An'am ayat 82 mengatakan: "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." Artinya, untuk melindungi diri agar tidak tertimpa penyakit kejiwaan seperti stress, depresi, atau bahkan penyimpangan perilaku, manusia harus tetap teguh memegang iman dan tidak melakukan berbagai perbuatan yang dilarang oleh agama.
source : alhassanain