Di akhir kehidupannya Imam Hasan menggengam tangan
saudaranya, Imam Husein as dan berkata, “Di detik-
detik terakhir kehidupanku, Aku sedih karena harus
berpisah darimu. Namun Aku senang karena segera akan
bertemu dengan kakek, ayah dan ibuku Fatimah.
Saudaraku! Aku mewasiatkan kepadamu untuk memaafkan
keluargaku jika mereka melakukan kesalahan dan
menerima mereka yang berbuat baik. Dan Aku berharap
kamu menjadi ayah bagi mereka.”
Imam Hasan adalah putra Imam Ali bin Abi Thalib dan
Sayidah Fatimah as, putri tercinta Rasulullah. Beliau
selama delapan tahun hidup di bawah asuhan kakeknya,
Nabi Muhammad Saw. Selama itu, Imam Hasan banyak
belajar dari kakeknya tentang hakikat dan rahasia
Ilahi. Delapan tahun tumbuh di bawah kasih sayang
Rasulullah membuat Imam Hasan menjadi pemuda yang
terampil di kemudian hari dan memiliki hati yang
lembut. Terkadang Imam Hasan berada di sisi Rasulullah
ketika beliau menerima wahyu. Imam Hasan mendengarkan
langsung lantunan ayat suci al-Quran langsung dari
Rasulullah dan kemudian membacakannya kepada ibunda
beliau, Sayidah Fatimah as.
Karakteristik Imam Hasan as disebutkan dalam sebuah
riwayat sangat mirip dengan Rasulullah Saw baik dari
sisi wajah maupun akhlak. Imam Hasan dikenal memiliki
sifat tawadhu dan pemurah. Bahkan beliau menginfakkan
hartanya di jalan Allah tiga kali, dan setiap kali,
Imam Hasan memberikan separuh hartanya kepada mereka
yang membutuhkan. Imam Hasan juga dikenal sebagai
Karim Ahlul Bait. Karim dilekatkan kepada sosok yang
sangat pemurah.
Imam Hasan pasca syahidnya Imam Ali as memegang tampuk
Imamah. Saat itu masyarakat Islam berada di kondisi
sangat sensitif. Kepemimpinan umat Islam adalah isu
sangat vital. Imam Hasan setelah gugurnya sang ayah,
di sebuah pidatonya menjelaskan kebenaran jalan
Rasulullah dan Imam Ali kepada umat Islam. Beliau juga
mengingatkan bahwa Ahlul Bait Nabi adalah cahaya
penerang hakikat (kebenaran) setelah Nabi Muhammad.
Secara transparan Imam Hasan membela posisi Ahlul Bait
dan mengungkapkan kesiapannya untuk memegang tanggung
jawab berbahaya sebagai pemimpin umat.
Banyak umat Islam yang berbaiat kepada Imam Hasan di
kota Kufah dan beliau menerima Imamah di kondisi yang
penuh kegelisaan dan tak tenang. Baiat warga kepada
Imam Hasan sangat tidak diharapkan oleh Muawaiya yang
menjadi gubernur Syam. Oleh karena itu, ia bangkit
menentang Imam Hasan. Sementara itu, Imam Hasan
meminta Muawiyah untuk tidak bersikap keras kepala dan
mengikuti kebenaran. Namun penentangan Muawiyah kepada
Imam Hasan akhirnya berujung pada pengiriman pasukan
ke Irak untuk memerangi khalifah resmi umat Islam. Di
balik militeralisasi ini, Muawiyah juga tak segan-
segan menyuap tokoh-tokoh berpengaruh di Kufah.
Bani Umayyah dengan janji yang muluk-muluk berhasil
merekrut sejumlah tokoh berpengaruh dan memiliki nama
di Kufah serta memisahkannya dari Imam Hasan. Saat
itulah, Muawiyah berani mengumumkan perang terhadap
Imam Hasan. Imam pun tak tinggal diam dan mengirim
pasukan sebanyak 4000 orang untuk melawan pembangkang
dan menyeru umat Islam untuk bangkit membela
kebenaran. Namun Imam harus menelan kekecewaan besar,
karena beliau menyaksikan sikap pengecut, dan menyerah
di sejumlah warga, khususnya pada komandan di
pasukannya.
Cinta dunia dan mengejar kepentingan pribadi,
mendorong pada komandan pasukan Imam Hasan rela
mengkhianati pemimpinnya. Di suasana seperti itu, Imam
secara teliti mempertimbangkan kondisi dan menyadari
bahwa ia berada dalam kondisi sulit dan perang melawan
Muawaiyah banyak ruginya ketimbang manfaat. Oleh
karena itu, Imam yang sangat mengkhawatirkan masa
depan Islam dan nasib umat Islam berpendapat bahwa
maslahat yang ada adalah menghindari perang. Dengan
demikian Imam Hasan bersedia menerima perjanjian damai
dengan Muawiyah.
Di sisi lain, di kondisi sensitif tersebut, perbatasan
wilayah Islam mendapat ancaman dari Romawi Timur dan
setiap saat imperium ini siap untuk menyerang umat
Islam. Pastinya bentrokan dan perang antara umat Islam
di kondisi seperti ini akan menguntungkan Romawi.
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Imam Hasan
setelah menerima perjanjian damai dalam sebuah
pidatonya menjelaskan bahwa perang tidak menguntungkan
umat Islam dan kemudian beliau membacakan ayat 111
surat Anbiya. Hal ini menunjukkan bahwa perjanjian
damai beliau merupakan ujian bagi umat Islam dan
menguntungkan beliau.
Abu Said, salah satu sahabat Imam Hasan berkata,
“Pasca penandatanganan perjanjian damai, Aku
mendatangi Imam Hasan dan Aku berkata, Wahai Anak
Rasulullah! Mengapa Anda berdamai dengan Muawiyah,
padahal Anda mengetahui Anda adalah pemuka kebenaran?
Imam saat memberikan jawaban pertanyaanku
mengisyaratkan perjanjian damai Rasulullah dengan
musyrik Mekah di Hudaibiyah dan kemudian dengan
bersandar pada al-Quran beliau menjaskan kisah Nabi
Khidir dan Musa di mana Khidir melubangi kapal dan
merusaknya untuk menjaga pemilik serta penumpangnya.
Di sisi lain, hikmah tindakan Nabi Khidir tersebut
tidak diketahui oleh Nabi Musa. Imam Hasan kemudian
bersabda bahwa perdamian dirinya dengan Muawiyah juga
memiliki rahasia yang untuk saat ini tidak kalian
ketahui dan hasilnya akan terungkap nanti.”
Di riwayat lain, Imam Hasan kepada Abu Said
mengatakan, “Jika Aku tidak melakukan hal ini, maka
tidak ada satu pun pengikut Ahlul Bait yang akan
tersisa di muka bumi dan semuanya akan terbunuh. Di
kasus sengketa antara Aku dan Muawiyah, Aku berada di
pihak yang benar, namun Aku menyerahkan kepada
Muawiyah. Aku melakukan hal ini untuk melindungi
nyawa, darah dan harta kalian.”
Setelah perjanjian damai, Imam Hasan kembali ke kota
Madinah dan dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan
beliau memulai program kerjanya dengan bentuk baru.
Mengingat aktivitas penguasa Bani Umayah dilakukan
dengan kedok agama, maka kemungkinan penyimpangan dan
interpretasi keliru terkait ideologi Islam semakin
besar. Oleh karena itu, aktvitas Imam Hasan bertumpu
pada upaya menjelaskan prinsip-prinsip Islam secara
transparan dan jelas bagi ulama dan masyarakat,
sehingga mereka mampu membedakan kebenaran dan
kebatilan.
Setelah Imam Hasan kembali ke kota Madinah, para ulama
dan ahli hadis berkumpul di majelis Imam Hasan. Mereka
adalah sahabat Nabi dan juga sahabat Imam Ali. Di
antara mereka ada tokoh terkenal seperti Jabir bin
Abdullah Ansari, Habib bin Madhahir, Hujr bin Adi,
Zaid bin Arqam, Sulaiman bin Surd Khuzai, Kumail bin
Ziyad dan Muslim bin Aqil. Mereka adalah tokoh-tokoh
yang datang dari berbagai kota dan setelah mendapat
bimbingan dari Imam Hasan, menjadi tokoh terkenal dan
benteng kuat yang menghambat pergerakan Bani Umayah.
Aktivitas lain Imam Hasan adalah membela pengikutnya
dari represi Bani Umayah. Dalam hal ini, Imam Hasan
menjadi tempat berlindung bagi pengikutnya dan dengan
penuh keberanian beliau menentang kezaliman antek-
antek Muawiyah. Imam Hasan berulang kali
mempertanyakan legalitas pemerintahan Bani Umayah dan
menyatakan kebenciannya terhadap pesuruh Bani Umayah.
Imam Hasan di berbagai kasus bahkan memperingatkan
Muawiyah.
Suatu hari Imam Hasan mengingatkan kepada Muawiyah
bahwa Khalifah umat Islam adalah mereka yang bertindak
sesuai dengan sunnah Rasulullah dan taat kepada
perintah Allah. Khalifah bukan sosok yang menyalahi
umat dan menghentikan sunnah serta menjadikan dunia
sebagai ayah serta ibunya serta menjadikan hamba Allah
sebagai budak dan mengklaim harta mereka milik
pemerintah. Karena orang seperti ini ibaratnya seorang
raja yang menduduki tahta dan hanya menikmatinya untuk
waktu singkat serta kemudian ia akan terpisah dari
nikmat tersebut.
Imam Hasan melalui metode politik, sosial dan
budayanya di kota Madinah berhasil menciptakan
gelombang baru pencerahan di tengah umat Islam.
Aktivitas Imam Hasan sangat luas dan memiliki pengaruh
kuat. Bahkan saat itu, umat Islam mengakui bahwa
tindakan Imam Hasan telah mengingatkan pada usaha
ayahnya sendiri, Imam Ali bin Abi Thalib. Tentunya
kondisi ini sangat menakutkan bagi Bani Umayah. Oleh
karena itu, mereka berusaha menghentikan aktivitas
Imam Hasan di kota Madinah. Namun segala upaya yang
mereka tempuh gagal mencegah Imam Hasan untuk
menghentikan aktivitasnya. Akhirnya Bani Umayah
memutuskan untuk membunuh cucu Rasulullah ini. Maka
akhirnya salah satu penghulu pemuda surga ini gugur di
tangan anasir Muawiyah melalui racun, tepatnya di
tahun 50 hijriah.
source : alhassanain