Gelombang manusia yang berziarah ke makam Imam Ali al-
ridha as, mengingatkan masa-masa ketika beliau bergerak
dari Madinah menuju Marv, salah satu wilayah Persia
(Iran saat ini). Warga kota Marv telah beberapa hari
sebelumnya mempersiapkan diri menyambut kedatangan
manusia mulia itu.
Ketika rombongan Imam Ali al-ridha as tiba di Marv,
suka cita bercampur dengan air mata kerinduan
masyarakat tidak dapat terbendung lagi. Masing-masing
orang menyampaikan kerinduan dan kecintaan meeka dengan
berbagai cara. Sambutan masyarakat sedemikian rupa
sehingga membuat rombongan Imam Ali al-ridha as
terpaksa berhenti. Semua orang ingin menatap wajah cucu
Rasulullah Saw itu dan mendengarkan suaranya.
Kesempatan itu pun tidak disia-siakan Imam untuk
berpidato.
Dalam suasana yang mendadak hening, Imam Ali al-ridha
menyampaikan hadis qudsi di mana Allah Swt berfirman
kepada Rasulullah Saw, dan berkata: “Kalimat tauhid
yaitu tiada tuhan selain Allah (Swt) adalah benteng-ku
dan barang siapa yang memasuki benteng-Ku, maka akan
terjaga dari azab-Ku.”
Setelah mengutip hadis tersebut, Imam Ridho as
memperkenalkan diri sebagai syarat untuk masuk dalam
benteng itu dan mengatakan, “Namun dengan memperhatikan
syarat-syaratnya dan aku termasuk di antara persyaratan
itu.” Dengan demikian, Imam Ali al-ridha as telah
menjelaskan peran poros Ahlul Bait as dalam
kepemimpinan umat Islam.
Imam Ali al-ridha as lahir pada tahun 148 hijriah di
kota Madinah. Di bawah binbingan ayah beliau, Imam Musa
al-Kadzim as, beliau siap memikul tanggung jawab berat
itu. Imam Ali al-ridha as, adalah mata air ilmu dan
keutamaan. Amal dan kata-kata beliau penuh dengan
keridhoan atas Allah Swt. Oleh karena itu, beliau
diberi gelar al-Rhido.
Beliau memikul tanggung jawab imamah selama 20 tahun
yang sebagian besarnya dihabiskan di Madinah dan tiga
setengah tahun terakhir masa hidupnya di kota Marv,
Khurasan (Iran saat ini). Beliau meninggalkan Madinah
atas paksaan penguasa Bani Abbasiah kala itu, Ma’mun.
Kala itu Marv merupakan pusat ilmiah di tanah Khurasan.
Imam Ali al-ridha as menggunakan keunggulan tersebut
untuk meningkatkan gerakan ilmiah. Di lain pihak,
Ma’mun berusaha tampil dekat dengan Imam Ali al-ridha
demi kepentingan politiknya. Namun pada saat yang sama,
dia selalu berusaha mencoreng keutamaan ilmu Imam Ali
al-ridha as dengan menggelar berbagai acara debat. Akan
tetapi Imam dalam setiap sesi perdebatan, selalu menang
dan bahkan mempengaruhi para ilmuwan yang hadir, dengan
argumentasinya yang kokoh.
Islam adalah agama yang menyambut berbagai pertanyaan
dan tidak pernah tercatat dalam sejarah bahwa para imam
Ahlul Bait as tidak menjawab pertanyaan yang
dikemukakan kepada mereka. Imam Ali al-ridha as,
berperan penting dalam perluasan budaya Islam. Dalam
berbagai acara debat, Imam selalu mempertimbangkan
hidayah dan bimbingan untuk lawan dan tidak berusaha
untuk selalu menang. Beliau membuktikan kebenaran
keyakinan Islam dengan menggunakan argumentasi logis
yang kokoh. Imam berkata, “Jika masyarakat memahami
keindahan ungkapan kami maka mereka pasti akan
mengikuti kami.” Dan terbukti betapa banyak musuh-musuh
yang akhirnya menjadi teman di akhir acara perdebatan.
Imam Ali al-ridha as yang menguasai teknik-teknik
argumentasi, selalu mempertimbangkan setiap dimensi.
Pertimbangan atas tingkat budaya di masa itu dan
penyesuaian istilah-istilah yang digunakan, semuanya
harus sesuai dengan kemampuan logika dan pemikiran
lawan debat.
Terkadang dalam berdebat dengan para ilmuwan Imam Ali
al-ridha as, menekankan pada berbagai sisi dan
argumentasi yang juga diterima oleh lawan debat.
Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah soal debat
antara Imam Ali al-ridha as dan para tokoh Kristen
dengan menggunakan argumentasi kitab Injil dan juga
dalam pembahasan dengan tokoh Yahudi dan menggunakan
argumentasi dari kitab Taurat.
Meski memiliki tingkat keilmuwan tinggi, akan tetapi
Imam tidak merendahkan lawan debat beliau. Imam selalu
menjaga kehormatan pihak seberang meski sebagiannya
tidak beragama. Jika perdebatan sampai pada titik di
mana pihak lawan tidak lagi bisa menjawab, beliau
membimbingnya atau mengutarakan sebuah pertanyaan
sehingga pembahasan mereka menghasilkan. Bahkan
terkadang beliau menjawab pertanyaan lawan dengan
mengatakan, “Jika kau bertanya seperti ini maka
pendapat kamu sendiri akan tertolak.”
Di antara lawan debat Imam Ali al-ridha as, adalah
seseorang bernama Amran Sabi, yang tidak meyakini
adanya Allah Swt, di mana setelah menyaksikan sikap dan
argumentasi Imam, dia beriman kepada Allah Swt dan
memeluk agama Islam. Sepanjang perdebatan, Imam
memanggil Amran dengan nama kecilnya sehingga dengan
demikian terjalin keakraban dan tercipta suasana
santai. Selama tanya jawab berlangsung, Imam ketika
menjawab pertanyaan Amran Sabi beliau mengatakan,
“Wahai Amran, apakah kau paham?” Sikap itu sedemikian
rupa sehingga Amran juga memberikan jawaban secara
terhormat dan mengatakan, “Iya, tuanku.”
Tujuan dan maksud para pendebat adalah harus sampai
pada hakikat yang jelas dan tak tergoyahkan. Itu hanya
dapat tercapai ketika perdebatan jauh dari fanatisme
dan permusuhan. Imam Ali al-ridha as dengan akhlak
yang mulia, tidak menuding lawan beliau telah berbohong
dan juga tidak pernah menistakan atau merendahkan
mereka. Melainkan beliau selalu mengingatkan titik
kekeliruan dan penyimpangan mereka. Beilau tidak pernah
mengkritisi individu melainkan mengkritisi masalah
pembahasan.
Perdebatan Imam Ali al-ridha as, membawa banyak berkah
untuk dunia Islam termasuk di antaranya adalah
menunjukkan citra kebebasan dalam Islam. Imam telah
mematahkan klaim dan kebohongan banyak pihak bahwa
Islam memaksakan kehendak dan menghunuskan pedang
kepada para penentangnya. Namun tampilnya Imam Ali al-
ridha as, telah jelas bagi semua orang bahwa Islam
menyambut perbedaan pendapat bahkan meski dari pihak
yang menafikan tauhid dan menentang Islam.
Termasuk di antara berkah dan manfaat perdebatan Imam
al-ridha as, adalah membuka lahan yang kondusif bagi
penyebaran risalah Islam dan perluasan khazanah ilmu
Islam, serta jawaban tegas secara ilmiah kepada para
penentang Islam. Metode-metode dakwah Imam Ali al-ridha
as dalam berbagai acara perdebatan memiliki pengaruh
yang luar biasa untuk menyingkap penyimpangan anti-
Islam dalam masyarakat, sekaligus menjelaskan posisi
luhur Ahlul Bait as.
Dalam acara-acara perdebatan itu dan di antara para
penentang Islam, Imam Ali al-ridha as menggalang
sahabat yang setia, seperti Amran Sabi, yang juga pada
akhirnya menjadi pembela agama Allah Swt. Sirah
perdebatan Imam Ali al-Ridha as merupakan teladan dalam
dialog konstruktif yang merefleksikan nilai-nilai
akhlak, rasionalitas dan argumentasi untuk mencapai
hasil yang lebih baik dan lebih efektif.