Jangan merasa besar dulu kalau menonton ratusan ribu bahkaan jutaan umat Islam yang berdemo pada 411 atau pun 212. ketahuilah persentase umat Islam Indonesia tiap tahun terus menurun bahkan beberapa puluh tahun lagi bukan tidak mungkin terlampaui umat lain, kalau tetap keras kepala belum juga mau introspeksi.
Saya menjadi teringat sekitar tahun 1993 saat saya bersama Drs Zainut Tauhid Sa’adi (sekarang Wakil Ketua MUI Pusat) menjadi peserta Penyusunan Draft Materi Konbes NU di sebuah hotel di Jakarta sebagai wakil pengurus PP IPNU. Saya sempat duduk satu meja lobby dengan Gus Dur, sedangkan Gus Saiful—maaf—hanya berdiri. Di sela-sela kesibukan sempat berjumpa KH Yusuf Hasyim Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng waktu saya nyantri.
Saya masuk Komisi Organisasi, mengusulkan agar PBNU memiliki bidang dakwah di daerah transmigrasi, yang menurut saya sangat strategis untuk pengembangan wilayah. Sayang pendapat sederhana itu dimentahkan begitu saja oleh Rozi Munir yang pernah menjadi Ketua Demografi UI. Terus terang saat itu saya secara teknis tidak cukup cerdas untuk menyampaikan formulasi urgensi dakwah di daerah terisolasi Indonesia, sedangkan Rozi Munir enggan menangkap esensi pendapat saya yang mestinya bisa dengan solusi fungsi LDNU ditingkatkan, tidak mematahkan masukan ide dengan kekakuan/formalitas lembaga.
Relevansi prolog di atas sebelum masuk pokok bahasan tulisan ini. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidiqie angkat bicara terkait fenomena persentase populasi umat Islam di Indonesia yang semakin menurun. Menurutnya, hal itu dipengaruhi oleh faktor pengembangan dakwah yang tidak berbanding antara yang dilakukan lembaga-lembaga agama Islam dengan agama lain. "Jumlahnya (masyarakatnya) naik, tapi prosesntasenya menurun. Karena produktivitas dakwah dari umat beragama lain itu lebih efektif. Saya rasa penjelasannya begitu," ujar Jimly di kantor MUI Pusat, Jakarta, Rabu (18/5/2016). Jimly mengharapkan, keterangan mengenai menurunnya persentase populasi umat Islam di Indonesia saat ini dapat menjadi bahan evaluasi. Sehingga, kata dia, para tokoh dan pemimpin agama Islam dapat memikirkan adanya formulasi dakwah dalam rangka menyebarkan ajaran Islam yang lebih efektif bagi masyarakat Indonesia.
Sebelumnya, Ketua Yayasan Rumah Peneleh Aji Dedi Mulawarman mengatakan, di saat pemeluk Islam secara global naik signifikan, di Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia justru persentasenya malah menurun. "Umat Islam (di Indonesia) dari 95 persen menjadi 85 persen, ada anomali di dalam pusat Islam di Nusantara," kata Aji. Menurut dia, umat Islam dari waktu ke waktu seolah tidak berdaya. Di bidang politik, misalnya trend suara politik umat Islam cenderung menurun. Dia menuding ada agenda liberalisme, individualisme, deislamisasi, dan depolitisasi yang membuat umat semakin tersisih. Dia mencontohkan, ketika Partai Islam akan membesar, ada kekuatan sistematis yang menghancurkannya. Adapun, Partai Islam lain tidak memiliki struktur dan pengaderan yang masif hingga tidak bisa berkembang. "Tahun 2024, umat Islam di Indonesia sebagai simbol umat Islam dunia akan seperti apa? Angka 24 menjadi penting dalam upaya konsolidasi umat agar tidak menjadi buih," kata Aji. Dia meyakini, ada hadits terkait pembaharu 100 tahun, di mana umat akan bangkit pada Pemilu 2024 kalau konsolidasi dimulai sekarang. Dia menyatakan, Rasulullah lahir tahun 624, Yazid 724, Al Ma'mun 824, Sabrang Lor dan Trenggono 1524, Diponegoro 1824, dan Tjokroaminoto 1924. "Siklus 100 tahun, setiap perubahan selalu terjadi konsolidasi umat. "
Prog Dr Yusril Ihza Mahendra mengatakan, harus diakui umat Islam seolah menjadi tamu di negeri sendiri. Padahal, kata dia, wakil presiden pertama RI, Moh Hatta, telah melarang orang timur asing menjadi presiden dan memiliki tanah di Indonesia. "Sebab mereka tidak ikut berjuang, karena masa penjajahan Belanda, Jepang mereka membantu," ujar Yusril. Saat ini, sambung dia, sebanyak 74 persen tanah di Indonesia dimiliki korporasi besar, seperti Ciputra dan Podomoro yang mereka juga menguasai perkebunan. "Ini berbeda dengan apa yang diinginkan Moh hatta, kalau tanah ini tidak boleh dimiliki timur asing," kata mantan menteri sekretaris negara tersebut. Jadi menurut penulis, secara structural, keterpurukan pemilikan asset ekonomi memberikan kontribusi semakin marginal dan berkurangnya jumlah umat Islam.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) 2014 Pusat Din Syamsuddin. menunjukkan angka statistik pertumbuhan umat Islam Indonesia. Pada sensus penduduk 1990 jumlah umat Islam cuma mencapai 87,6 persen. Angka ini kemudian meningkat menjadi 88,2 persen pada sensus penduduk 2000. Yang memprihatinkan, kata Din, angka pertumbuhan tahunan umat Islam hanya 1,2 persen. Sementara Kristen dua kali lipatnya, yakni 2,4 persen per tahun. Bila diturunkan lagi ke tingkat provinsi, akan lebih memprihatinkan lagi. Din mengutip data seorang penulis Leo Suryadinata yang menyebutkan angka pertumbuhan Kristen terbesar adalah di Provinsi Kepulauan Riau yang mencapai delapan persen per tahun. Di bawahnya, ada tiga provinsi yang angka pertumbuhan Kristen mencapai tujuh persen. Ketiganya adalah Sumatera Barat, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). “Di Jawa Barat itu di wilayah Sukabumi, Cianjur bagian Selatan. Modusnya mereka sewa rumah, kemudian digunakan untuk tempat belajar, main basket, main volly, kemudian dilakukan aktivitas pemurtadan,” jelas Din. Pada tahun 80-an penduduk Muslim di Indonesia masih lebih dari 90 persen, maka pada tahun 2000 populasi muslim turun ke angka 88,2 persen dan tahun 2010 turun lagi menjadi 85,1 persen.
Di Indonesia pertumbuhan agama Islam justru menurun drastis, seperti data di bawah ini:
1. Berdasarkan hasil riset Yayasan Al Atsar Al-Islam (Magelang) dan dalam rangkaian investigasi diperoleh data bahwa mulai tahun 1999-2000 Kristen dan Katolik di Jateng telah meningkat dari 1-5 persen diawal tahun 1990, kini naik drastis 20-25 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
2. Dari laporan Riset Dep. Dokumentasi dan Penerangan Majelis Agama Wali Gereja Indonesia, sejak tahun 1980-an setiap tahunnya laju pertumbuhan umat Katolik: 4,6 persen, Protestan 4,5 persen, Hindu 3,3 persen, Budha 3,1 persen dan Islam hanya 2,75 persen.
3. Dalam buku Gereja dan Reformasi penerbit Yakoma PGI (1999) oleh Pendeta Yewanggoe, dijelaskan jumlah umat Kristiani di Indonesia (dari Riset) telah berjumlah lebih 20 persen. Sedangkan menurut data Global Evangelization Movement telah mencatat pertumbuhan umat Kristen di Indonesia telah mencapai lebih 40. 000. 000 orang (19 persen dari total 210 jumlah penduduk Indonesia)
4. BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia melaporkan penurunan jumlah umat Islam di Indonesia. Contohnya di Sulawesi Tenggara turun menjadi 1,88 persen (dalam kurun waktu 10 tahun). Demikian pula di Jawa Tengah, NTT dan wilayah Indonesia lainnya.
5. Dalam Kiblat Garut 26 Juni 2012, Menteri Agama RI saat itu, Suryadharma Ali mengatakan, dari tahun ke tahun jumlah umat Islam di Indonesia terus mengalami penurunan. Padahal di sisi lain, jumlah penduduk Indonesia terus bertambah. Semula, jumlah umat Islam di Indonesia mencapi 95 persen dari seluruh jumlah rakyat Indonesia. Secara perlahan terus berkurang menjadi 92 persen, turun lagi 90 persen, kemudian menjadi 87 persen, dan kini anjlok menjadi 85 persen.
6. Menurut data Mercy Mission, sebanyak 2 juta Muslim Indonesia murtad dan memeluk agama Kristen setiap tahun. Jika ini berlanjut, diperkirakan pada tahun 2035, jumlah umat Kristen Indonesia sama dengan jumlah umat Muslim. Pada tahun itu, Indonesia tidak akan lagi disebut sebagai negara dengan penduduk mayoritas Muslim. Akankah kita umat Islam akan diam, membiarkan populasi muslim tergerus oleh waktu karena ulah umat Islam sendiri.
Bangkitlah! Berdakwah ala Wali Songo ke pelosok Nusantara dengan menunjukkan kepada masyarakat bahwa Islam benar-benar agama rahmatan lil alamin sebagaimana yang diperkenalkan Rasulullah SAW. Aksi sebagian kelompok Islam yang kerap kali memperkenalkan agamanya dengan aksi kekerasan dan dan terorisme bisa jadi menjadi penyebab makin berkurangnya populasi umat Islam di dunia termasuk di Indonesia. Islamophobia muncul di mana-mana, terutama di Barat. Ini sebagai akibat dari aksi kekerasan dan teror yang mereka lakukan selalu atas nama Islam. Hingga agama yang dibawa Nabi Muhammad itu akhirnya diidentikkan dengan ajaran kekerasan dan teror. Islam jadi agama yang ditakuti bahkan dibenci, bahkan umat Islam sendiri meninggalkan agama yang telah turun temurun dianutnya hanya demi alasan keamanan, pekerjaan dan mencari muka, posisi dan suaka. Populasi umat Islam pun terancam makin berkurang. Di Indonesia, catatan masa lalu yang tak terbantahkan tentang jumlah umat Islam mayoritas. Bahkan, bumi Nusantara ini diakui sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, bisa jadi kelak tinggal menjadi kenangan.
Mengacu Seminar Forum Silaturahmi Kyai Muda di Al Anwar 3 Sarang Kabupaten Rembang bertema Membangun Pesantren dan Menghidupkan Nilai-Nilai Sejarah dan Peradaban yang Telah Dibangun oleh Leluhur”, 25 Oktober 2016, dibuka DR A Jayadi Direktur Pedepontren Kemenag, sambutan DR H Abu Hafsin Ketua PWNU Jateng, narasumber DR A Ghafur Maemun Zuber dan Gus Baha, dipertegas lagi pada Desember 2016 pertemuan penulis dengan Gus Baha menyampaikan pentingnya menghidup kembali semangat dakwah Wali Songo ke pelosok nusantara. Dalam forum, penulis sedikit menyinggung strategi wali songo antara lain memajukan pendidikan Islam, pendekatan budaya, mempertimbangkan aspek sejarah, dan pengembangan wilayah/ geografis.
Abdullah Hamid
Penulis adalah pengelola SAMBUA (Pesantren Budaya Asmaulhusna)