Ghibah di era sekarang ini seakan sudah menjadi akitifitas sehari-hari. Tidak lagi antara dua orang, melainkan melibatkan jutaan orang yang disiarkan di layar kaca atau media sosial.
Al-Quran dalam surat Hujurat ayat 12 menegaskan bahwa Ghibah adalah perbuatan tercela seperti memakan Bangkai saudaranya.
و لا یغتب بعضکم بعضاً، ایحبّ احدکم ان یأکل لحم اخیه میتاً
Janganlah menggunjing satu sama lain! Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Ghibah atau menggunjing keburukan saudara muslim dan mukmin kepada orang lain seperti kita memakan bangkai. Imam Sajjad as menjelaskan bahwa ghibah adalah makanan anjing-anjing neraka.
Imam Sajjad as berkata,
إیّاکَ وَ الغیبَةَ فَإنَّها اِدامُ کِلابِ النّارِ
Jauhilah Menggunjing (Ghibah)!!! Karena sesungguhnya Ghibah adalah makanan anjing-anjing neraka.
(Kasyful Ghummah juz.2 hal.108)
Manusia ketika ingin tumbuh, maka dia harus makan. Ketika makanan itu bergizi, maka pertumbuhan seseorang akan baik dan terhindar dari cacat dan penyakit. Begitupula sebaliknya, ketika yang dimakan adalah racun dan makanan tidak bergizi, maka akan mengganggu bahkan merusak pertumbuhan manusia.
Orang yang hobinya menggunjing, sesungguhnya dia sedang memakan makanan anjing neraka dan merubah esensi dirinya menjadi makanan favorit anjing neraka. Dirinya akan dilemparkan ke neraka paling bawah karena bau tubuhnya yang mengganggu penghuni neraka lainnya dan bau tubuh penggunjing memancing anjing-anjing neraka ke arah dirinya.
Ketika seseorang sudah Malakah ( mendarah daging) menggunjing dan mengghibah saudaranya, maka esensi dirinya sudah menjadi makanan tetap anjing-anjing neraka. Itu menjadi lebih sulit kelak untuk keluar dari neraka menuju surga ilahi. Kenapa seperti itu, bukanlah Allah swt maha Adil? Karena dirinya telah merubah sifat-sifat neraka menjadi esensi dan subtansi dirinya.
Untuk itu, jadikanlah Akhlak-akhlak Ilahi menjadi esensi diri kita dan menjadi subtansi kita. Satu saja kita memiliki sifat mulia, bisa menyelamatkan diri kita dari api neraka. Seperti Sifat dermawan Hatim Al-Thai yang terkenal. Walaupun Ia Kafir, namun sifat kedermawanan yang sudah menjadi esensi dan subtansi pada diri Hatim, menyelamatkan dirinya dari api neraka.
Bahkan Rasulullah saww ketika mengetahui Anak perempuan Hathim Al-Thai menjadi tawanan perang, beliau langsung membebaskan perempuan tersebut dengan hormat, karena menghormati kedermawanan Hatim.
Sejarah menulis bahwa Hatim meninggal dunia sebelum Rasulullah saww diutus. Sejarah juga bersaksi bahwa Hatim tidak menganut agama Kristen (Masehi). (Akhbar Muwafaqiyah hal.264)
Namun Riwayat lain mengatakan bahwa Hatim sang dermawan arab dimasukan kedalam api neraka, namun api neraka tidak mampu membakarnya. Mengapa seperti itu? Seperti penjelasan terdahulu, bahwa sifat-sifat ilahiah (Karim/dermawan) sudah menjadi esensi dan subtansi Hatim Al-Thai sehingga neraka tidak bisa membakar esensi Ilahiah dalam diri Hatim.
Jika kita menilik kedalam ilmu teologi kasus Hatim adalah kasus tidak sampainya Hujjah Allah swt kepadannya. Maka untuk itu, ia tergolong kepada golongan “Mustadh’af” didalam Al-Quran dan layak mendapatkan ampunan ilahi.