Fatimah Maksumah Sa (Bahasa Arab:(فاطمة المعصومة (س)yang juga dikenal sebagai Karimah Ahlulbait ini adalah putri Imam Kazhim As. Fatimah Maksumah merupakan seorang wanita yang sangat luar biasa dan berbudi luhur dalam silsilah keluarga Ahlulbait As. Ia adalah keturunan imam (imām zadeh) yang dikebumikan di kota Qum. Pusaranya menjadi tempat ziarah bagi pengikut Syiah dan memiliki kedudukan sangat mulia sehingga pahala bagi orang yang menziarahinya adalah surga. Ia lahir di Madinah pada tahun 201 H dan demi menziarahi saudaranya, Imam Ridha As, ia pergi ke Thus, Iran. Namun di tengah perjalanan, yaitu di Qum, ia jatuh sakit dan akhirnya meninggal lalu dikuburkan di kota Qum. Banyak ulama memuji keunggulan kepribadiannya dan juga menukil hadis darinya.
Hari Kelahiran dan Nasab
Menurut rujukan-rujukan terdahulu, tidak disebutkan kapan hari kelahirannya, namun menurut rujukan-rujukan yang ada pada masa kemudian, hari lahir Sayyidah Maksumah pada 1 Dzul Qa’dah 173 H di Madinah. [1] Syaikh Mufid menuliskan ada 2 putri Imam Kazhim As: Fatimah Sughra dan Fatimah Kubra. [2] Ibnu Jauzi ketika menyebutkan nama putri-putri Imam Kazhim, di samping menyebutkan dua nama putri itu, juga menyebutkan nama-nama: Fatimah Wustha dan Fatimah Ukhra. [3]Najmah Khatun, yang merupakan ibunda dari Imam Ridha As, juga merupakan ibunda dari Sayyidah Fatimah Maksumah Sa.[4]
Nama-nama dan Gelar
Julukan-julukan Sayyidah Fatimah Maksumah adalah: Maksumah, Thahirah, Hamidah, Birrah, Rasyidah, Taqiyyah, Naqiyyah, Radhiyah, Mardhiyah, Sayyidah dan Ukht al-Ridha. [5] Dalam buku panduan ziarahnya disebutkan dua julukannya: Shadiqah dan Sayyidah Nisa al-‘Alamin. [6]
Maksumah
Maksumah adalah gelar yang paling masyhur bagi wanita mulia ini. Nama ini dinukil dari Imam Ali bin Musa al-Ridha As yang bersabda: “Barang siapa menziarahi Fatimah Maksumah di Qum, maka ia seperti menziarahiku.” [7] Demikian juga masih dinukil dari Imam Ridha As bahwa Sayyidah Fatimah Maksumah adalah saudara perempuan Imam Ridha As. [8]
Karimah Ahlulbait
Belakangan, Sayyidah Maksumah lebih dikenal sebagai Karimah Ahlulbait. Disebutkan bahwa Sayid Mahmud Mar’asyi Najafi, ayah Ayatullah Mar’asyi Najafi sangat bersemangat untuk dapat menemukan pusara Sayyidah Fatimah Zahra. Demi maksud ini, ia melakukan amalan tertentu selama 40 hari berturut-turut sehingga dengan demikian ia berharap Allah Swt akan memberitahukan tempat dikuburkannya Sayyidah Fatimah Zahra Sa. Setelah melewati malam ke-40, ia pun beristirahat. Pada saat tidur ia bermimpi bertemu dengan Imam Baqir As atau Imam Shadiq As. Kemudian Imam berkata kepadanya: “Alaika bi Karimati Ahli Bayt (hendaknya engkau berpegang teguh kepada Karimah Ahlulbait).” Karena mengira bahwa yang dimaksud dengan Karimah Ahlulbait adalah Sayyidah Fatimah Zahra As, maka berkata: Aku melakukan amalan ini demi untuk mengetahui tempat dikuburkannya Sayyidah Fatimah Zahra sehingga aku akan bisa menziarahinya. Imam bersabda: “Yang Aku maksudkan adalah pusara Sayyidah Maksumah di Qum.” Setelah bangun dari tidurnya, ia bertekad untuk berhijrah ke Iran. [9] Penulis kitab Karimah Ahlulbait berkata bahwa Ayatullah Mar’asyi berkali-kali menceritakan kisah ini kepadanya. [10]
Karakteristik Kepribadian
Menurut literatur dan teks-teks agama, dinukil bahwa di antara putri-putri Imam Musa bin Ja’far, setelah Imam Ridha As, tidak ada putri-putrinya yang lain seperti Maksumah. [11] Syaikh Abbas al-Qummi berkata: Di antara putri-putri Imam Musa bin Ja’far, di antara mereka, yang paling utama adalah Sayyidah Jalilah Mu’azhamah yaitu Fatimah yang terkenal dengan sebutan Maksumah. [12]Imam Khomeini dalam sebuah kasidah yang terdiri dari 44 bait membandingkan Sayyidah Fatimah Maksumah dengan Sayyidah Fatimah Zahra Sa.
Kedudukan Ilmu
Mengenai kedudukan ilmu Sayyidah Maksumah dinukil bahwa pada suatu hari beberapa pengikut Syiah memasuki kota Madinah dan mengajukan sejumlah pertanyaan dari Imam Kazhim ketika beliau berada dalam keadaan safar. Oleh itu, Sayyidah Fatimah Maksumah menuliskan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka dan menyerahkan jawaban itu kepada mereka. Mereka pun pulang meninggalkan Madinah dan bertemu dengan Imam di luar kota. Ketika Imam menyaksikan pertanyaan mereka dan jawaban Sayyidah Makshumah, beliau bersabda, “Semoga ayahnya menjadi tebusan baginya.”[13] Sayyidah Maksumah juga merupakan seorang perawi. Dinukilkan bahwa ia adalah orang-orang tercatat sebagai pecinta keluarga Muhammad[14]Imam Ali As dan para Syiahnya. [15]
Tidak Menikah
Berdasarkan apa yang dinukilkan oleh Ya’qubi, Imam Musa bin Ja’far berwasiat bahwa putrinya tidak usah menikah[16]Namun sebagian meragukan hadis ini dan menolaknya, [17] Dalam wasiat Imam Kazhim As sangat ditekankan bahwa semua anak-anak harus mengikut Imam Ridha dan disebutkan supaya tidak satu pun putriku yang dinikahkan dengan saudara-saudara seibu, penguasa dan paman-pamannya kecuali dengan musyawarah Imam Ridha As, apabila melakukan hal ini tanpa ijin Imam Ridha, maka ia sejatinya telah melawan Tuhan dan Rasulnya dan telah menentang kekuasaan Tuhan karena Tuhan lebih mengetahui maslahat kaumnya dalam hal pernikahan, oleh itu Tuhan akan menikahkan siapa-siapa yang dikehendaki-Nya dan tidak akan menikahkan bagi siapa-siapa yang dikehendaki-Nya pula. [18] Namun pendapat yang lebih akurat tentang tidak menikahnya Sayyidah Maksumah adalah karena pada masa pemerintahan Harun Rasyid dan Makmun, pengikut Syiah Ali As, khususnya Imam Kazhim sangat dibatasi ruang gerakan dan hubungan kemasyarakatannya. Tidak seorang pun yang berani mendekati keluarga Ahlulbait, apalagi sampai membina hubungan kekerabatan.
Hijrah ke Iran dan Masuknya ke Qum
Penulis kitab Tārikh Qum berkata: “Pada tahun 200, Makmun, khalifah Abbasiyah memanggil Imam Ali bin Musa Ridha dari Madinah ke Marw demi untuk menjabat kekhalifahan dan saudarinya pergi ke Marw pada tahun 201 dengan maksud untuk menemui saudaranya. [19] Dikatakan bahwa Sayyidah Fatimah Maksumah segera setelah menerima surat dari saudaranya, Imam Ridha, beliau menyiapkan diri untuk pergi ke Marw.[20] Sayyidah Fatimah Maksumah bersama dengan keluarga dan kerabatnya pergi ke Iran. Ketika sampai Saveh terlibat peperangan sengit dengan musuh Ahlulbait, dan semua saudara-saudara dan sepupu-sepupunya gugur sebagai syahid. Setelah menyaksikan jenazah-jenazah saudaranya yang berlumuran darah akhirnya ia jatuh sakit. [21] Setelah peristiwa ini, ia memerintahkan pembantunya untuk membawanya ke Qum.
Pendapat lain mengatakan bahwa ketika kabar tentang sakitnya Sayyidah Fatimah Maksumah sampai ke keluarga Sa’d, mereka bermaksud menemui Sayyidah Fatimah dan memohon untuk pergi ke Qum. Di antara mereka ada Musa bin Khazraj yang merupakan sahabat Imam Ridha As untuk menemui Sayyidah Fatimah. Ia mengarahkan untanya ke Qum dan memberikan rumahnya kepada Sayyidah Fatimah Maksumah. [22] Dalam sebagian literatur terkini, hari masuknya Sayyidah Maksumah ke Qum pada 23 Rabiul Awwal. [23] Sayyidah Fatimah Maksumah tinggal selama 17 hari di rumah ini dan menyibukkan diri dengan beribadah. Pada masa sekarang, tempat ibadahnya di rumah Musa bin Khazaraj di kota Qum terkenal dengan nama Satiyah atau Baiti Nur. [24]
Wafat
Dalam literatur lama, tidak disebutkan kapan beliau meninggal namun menurut literatur yang lebih baru, tahun kewafatan beliau pada 10 Rabiul Tsani tahun 201 H pada usia 28 tahun. [25] Sebagian menyebutkannya pada 12 Rabiul Tsani. [26] Para pecinta Syiah, menguburkan jasab beliau di Babalan (haram pada masa sekarang) yang merupakan milik Musa bin Khazraj. Dinukilkan bahwa ketika kuburan beliau telah disiapkan, mereka bermusyawarah tentang siapakah yang akan masuk ke kuburan Sayyidah Fatimah Maksumah untuk meletakkan jenazahnya. Akhirnya mereka menyetujui seorang laki-laki tua bertakwa dengan nama Qadir. Oleh itu, diutuslah seseorang untuk menjemput Qadir, namun tiba-tiba ada dua orang penunggang kuda dengan muka tertutup dari sisi gurun dan menyiapkan segala keperluan pemakaman. Kedua penunggang kuda itu, setelah selesai acara penguburan, tanpa berbicara dengan seorang pun, menunganggi kudanya dan meninggalkan tempat itu. [27] Kemudian Musa bin Khazraj Saibani meletakkan tikar di atas kuburan hingga pada tahun 256. Zainab, putri Imam Jawad demi menziarahi bibinya, mendatangi kota Qum. Ia pun membangun kubah di atas pusara bibinya. [28]
Keutamaan Ziarah
Terkait dengan fadhilah ziarah Sayyidah Maksumah, terdapat hadis-hadis yang berasal dari para Imam. Imam Shadiq As bersabda: “Allah Swt memiliki Haram untuk dirinya, yaitu Mekkah Mukarramah. Begitupula Nabi Muhammad Saw memiliki Haram, yaitu Madinah. Imam Ali As pun memiliki Haram, yaitu Kufah dan kami, Ahlulbait memiliki Haram yaitu Qum.” [29] Riwayat lain berasal dari Imam Sahdiq As: “Akan ada seorang wanita dari putri-putriku yang bernama Fatimah putri Musa As yang meninggal di Qum dan dengan syafaatnya semua Syiah kami akan masuk ke surga.” [30] Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa pahala menziarahinya adalah seperti surga. [31] Dalam hadis yang berasal dari Imam Ridha As barang siapa yang menziarahinya, maka ia telah menziarahiku. [32]Pada hadis yang lain, disebutkan bahwa pahala menziarahinya adalah surga.[33]
Imam Jawad As bersabda: “Barang siapa yang menziarahi bibiku, Sayyidah Maksumah, dengan kecintaan dan penuh makrifat di Qum, maka ia akan masuk surga.” [34];[35]
Catatan Kaki
1. Mustadrak Safinah al-Bihar, jld. 8, hlm. 261.
2. Al-Irsyād, jld. 2, hlm. 244.
3. adzkirah al-Khawwāsh, hlm. 315.
4. Dalāil al-Imāmah, hlm. 309.
5. Anwār al-Musya’sya’in, jld. 1, hlm. 211.
6. Zubdah al-Tashanif, jld. 6, hlm. 159.
7. Riyāhin al-Syari’ah, jld. 5, hlm. 35.
8. Dar al-Salām, jld. 2, hlm. 170.
9. Mahdi Pur, Karimah Ahlubait Sa, hlm. 43.
10. Mahdi Pur, hlm. 45.
11. Tawārikh al-Nabi wa al-Al, hlm. 65.
12. Muntahā al-Amāl, jld. 2, hlm. 378.
13. Karimah Ahlubait, hlm. 63/64 sesuai dengan nukilan dari Kasyf al-Laali.
14. Al-‘Awālim, jld. 21, hlm 354.
15. Bihār al-Anwār, jld. 65, hlm. 76.
16. Tārikh Ya’qubi, jld. 3, hlm. 151.
17. Hayāt Imām Musa bin Ja’far, jld. 2, hlm. 497.
18. Kāfi, jld. 1, hlm. 317.
19. Al-Ghadir, jld. 1, hlm. 170.
20. Man La Yahdhuruhu al-Faqih, jld. 4, hlm. 461.
21. Qiyām Sādāt ‘Alawi, hlm. 160.
22. Bihar al-Anwār, jld. 48, hlm. 290.
23. Hadhrat Ma’shumah, Fatimah Duwwum, hlm. 111.
24. Muntaha al-Amal, jld. 2, hlm. 379.
25. Anjam Furuzan, hlm. 58 – Ganjineh Atsar Qum, jld. 1, hlm. 386.
26. Mustadrak Safinah al-Bihār, hlm. 257.
27. Tārikh Qum, hlm. 166; Bihar al-Anwār, jld. 48, hlm. 290.
28. Muntaha al-Amal, jld. 2, hlm. 379.
29. Bihar al-Anwar, jld. 48, hlm. 317.
30. Mustardak Safinah al-Bihar, hlm. 596; al-Naqsh, hlm. 196.
31. Bihar al-Anwar, jld. 57, hlm. 219.
32. Riyāhin al-Syari’ah, jld. 5, hlm. 35.
33. ‘Uyun Akhbār al-Ridha As, jld. 2, hlm. 271; Majalis al-Mu’minin, jld. 1, hlm. 83.
34. Kāmil al-Ziyārah, hlm. 536, hadis 827.
35. Bihār al-Anwār, jld. 102, hlm. 266.
Daftar Pustaka
Namazi Syahrudi, Ali, Mustadrak Safinah al-Bihar, Qum, Muassasah al-Nasyr al-Islami, 1419 H.
Syaikh Mufid, Muhammad bin Muhammad bin Nu’man, al-Irsyad fi Ma’rifat Hujajillah ‘ala al-‘Ibad, Beirut, Dar al-Mufid, 1414 H.
Thabari, Muhammad bin Jarir, Dalail al-Imamah, Qum, 1413 H.
Mahallati, Dzabihullah, Riyahin al-Syari’ah, Tehran, Tanpa Tahun.
Nuri, Mirza Husain Nuri, Dar al-Salam, Qum, Tanpa Tahun.
Katuziyan, Muhammad bin Ali Husain, Anwar al-Musya’syain, Cap Sanggi, Tehran, Tanpa Tahun.
Khunsari, Maula Haidar, Zubdah al-Tashanif, Qum, 1415 H.
Tustari, Muhammad Taqi, Tawarikh al-Nabi wa al-Al, Tehran, 1391 H.
Qummi, Syaikh Abbas, Muntaha al-Amal fi Tawarikh al-Nabi wa al-Al, Qum, Jamiah Mudarrisin, 1422 H.
Mahdi Pur, Ali Akbar, Karimah Ahlubait, Qum.
Ya’qubi, Ibnu Wadhih Akhbari, Tarikh Ya’qubi, Najaf, 1384 H.
Qarasyi, Baqir Syarif, Hayat al-Imam Musa bin Ja’far Alahim al-Salam, Beirut, Dar al-Balaghah, 1413 H.
Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, al-Kafi, Tehran, Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1363 S.
Amini, Allamah Abdul Husain, al-Ghadir, Terjemahan Persia: Jam’i az Newesyandegan, Tehran, Bunyad Bi’tsah, Tanpa Tahun.
Bahrani, Syaikhk Abdullah, ‘Awalim, Qum, 1409 H.
Sumber: http://id.wikishia.net/