HOS. Cokrominoto [pendiri SI] guru bangsa, yang belum ditemui tandingannya sampai saat ini, memiliki 3 murid kesayangan, Soekarno, Semaun dan Sekarmadji. Ketiganya, bukan sekedar akrab, namun juga satu kamar di kost-an gurunya. Meski satu pengajian, mereka lebih dibentuk oleh bahan bacaan mereka. Cita2 ketiganya sama, kemerdekaan nusantara dari penjajahan asing.
Setiap lewat pertengahan malam, ketiganya bangun bersama. Ketiganya tahajjud. Begitu selesai, Soekarno menyingkir keruangan kosong, disitu dia belajar berorasi. Semaun memahah transkrip pemikiran Karl Marx yang digilainya. Sekarmadji lebih memilih memperlama tahajjudnya. Dikisahkan mereka biasa saling menjahili dan saling melempar joke.
Sayang, dalam perkembangan selanjutnya, Semaun lebih sering ‘bentrok’ pemikiran dengan gurunya. Baginya, gurunya sudah tidak memahami konteks perjuangan saat itu. Namun sang guru tidak marah, baginya Semaun hanyalah murid yang lagi membandel. Meski berbeda konstruk pemikiran, Semaun tetap nyantri pada gurunya. Dia dijuluki Islam radikal, karena sikapnya yang tidak mengenal kompromi. Dia bersama murid HOS Cokrominoto yang lain, Musso dan Alimin dikenal sebagai SI merah.
Soekarno sangat hormat pada gurunya. Saking hormatnya, ia sering duduk didepan kaki gurunya. Sekarmadji lebih jauh lagi, ia tidak memiliki penentangan sama sekali pada gurunya. Dia dikenal sebagai Islam minded dan sangat taat sama gurunya, semua pikirannya sama dengan apa yang dikehendaki gurunya. Karena terlalu patuhnya itulah, dia dijadikan sekretaris pribadi oleh sang guru.
Siapa sangka, pada perkembangan selanjutnya, ketiga murid kesayangan HOS Cokrominoto harus berseteru dalam konstruk ideologis yang berbeda. Soekarno mencita-citakan berdirinya Republik yang berdasarkan pada nasionalisme yang mengandung semangat Islamisme dan Marxisme. Ia menamakan ajarannya Marhaenisme. Ia selalu memperkenalkan, marhaenisme adalah marxisme ala Indonesia. Dia mendirikan Partai Nasional Indonesia [PNI].
Sekarmadji bercita-cita mendirikan negara yang berbasis ajaran Islam, dia menamakan negara impiannya, Negara Islam Indonesia. Dia mendirikan Partai Syarekat Islam Indonesia [PSII] yang merupakan kelanjutan dari SI. Sementara Semaun mendambakan Republik Sosialis Indonesia. Dia mendirikan Partai Komunis Indonesia [PKI], pecahan dari Syarekat Islam.
Melalui partai yang didirikannya, Semaun memproklamasikan berdirinya, Republik Sosialis Indonesia sekaligus menghantam Belanda tahun 1926. Kurang matang, pemberontakan tersebut berhasil diberangus. Semaun diasingkan keluar negeri.
Soekarno yang memakai taktik kompromi dengan pihak asing lebih beruntung. Kelebihannya pula, ia mampu menggaet dan mendapat kepercayaan dari tokoh-tokoh pergerakan lainnya, yang berbeda-beda ideologi perjuangan. Diapun lihai memobilisasi massa dan mendapat kepercayaan rakyat. Ia akhirnya berhasil memproklamasikan berdirinya Republik Indonesia, tahun 1945. Disebutkan, sebenarnya Sekarmadji sempat memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia lebih dulu dari Soekarno, namun menghargai sahabatnya, ia menarik proklamasinya dan memilih mendukung Republik Indonesia.
Terlalu banyak kompromi dengan asing, Semaun berang terhadap Soekarno, hanya saja tidak bisa berbuat apa-apa karena diluar negeri. Dia pengaruhi Musso, murid HOS Cokrominoto yang lain, yang sealiran dengannya. Di Madiun 1948 Musso memproklamasikan berdirinya, Republik Sosialis Indonesia. Meletuslah perang saudara pertama. Soekarno harus berhadapan dengan sahabat seperguruannya sendiri. Batalyon Siliwangi dikerahkan menghantam tentara-tentara sosialis. Soekarno menang, Musso terbunuh. Dengan mata sembab dalam pidatonya, dia menyalahkan Semaun yang disebutnya tidak sabaran. Meski PKI bentukan Semaun, dibalik peristiwa tersebut, Soekarno tidak pernah menyebut itu sebagai Pemberontakan PKI, sejarah versi Orde Lama menyebutnya peristiwa Madiun 1948, Orde Barulah yang kemudian menyebut dalam sejarah, peristiwa tersebut sebagai pemberontakan PKI dan menyebut pelaku-pelakunya sebagai pengkhianat dan pemberontak.
Setahun berikutnya, sahabatnya yang lain juga meluapkan kemarahan. Kemarahan Sekarmadji pada Soekarno, karena Soekarno menghapus kalimat “... dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” pada Piagam Jakarta sehingga hanya menyisakan kalimat, “Ketuhanan yang Maha Esa”.
Tahun 1949, Sekarmadji mendirikan Negara Islam Idonesia lengkap dengan qanun asasinya yang berdasar Islam. Dia menyusun pemerintahan dan mengangkat diri sebagai Imam Darul Islam. Dia punya perwakilan dan aparat di Aceh, Kalimantan dan Sulawesi.
Butuh 13 tahun Soekarno untuk menghentikan perjuangan sahabat lamanya itu. Sekarmadji akhirnya ditangkap, diusianya yang semakin senja dan mulai sakit-sakitan. Sang imam dihadapkan di mahkamah militer, dan dijatuhi vonis mati. Dengan berat hati, Soekarno menandatangani perintah eksekusi mati teman lamanya itu. Versi lainnya menyebutkan, Soekarno sebenarnya memerintahkan, agar Sekarmadji ditangkap hidup-hidup. Namun TNI atas perintah AH. Nasution, malah mengeksekusi mati Sekarmadji. Soekarno berang, “Mengapa sahabatku dibunuh?”. Itu sebabnya, Nasution digeser dari jabatannya oleh Soekarno, dan hanya memegang jabatan seremonial, menjadi kepala staff angkatan bersenjata. Hubungan Soekarno dan TNI menjadi renggang.
Kehilangan Semaun, terus Musso, dan sahabatnya Sekarmadji, Soekarno merumuskan NASAKOM. Dia mengajukan konsep penyatuan ketiga aliran ideologis itu. Nasionalisme, Islamisme [Agama] dan Komunisme. Soekarno selalu mengatakan, ketiga ideologi tersebut tidak semestinya saling bertikai dan berebut pengaruh, ketiganya bisa sejalan. Dia berkali-kali menyebut, Nasakom adalah perasan dari Pancasila. Ketiga aliran ideologi tersebut, memiliki titik temu yang sama, yaitu anti kapitalisme dan liberalisme. Ketiga aliran ideologi itulah yang sama-sama memperjuangkan kemerdekaan nusantara.
Sayang, konsep Nasakom itu belum matang, telah terjadi peristiwa tahun 1965 yang mengubah haluan arah bangsa dalam sehari. Soeharto yang pro Barat naik kepanggung politik nasional, dan menjadi pimpinan tertinggi. Atas perintahnya, Komunis dihancurkan, Islam dibonsai. Komunis dijadikan ideologi terlarang, Islam dimata-matai dan gerakannya diberangus. Soeharto melakukan pembajakan yang gila-gilaan atas Pancasila. Dalam versi sejarah bangsa yang dibuatnya, Soekarno malah dikesankan telah melakukan pengkhiatan atas Pancasila yang dirumuskannya sendiri. Melalui publikasi yang gencar dan penguasaan sepenuhnya atas kurikulum pendidikan, rakyat dan generasi bangsa dimasa Orba dibuat trauma, atas apapun yang berbau komunis maupun terhadap simbol-simbol Islam bahkan termasuk phobia terhadap upaya-upaya pengagungan kepada Soekarno.
Bagi Soekarno, komunisme dan Islamisme memiliki peran besar dalam perjuangan berdirinya Indonesia termasuk dalam upaya mempertahankan kemerdekaan. Menurutnya nasionalisme yang bisa menjembatani keduanya.
Bagi Soeharto, militer dan tentaralah yang satu-satunya berperan dalam kemerdekaan dan upaya mempertahankannya. Tidak orang-orang kiri, tidak pula kaum santri. Peran para santri dan kaum kiri dalam revolusi kemerdekaan, dipotong habis dari rekaman pita sejarah.
Revolusi telah memangsa anaknya sendiri. Mereka yang pahlawan, dikenal sebagai pengkhianat, mereka yang berkhianat dikenang sebagai pahlawan. Tugas kitalah meluruskan kembali perjalanan sejarah bangsa yang disimpangkan.
Dirgahayu Republik Indonesia ke-72
[Ismail Amin, WNI sementara menetap di Qom-Iran]