Keniscayaan Terealisasinya Penegakkan Keadilan di Muka
Bumi
Pembahasan mengenai juru selamat merupakan pembahasan
yang sangat urgen dewasa ini. Hal tersebut berhubungan
erat dengan keyakinan dalam lingkup agama atau pun
mazhab. Sebagian umat kristiani meyakini bahwa di akhir
zaman, al-Masih akan muncul dan akan menyelamatkan umat
manusia serta mengisi dunia dengan kedamaian. Dalam Islam
pun demikian. Sebagian besar kaum muslimin meyakini bahwa
di akhir zaman nanti akan muncul putra dari keturunan
Nabi Muhammad saw, Muhammad Al-Mahdi yang akan menegakkan
keadilan di muka bumi.
Al-Quran menjelaskan Allah swt tidak mengutus seluruh
para nabi dan rasul kecuali untuk satu tujuan utama yaitu
menegakkan keadilan di muka bumi. Allah swt berfirman
dalam Al-Quran:
لَقَدْ أَرْسَلْنا رُسُلَنا بِالْبَيِّناتِ وَ أَنْزَلْنا مَعَهُمُ الْكِتابَ وَ الْميزانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ[1]
“Sesungguhnya Kami telah mengutus para rasul Kami dengan
membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan
bersama mereka kitab langit dan neraca (pemisah yang hak
dan yang batil dan hukum yang adil) supaya manusia
bertindak adil.”
Jadi, salah satu tujuan penting diutusnya para rasul
ialah menegakkan keadilan di muka bumi. Kita mengetahui
bahwa keadilan merupakan perkara yang fitriah atau
manusiawi, artinya seluruh umat manusia mendambakan
keadilan. Al-Quran pun menegaskan kembali bahwa keadilan
di muka bumi suatu saat pasti akan terealisasi. Berikut
ini ayat Al-Quran yang menerangkan tentang akan
terealisasinya keadilan di muka bumi. Allah swt
berfirman;
وَعَدَ اللهُ الَّذينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصَّالِحاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَ لَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دينَهُمُ الَّذِي ارْتَضى لَهُمْ وَ
لَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَني لا يُشْرِكُونَ بي شَيْئاً وَ مَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذلِكَ فَأُولئِكَ هُمُ الْفاسِقُونَ[2]
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman
di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa
Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di
bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan
bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka,
dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman
sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak
mempersekutukan suatu apa pun dengan Aku. Dan barang
siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka
itulah orang-orang yang fasik.”
Dalam ayat ini para mufassir berbeda pendapat mengenai “
استخلاف الارض” (kepemimpinan/kekhalifahan dimuka bumi).
Sebagian mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
kekhalifahan disitu ialah Nabi Adam as, Nabi Daud as dan
Nabi Sulaiman as. Allah swt berfirman:
وَ إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّيْ جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيْفَة[3]
“Dan (ingatlah) ketika Tuhan-mu berfirman kepada para
malaikat, Sesungguhnya Aku ingin menjadikan seorang
khalifah di muka bumi.”
يا داوُدُ إِنَّا جَعَلْناكَ خَليفَةً فِي الْأَرْضِ[4]
“Hai Daud! Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(penguasa) di muka bumi.”
Sebagian mufassir tidak sependapat dengan pendapat
tersebut, seperti Allamah Thabathaba’i dalam tafsir Mizan
mengatakan bahwa kata “الذین من قبلکم” (orang-orang sebelum
mereka) tidak sesuai dengan kedudukan para nabi, karena
tidak ditemukan dalam Al-Quran ibarat tersebut
dikhususkan untuk para nabi. Itu hanya menunujukkan
kepada umat-umat terdahulu yang mencapai keimanan dan
amal yang shaleh dimana Allah swt memberikan kekuasaan
pada mereka di muka bumi.
Sebagian mufassir juga berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan kekhalifahan di ayat tersebut ialah Khulafa
Arrasyidin, yaitu empat khalifah setelah Rasulullah saw.
Tapi kita mengetahui bahwa kekhalifahan mereka belum
meliputi seluruh bumi, juga keadilan dan kedamaian di
zaman khlaifah tersebut belum terealisasi. Sedangkan Al-
Quran menggambarkan bahwa keadilan akan terwujud seperti
keteguhan agama, menukar keadaan dari ketakutan menjadi
aman, tidak ada satupun yang menyekutukan Allah swt dll.
Dan mufassir lain mengatakan bahwa kekhalifahan dalam
ayat tersebut ialah Imam Mahdi as. dan para sahabatnya.
Mereka yang akan mewarisi bumi dan memenuhinya dengan
keadilan. Sebagaimana riwayat mengatakan.
لو لم یبق من الدنیا الا یوم لطول الله ذلک الیوم حتی یلی رجل من عترتی اسمه اسمی یملا الاض عدلا و قسطا کما ملئت ظلما و جورا[5]
“Jika umur dunia ini hanya tinggal satu hari, maka Allah
swt akan memanjangkan hari itu sampai muncul seorang
laki-laki dari keturunanku, bernama seperti namaku, dan
ia akan memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana
telah dipenuhi dengan kezaliman dan kejahatan.”
Berikut ayat-ayat lain yang berkaitan dengan pembahasan
tersebut.
وَ نُريدُ أَنْ نَمُنَّ عَلَى الَّذينَ اسْتُضْعِفُوا فِي الْأَرْضِ وَ نَجْعَلَهُمْ أَئِمَّةً وَ نَجْعَلَهُمُ الْوارِثينَ[6]
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang
tertindas di muka bumi itu, hendak menjadikan mereka
pemimpin, dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi
(bumi).”
وَ لَقَدْ كَتَبْنا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُها عِبادِيَ الصَّالِحُونَ[7]
”Dan sungguh Kami telah tulis di dalam Zabur sesudah
(Kami tulis dalam) azd-Dzikr (Taurat) bahwasanya hamba-
hamba-Ku yang saleh mewarisi bumi ini.”
Syarat Terealisasinya Tegaknya Keadilan di Muka Bumi
Sebelumnya kita telah membahas tentang keniscayaan
penegakkan keadilan di muka bumi, dan kita telah
mengetahui bahwa Allah swt tidak mengutus para nabi dan
rasul kecuali untuk menegakkan keadilan di muka bumi.
Lalu, muncul pertanyaan bagaimana keadilan itu akan
terwujud? Apa syarat-syarat untuk terealisasinya keadilan
di muka bumi?.
Untuk terwujudnya keadilan di muka bumi, ada tiga syarat
yang harus terpenuhi.
Pertama, adanya agama yang sempurna, dan universal yang
mampu menjawab seluruh masalah kehidupan manusia, atau
adanya aturan maupun syariat yang mampu memenuhi segala
kebutuhan manusia baik itu yang berhubungan antara
dirinya dengan Allah swt, atau dirinya dengan Alam,
Masyarakat, atau pribadinya sendiri. Kita meyakini bahwa
agama yang sempurna untuk sekarang ini ialah agama Islam.
Sebagaimana Allah swt berfirman dalam Al-Quran:
الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذينَ كَفَرُوا مِنْ دينِكُمْ فَلا تَخْشَوْهُمْ وَ اخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دينَكُمْ وَ أَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتي وَ رَضيتُ لَكُمُ الْإِسْلامَ ديناً[8]
“Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk
(mengalahkan) agamamu. Sebab itu, janganlah kamu takut
kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah
Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan
kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam itu menjadi
agama bagimu.”
Kedua, adanya Pemimpin/Imam/Pembimbing/Khalifah yang
mumpuni dalam memenuhi kebutuhan umat secara keilmuan
baik dalam bidang Ushul, Akidah, Fikh, Akhlak atau
Syariat. Pemimpin yang mampu mengamalkan agama dalam
kehidupan manusia, dan ia juga harus Makshum (suci) baik
secara ilmu maupun amal. Kita akan dapati bahwa Al-Quran
mensyaratkan Makshum untuk seorang Imam. Allah swt
berfirman:
وَ إِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيْمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّيْ جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِيْنَ[9]
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan
beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu ia
menunaikannya (dengan baik). Allah berfirman,
“Sesungguhnya Aku menjadikanmu imam bagi seluruh
manusia.” Ibrahim berkata, “Dan dari keturunanku (juga)?”
Allah berfirman, “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-
orang yang zalim.”
Ayat ini menunjukan tentang syarat penting untuk
seseorang yang telah mencapai maqom Imam yaitu
kemakshuman. Dan hal ini juga yang menjadi sebuah
keyakinan dalam mazhab Alhlul Bait bahwa seorang Imam
harus Makshum.
Ketiga, adanya umat yang mampu menanggung semua tanggung
jawab insaniah secara keseluruhan dan sempurna. Karena
Al-Quran tidak menginginkan terwujudnya penegakkan
keadilan di muka bumi secara Mukjizat, tapi Al-Quran
menginginkan keadilan yang lahir atas peran utama
manusia. Sebagaimana telah di paparkan dalam Al-Quran
surat al-Hadid ayat 25 sebelumnya, pada kalimat akhir
disebutkan لیقوم الناس بالقسط (supaya manusia bertindak adil). Jadi
manusialah yang mempunyai peran asas dan penting dalam
terealisasinya penegakkan keadilan di muka bumi.
Jika ketiga syarat-syarat ini terpenuhi maka penegakkan
keadilan di muka bumi akan terwujud dan terealisasi.
Dalam pandangan Mazhab Ahlul Bait, sampai saat ini syarat
pertama dan kedua telah terpenuhi, yaitu adanya Agama
yang sempurna dan Universal juga adanya Imam yang Makshum
serta mempuni dalam mengamalkan agama secara sempurna
yaitu Imam Mahdi as, yang Allah swt gaibkan dan akan
muncul nanti sebagaimana yang telah Rasulullah saw
katakan. Adapun dalam pandangan Mazhab Ahlus Sunnah bahwa
baru syarat pertama yang terpenuhi, adapun syarat kedua
mereka meyakini bahwa Imam Mahdi as belum lahir. Mereka
meyakini bahwa Imam Mahdi as akan lahir diakhir zaman dan
tidak ada yang mengetahui kelahirannya kecuali Allah swt.
Kita tidak akan membahas lebih dalam mengenai perbedaan
ini, tapi kita akan menyuguhkan satu hadis masyhur dan
mutawattir sebagai bahan perenungan yang menunjukan bahwa
Imam Mahdi as telah lahir. Hadis ini dikenal dengan nama
hadis Tsaqolain.
حَدَّثَنَا يحيى قَال حَدَّثَنَا جرير عن الحسن بن عبيد الله عن أبي الضحى عن زيد بن أرقم قَال النبي صلى الله عليه وسلم إني تارك فيكم ثقلین ما
إن تمسكتم به لن تضلوا كتاب الله عز وجل وعترتي أهل بيتي وإنهما لن يتفرقا حتى يردا علي الحوض
Telah menceritakan kepada kami Yahya yang berkata telah
menceritakan kepada kami Jarir dari Hasan bin Ubaidillah
dari Abi Dhuha dari Zaid bin Arqam yang berkata Nabi SAW
bersabda “Aku tinggalkan untuk kalian Tsaqolain yang
apabila kalian berpegang-teguh kepadanya maka kalian
tidak akan sesat yaitu Kitab Allah azza wa jalla dan
ItrahKu Ahlul Baitku dan keduanya tidak akan berpisah
hingga kembali kepadaKu di Al Haudh [Ma’rifat Wal Tarikh
Al Fasawi 1/536]
Hadis Tsaqolain merupakan hadis yang mencapai derajat
mutawattir dan tercantum baik dalam kitab-kitab Ahlus
Sunnah maupun Ahlul Bait. Banyak perawi yang meriwayatkan
hadis ini dalam bentuk teks yang berbeda-beda tapi muatan
isinya tetap sama yaitu Rasulullah saw meningggalkan dua
perkara penting yang jika berpegang pada keduanya tidak
akan tersesat selamanya yaitu Al-Quran dan Itrah Ahlul
Baitku yang keduanya tidak akan terpisah sampai kembali
kepadaku.
Hadis ini menunjukkan bahwa Al-Quran dan itrah nabi tidak
akan pernah terpisah, selama masih ada Al-Quran, maka
harus ada seorang dari keturunan nabi yang bersamanya,
yang mana jika berpegang teguh pada keduanya umat tidak
akan tersesat. Jika kita meyakini akan eksistensi Al-
Quran sampai saat sekarang ini, maka kelaziman bagi kita
untuk meyakini adanya seorang dari keturunan Rasul saw
yang bersama Al-Quran dan menjadi pegangan kita, sehingga
jika kita berpegang teguh pada keduanya maka kita tidak
akan tersesat. Seorang yang dinisbahkan bersama Al-Quran
pada zaman sekarang ini ialah Imam Mahdi as, sebagaimana
yang diyakini dalam Mazhab Ahlul Bait bahwa seorang Imam
yang menjadi pegangan umat manusia serta disandingkan
dengan Al-Quran ialah orang yang harus maksum.
Menyambut Janji Tuhan
Pada pembahasan awal kita telah menyinggung tentang janji
tuhan akan terealisasinya penegakkan keadilan di muka
bumi, sebagaimana Allah swt berfirman pada surat Annur
ayat 55 sebelumnya yang berbunyi
وَعَدَ اللهُ الَّذينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَ عَمِلُوا الصَّالِحاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman
di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa
Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di
bumi,”
Dalam teks tersebut dikatakan Allah swt telah berjanji
kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh akan
kekuasaan di muka bumi. Kita telah membahas bahwa yang
dimaksud Kekhalifahan dalam ayat tersebut ialah Imam
Mahdi as dan para sahabatnya. Namun yang menjadi
pertanyaan ialah kenapa janji Allah swt dalam ayat
tersebut hanya ditujukan kepada orang-orang yang beriman
dan beramal shaleh saja? Kenapa dalam perkara
Kekhalifahan Imam Mahdi as Allah swt tidak berjanji
kepada seluruh umat manusia? Bukankah setiap manusia
menginginkan keadilan di muka bumi ini?
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata janji
berarti perkataan yg menyatakan kesediaan dan kesanggupan
untuk berbuat (seperti hendak memberi, menolong, datang,
bertemu dll). Atau janji ialah penangguhan; penundaan
waktu.
Jika dilihat dari sisi pelaku pembuat janji, maka ada dua
hal yang akan terjadi setelah pelaku pembuat janji itu
mengikrarkan janjinya. Pertama, ia akan menepati
janjinya. Kedua, ia akan mengingkari janjinya.
Berikut ini faktor-faktor seseorang tidak menepati
janjinya:
Zalim, ia mampu untuk menepati janji, tapi secara
sengaja ia mengingkari janjinya dan berniat zalim
terhadap seseorang yang telah ia kasih janji.
Pada waktu yang ditentukan ia tidak memiliki sesuatu
yang telah ia janjikan kepada penerima janji.
Ia lupa akan janjinya
Adanya halangan yang secara langsung atau tidak
langsung menyebabkan ia mengingkari janjinya
Ia tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi janjinya.
Dan lain-lain
Kita telah sebutkan faktor-faktor penyebab pelaku pembuat
janji tidak menepati janjinya, lalu jika kita nisbahkan
semua faktor-faktor tersebut kepada Allah swt, apakah
mungkin dengan sebab-sebab itu Allah swt tidak menepati
janji? Ya, tidak mungkin hal itu terjadi, sangat mustahil
ada satu faktorpun yang menyebabkan Allah swt tidak
menepati janjinya. Jadi kesimpulannya ialah Allah swt
pasti akan menepati janjinya. Jika Allah swt menjanjikan
penegakkan keadilan di muka bumi, maka hal itu sudah
sangat pasti akan terjadi dan terealisasi. Karena Allah
swt tidak mungkin mengingkari janjinya.
Jika dilihat dari sisi penerima janji, maka ada dua hal
yang akan terjadi kepada si penerima janji. Pertama,
janji itu akan memberikan atsar, dampak atau pengaruh
terhadap dirinya. Kedua, janji itu tidak memberikan
atsar, dampak atau pengaruh terhadap dirinya.
Kita akan menjelaskan yang pertama dan kedua dengan
sebuah contoh. Misalnya Anda adalah seorang karyawan di
suatu perusahaan, kemudian suatu hari Bos Anda yang
dikenal baik oleh semua karyawan di perusahaan itu
menjanjikan kenaikan pangkat dan gaji kepada Anda jika
Anda melakukan pekerjaan dengan baik. Jika janji itu
berdampak dan mempengaruhi Anda, maka sejak saat itu Anda
pasti akan bekerja dengan sebaik mungkin dan memiliki
pengharapan yang tinggi terhadap apa yang dijanjikan oleh
Bos Anda tersebut, karena konsekuensi dari dampak atau
pengaruh janji itu ialah adanya gerakan atau usaha dari
Anda, sehingga gerakan yang dilakukan oleh Anda semata-
mata hanya untuk merealisasikan janji dari Bos Anda
tersebut.
Tapi jika janji itu tidak memberikan dampak atau pengaruh
terhadap diri Anda, maka sejak saat itu anda akan bekerja
biasa-biasa saja, dan Anda tidak berharap sedikitpun
terhadap apa yang dijanjikan Bos. Karena janji itu tidak
berdampak dan berpengaruh pada diri Anda, maka tidak ada
gerakan atau usaha sedikitpun dari diri Anda dalam
merealisasikan janji Bos Anda. Dalam hal ini Anda hanya
sekedar mengetahui informasi yang di janjikan oleh Bos
Anda tanpa adanya sambutan dan gerakan dari Anda dalam
mewujudkan apa yang dijanjikan Bos Anda.
Nah, jika Allah swt menjanjikan penegakkan keadilan di
muka bumi yang dipimpin oleh Imam Mahdi as, maka
pertanyaannya ialah apakah janji Allah swt itu telah
berdampak atau berpengaruh terhadap diri kita? Jika iya,
maka konsekuensi dari dampak atau pengaruh janji itu
ialah adanya gerakan dan usaha dari kita dalam menyambut
janji Tuhan tersebut, juga adanya pengharapan yang tinggi
dalam diri kita akan terealisasinya janji Tuhan tersebut,
sebagaimana dalam suatu hadis Rasulullah saw mengatakan:
افضل اعمال امتی انتظار الفرج من الله عز و جل[10]
“Seutama-utama amal umatku ialah menunggu Alfaraj dari
Allah Azza wa Jalla.”
Yang dimaksud dengan menunggu dalam hadis tersebut
bukanlah menunggu dalam artian diam tidak melakukan
apapun, tapi menunggu disitu ialah adanya gerakan atau
usaha dalam menyambut Alfaraj, sebagaimana yang telah
kita paparkan diatas bahwa konsekuensi atas dampak dan
pengaruh janji ialah adanya gerakan dan usaha serta
pengharapan yang tinggi dalam merealisasikan janji
tersebut.
Tapi, jika janji Allah swt tidak berdampak dan
berpengaruh terhadap diri kita, maka posisi kita hanya
sebatas mengetahui informasi akan janji Allah swt
tersebut, juga tidak ada gerakan dan usaha serta
pengharapan yang tinggi dari kita dalam merealisasikan
dan menyambut janji Allah swt. Jadi, kenapa Allah swt
hanya berjanji kepada orang-orang yang beriman dan
beramal shaleh dalam penegakkan keadilan dan kekhalifahan
Imam Mahdi as di muka bumi? Karena telah kita ketahui
bahwa tidak semua orang merasakan akan janji Allah
tersebut. Hanya orang-orang khusus yang bisa merasakan
janji Allah swt, yaitu orang-orang yang bergerak dan
berusaha serta memilki harapan yang tinggi akan
terwujudnya dan terealisasinya janji Allah swt.
Jadi, apakah kita sudah termasuk orang-orang yang
merasakan dampak dan pengaruh atas janji Allah swt?
Apakah kita sudah termasuk orang-orang yang merindukan
dan berharap banyak akan terealisasinya janji Allah swt?
Apakah kita sudah termasuk orang-orang yang bergerak
dalam menyambut apa yang dijanjikan Allah swt?
Wallahu A’lam
CATATAN :
[1] QS Alhadid : 25
[2] QS Annur : 55
[3] QS Albaqarah: 30
[4] QS Asshad : 26
[5] Kitab Muntakhab Alasar, memuat 123 hadis tentang
pembahasan ini, lihat hal. 247
[6] QS Alqasas : 5
[7] QS Alanbiya : 105
[8] QS Almaidah : 3
[9] QS Albaqarah : 123
[10] Kitab Biharul Anwar juz 52 hal. 128 hadits ke 21