Indonesian
Thursday 26th of December 2024
0
نفر 0

[1] Keterjagaan Al-Qur'an dari Perubahan

[1] Keterjagaan Al-Qur'an dari Perubahan

Mari menunjukkan bukti kecintaan kita kepada Al-Qur’an dan Islam dengan menghentikan perkataan dan tuduhan-tuduhan bahwa ada kelompok Islam yang menyakini terjadinya perubahan pada Al-Qur’an dan jangan memberikan celah kepada musuh untuk menghancurkan umat ini.

Umat Syiah sebagai bagian dari kaum muslimin sejak awal keberadaannya sampai saat ini meyakini Al-Qur'an adalah kitab suci bagi umat Islam yang terjaga dan tidak mengalami penyimpangan dalam bentuk apapun, baik itu penambahan maupun pengurangan. Al-Qur'an yang dibaca kaum muslimin hari ini adalah yang juga diterima Rasulullah Saw melalui perantaraan malaikat Jibril as. Dalam banyak kitab, ulama-ulama Syiah baik yang klasik maupun kontemporer dalam berbagai bidang ilmu, semisal tafsir, ushul fiqh dan ulumul hadits menegaskan bahwa tidak ada tahrif (perubahan) yang terjadi pada ayat-ayat Al-Qur'an dan didukung oleh berbagai dalil naqli dan aqli. Demikian pula dengan ulama-ulama dan mayoritas muhakkik (peneliti) dari kalangan Sunni, bahwa keterjagaan Al-Qur'an sejak  diturunkannya sampai kiamat kelak adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar.

Tidak bisa dipungkiri, keberadaan ilmuan dari kedua mazhab besar ini yang mengemukakan pendapat yang menyimpang dari keyakinan mainstream yang ada dengan menyebut Al-Qur'an mengalami penyimpangan dan tidak lagi terjamin keasliannya. Namun pendapat mereka tidak masyhur dari kalangan ilmuan dan terpelajar Islam bahkan tidak mendapat pendukung kecuali sangat sedikit sekali.

Diantara ilmuan tersebut, Ibn al Khathib dari kalangan Ahlu Sunnah yang menulis kitab 'al Furqan fi Tahrif al Qur'an' pada tahun 1948 M (1367 H). Terbitnya kitab tersebut mendapat reaksi keras dari kalangan ulama dan mahasiswa Universitas al Azhar. Selain diberikan bantahan, kitab tersebut juga dilarang secara resmi peredarannya. Meskipun akhirnya kitab tersebut tetap beredar secara ilegal dalam jumlah yang sedikit.

Demikian juga kitab Fashl al Khathab  fi Tahrif kitab Rabbu al Arbaab yang ditulis oleh seorang peneliti hadits Syiah bernama Syaikh An-Nuri Ath-Thibrisi. Kitab yang  diterbitkan tahun 1291 H itu mendapat tanggapan keras dari akademisi Hauzah Ilmiyah Najaf. Beberapa kitab sengaja ditulis untuk memberikan bantahan dan kritikan atas buah karya Syaikh an- Nuri tersebut.

Diantara ulama Syiah yang memberikan bantahan atas pendapat Syaikh Nuri yang menyebutkan terdapat tahrif dalam al-Qur'an:

    Syaikh Mahmud bin Abi Al Qasim (w 1313 H) dalam kitabnya Kasyf al Irtiyaab fi 'adam Tahrif al Kitab.
    Allamah Sayyid Muhammad Husain Shahrastani (w 1315 H) khusus menulis kitab bantahan dengan judul Hafdz al Kitab as Syarif  'an Syubhah al Qaul bil Tahrif.
    Allamah Balaghi (w 1352 H) juga seorang muhakkik dari Hauzah Ilmiyah Najaf memberikan bantahan dalam kitabnya Tafsir Aalaa ar Rahman.
    Ayatullah Makarim Syirazi dalam kitabnya Anwar al Ushul memberikan bantahan tegas yang tidak terbantahkan atas syubhat-syubhat terdapatnya tahrif pada ayat-ayat Al-Qur'an yang diungkap oleh Syaikh Nuri dalam kitab kontroversialnya tersebut.

Syaikh Nuri meskipun dikenal sebagai ulama Syiah yang diakui keilmuannya namun sebagaimana yang dikatakan   Allamah Balaghi, beliau dalam menuliskan kitabnya tersebut bersandar pada riwayat-riwayat yang lemah dan memiliki kecacatan dalam sanad periwayatannya. Syaikh Nuri sendiri menurut Allamah Balaghi telah memberikan pengakuan dan penyesalan atas terbitnya kitab yang ditulisnya tersebut.  Bahkan Syaikh Nuri memberikan pembelaan atas dirinya dengan mengatakan, "Yang saya maksudkan dengan menulis kitab tersebut justru hendak menunjukkan bukti kesucian Al-Qur'an dari berbagai bentuk tahrif, namun saya keliru dalam interpretasi dan salah dalam memberi penjelasan."

Adanya beberapa kitab yang ditulis khusus untuk membantah isu-isu tahrif Al-Qur'an merupakan bukti nyata besarnya kesungguhan ulama-ulama dari kalangan Sunni maupun Syiah untuk menjaga agama dari anasir-anasir yang hendak melemahkan dan merusaknya.

Oleh karena itu, apa karena Syaikh Nuri beraqidah Syiah dan apapun pendapatnya berarti itulah aqidah Syiah meskipun pendapat pribadinya itu keliru?. Kitab Fashl al Khathab  karya Syaikh Nuri tersebut oleh Wahabi dijadikan alasan benarnya tudingan mereka, bahwa bagian dari aqidah sesat Syiah adalah meyakini adanya tahrif Al-Qur'an. Sementara kalau memang adanya satu kitab saja dari Syiah yang menyebutkan adanya tahrif Al-Qur'an sudah bisa menjadi bukti sesatnya Syiah maka hal tersebut juga semestinya berlaku bagi Ahlus Sunnah. Sebab dikalangan Ahlus Sunnah sendiri terdapat Ibn al Khathib al Meshri yang menulis pernyataan adanya tahrif Al-Qur'an dalam kitabnya 'al Furqan fi Tahrif al Qur'an. Kalau kitab tersebut tidak bisa dijadikan hujjah sebab ulama-ulama Mesir telah membantah dan menunjukkan bukti kelirunya pandangan Ibn al Khatib tersebut, maka ulama-ulama Najaf juga telah melakukan hal yang sama terhadap pandangan kontroversial Syaikh Nuri.

Dalam kitab tafsir al Qurthubi dan Darr al Mantsur, dua kitab tafsir terkenal dikalangan Ahlu Sunnah menuliskan sebuah riwayat yang dinukil dari Aisyah istri Nabiullah Muhammad Saw yang menyebutkan, "Surah al Ahzab awalnya memiliki 200 ayat, dan tidak tersisa darinya kecuali 73 ayat." Lebih dari itu, dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim juga terdapat riwayat yang mengindikasikan terjadinya tahrif dalam Al-Qur'an. Namun Syiah tidak menjadikan alasan karena adanya satu-dua kitab atau adanya beberapa riwayat tersebut membuat Ahlu Sunnah menjadi tertuduh bahwa mereka meyakini terjadinya tahrif dalam Al-Qur'an. Semestinya Ahlus Sunnahpun bersikap yang  sama. Tentu tidak bisa diterima, hanya karena pendapat satu-dua orang dikalangan Syiah, kemudian menisbatkan pendapat tersebut ke seluruh ulama besar Syiah dan menyebutnya, demikianlah aqidah Syiah itu.  

Riwayat-riwayat yang dinukil oleh Syaikh Nuri dalam kitabnya tersebut semua bermasalah pada sisi sanad. Sebab perawi-perawi dari riwayat-riwayat yang mengindikasikan terdapatnya tahrif dari Al-Qur'an tersebut mengandung kecacatan yang tidak terlepas dari tiga hal, fasad (pelaku kerusakan), pendusta atau majhul (tidak dikenali). Ahmad bin Muhammad al Sayaari seorang yang fasad, Ali bin Ahmad al Kufi pendusta dan Abi al Jarud majhul atau mardud.

Pihak yang memvonis bahwa aqidah Syiah menyebutkan adanya perubahan pada Al-Qur’an tidak sadar bahwa tuduhannya tersebut yang disebabkan oleh kebencian firqah ibarat menusukkan duri pada Islam. Dengan adanya tuduhan tersebut, musuh-musuh Islam akan berkata, “Tidak adanya perubahan pada Al-Qur’an menjadi perdebatan dikalangan kaum muslimin sendiri. Sebab salah satu kelompok besar dari mereka meyakini, bahwa telah terjadi perubahan pada Al-Qur’an.” Kepada kelompok yang menuduhkan hal tersebut pada Syiah dinasehatkan, jangan sampai karena kebencian dan permusuhan yang lahir dari fanatisme mazhab menyebabkan jantung Islam yakni Al-Qur’an kalian rendahkan dan hinakan sendiri.

Mari menunjukkan bukti kecintaan kita kepada Al-Qur’an dan Islam dengan menghentikan perkataan dan tuduhan-tuduhan bahwa ada kelompok Islam yang menyakini terjadinya perubahan pada Al-Qur’an  dan jangan memberikan celah kepada musuh untuk menghancurkan umat ini.

Fitnah dan tuduhan yang tidak berdasar tersebut tersebar luas dan menjadi konsumsi masyarakat umum. Dalam salah satu perjalanan saya [Ayatullah Makarim Shirazi, pent] ke Baitullah untuk melaksanakan umrah, saya menyempatkan diri bertemu dengan Menteri urusan Mazhab Arab Saudi. Menteri Arab Saudi tersebut dalam sambutannya berkata, “Kami mendengar anda memiliki Al-Qur’an yang berbeda dengan Al-Qur’an yang kami miliki.”

Saya menjawab, “Untuk menguji ketidakbenaran tuduhan tersebut sangat mudah. Silahkan anda sendiri atau memilih salah satu utusan untuk mengunjungi kota Tehran yang akan kami biayai. Al-Qur’an ada disetiap masjid dan semua rumah-rumah warga Tehran. Ada ribuan masjid dan ratusan ribu rumah penduduk di Tehran. Kami memberikan kebebasan sepenuhnya kepada utusan anda untuk memilih masjid dan rumah manapun yang hendak dia masuki. Maka kalian akan mendapati kenyataan bahwa hatta satupun kata pada Al-Qur’an yang mereka baca tidak berbeda dengan apa yang ada pada sisi kalian. Seorang pejabat Negara seperti anda tidak sepantasnya termakan dan terpedaya oleh kebohongan tersebut.”

“Para Qari kami tidak sedikit yang ikut serta dalam musabaqah qiraat Al-Qur’an tingkat internasional, bahkan sebagian dari mereka meraih prestasi terbaik. Dan para hafidz Qur’an dari Negara kami, khususnya hafidz cilik, telah mengunjungi banyak Negara muslim untuk menunjukkan kemampuannya.

Setiap tahun lembaga-lembaga pendidikan keagamaan kami mencetak ribuan qari dan penghafal Al-Qur’an. Kelas-kelas penghafalan Al-Qur’an, qiraat, tafsir Al-Qur’an dan semua hal yang berkaitan dengan Ulumul Qur’an berlangsung secara terbuka dan dapat diakses dengan mudah oleh publik.

Dengan adanya kesemua kegiatan Qur’ani tersebut, Al-Qur’an yang kami gunakan adalah juga Al-Qur’an yang dikenal secara umum dan digunakan oleh seluruh kaum muslimin di dunia. Tidak ada seorangpun yang mengenal adanya keberadaan Al-Qur’an yang berbeda kecuali Al-Qur’an yang sebagaimana dikenal secara masyhur. Dan tidak ditemukan satu majelis atau satu ceramahpun yang menyebutkan, adanya perubahan dan penyimpangan dari kitab Al-Qur’an tersebut. Lantas, bagaimana bisa, fitnah bahwa kami meyakini adanya Al-Qur’an yang berbeda masih juga berhembus sampai saat ini, dan dari kalangan terpelajar dan petinggi negarapun termakan akan fitnah tersebut?.”

Bersambung…

[Diterjemahkan secara bebas, oleh Ismail Amin, dari bab I kitab Syiih Pasukh Mighuyad, (Syiah Memberikan Jawaban), karya Ayatullah Makarim Shirazi]

0
0% (نفر 0)
 
نظر شما در مورد این مطلب ؟
 
امتیاز شما به این مطلب ؟
اشتراک گذاری در شبکه های اجتماعی:

latest article

Doa-doa Nabi Nuh as
Mengapa Dilarang Mengucapkan Selamat Natal?
Pintu-pintu neraka
Nabi Isa a.s. dan Natal
Hadis Larangan Penyerupaan dan Penisbatan kepada Allah dari Imam Ridha as
Persamaan Perempuan dan Laki-laki Dalam Perspektif Islam (Bag. 1)
Aksi Mogok Makan Ulama Pakistan Menjelang Hari ke- 20
Belajar Cara Shalat Ahlul Bait as
ASYURA DAN REKAYASA SOSIAL
Dimanakah pedang Dzulfiqar Imam Ali As sekarang ini?

 
user comment