Keutamaan Imam Ali Sayyid Pemimpin Di Dunia dan Akhirat : Bukti Keutamaan Yang Lebih Tinggi Dari Abu Bakar dan Umar
Telah diriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa Ali adalah Sayyid yaitu pemimpin atau penghulu di dunia dan juga di akhirat.
حدثنا أحمد بن عبد الجبار الصوفي قثنا أحمد بن الأزهر نا عبد الرزاق قال انا معمر عن الزهري عن عبيد الله بن عبد الله عن بن عباس قال بعثني النبي صلى الله عليه وسلم الى علي بن أبي طالب فقال أنت
سيد في الدنيا وسيد في الآخرة من احبك فقد احبني وحبيبك حبيب الله وعدوك عدوي وعدوي عدو الله الويل لمن ابغضك من بعدي
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdul Jabbar Ash Shufi yang berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Al Azhar yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq yang berkata telah menceritakan kepada kami Ma’mar dari Az Zuhri dari Ubaidillah bin Abdullah dari Ibnu Abbas yang berkata “Nabi SAW mengutusku kepada Ali bin Abi Thalib lalu Beliau bersabda “Wahai Ali kamu adalah Sayyid [pemimpin] di dunia dan Sayyid [pemimpin] di akhirat. Siapa yang mencintaimu maka sungguh ia mencintaiku, kekasihmu adalah kekasih Allah dan musuhmu adalah musuhku dan musuhku adalah musuh Allah. Celakalah mereka yang membencimu sepeninggalKu [Fadhail Shahabah no 1092]
Hadis di atas juga diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Al Mustadrak Ash Shahihain no 4640, Al Khatib dalam Tarikh Baghdad 4/261, dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq 42/292. Hadis di atas diriwayatkan oleh para perawi yang terpercaya dan sanadnya shahih tanpa keraguan
* Ahmad bin Abdul Jabbar Ash Shufi adalah Syaikh Muhaddis yang tsiqat. Al Khatib dan yang lainnya menyatakan ia tsiqat [As Siyar 14/152 no 88]
* Ahmad bin Al Azhar adalah seorang hafizh yang tsiqat seorang imam yang tsabit. [As Siyar 12/364 no 157]. Abu Hatim dan Shalih Al Jazarah menyatakan ia shaduq. Nasa’i dan Daruquthni menyatakan “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Syahin dan Ibnu Hibban menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 1 no 6]. Al Hakim menyatakan kalau Ahmad bin Al Azhar disepakati tsiqat [Al Mustadrak no 4640]
* Abdurrazaq bin Hammam adalah Al Imam Al Hafizh perawi kutubus sittah dimana Bukhari dan Muslim telah berhujjah dengan hadisnya. Ia seorang hafiz yang dikenal tsiqat sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar [At Taqrib 1/599]
* Ma’mar adalah Ma’mar bin Rasyd perawi kutubus sittah. Ibnu Ma’in, Al Ajli, Yaqub bin Syaibah, Ibnu Hibban dan An Nasa’i menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 10 no 441] . Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tsabit. [At Taqrib 2/202]
* Az Zuhri adalah Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab. Al Hafiz Al Faqih yang disepakati [ketsiqahannya], dijadikan hujjah oleh Bukhari Muslim [At Taqrib 2/133]
* Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud adalah tabiin yang tsiqah dijadikan hujjah oleh Bukhari Muslim. Al Ajli, Abu Zar’ah dan Ibnu Hibban menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 7 no 50]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat faqih tsabit [At Taqrib 1/634].
Hadis ini sangat jelas shahih karena diriwayatkan para perawi yang terpercaya tetapi lagi-lagi ada saja kelucuan yang ditampilkan oleh beberapa ulama yang mengingkari hadis ini.
Al Hakim dalam Al Mustadrak As Shahihain no 4640 setelah meriwayatkan hadis ini, ia berkata
صحيح على شرط الشيخين وأبو الأزهر بإجماعهم ثقة وإذا تفرد الثقة بحديث فهو على أصلهم صحيح
Shahih dengan syarat Bukhari Muslim dan Abul Azhar disepakati para ulama sebagai perawi yang tsiqah dan jika perawi yang tsiqah menyendiri dalam meriwayatkan hadis maka menurut para ulama hadis tersebut shahih. [Al Mustadrak no 4640]
Lucunya Adz Dzahabi setelah membaca pernyataan Al Hakim, ia malah berkata
هذا وإن كان رواته ثقات فهو منكر ليس ببعيد من الوضع
Hadis ini walaupun para perawinya tsiqat adalah hadis mungkar tidak jauh dari derajat palsu [Talkhis Al Mustadrak 3/128]
Begitulah pernyataan putus asa yang dikeluarkan oleh Adz Dzahabi untuk memvonis palsu hadis tersebut. Bukankah ini bukti kalau beberapa ulama mengalami kekacauan jika mereka berhadapan dengan hadis keutamaan Ahlul Bait yang tidak mereka sukai. padahal dimanakah letak kemungkarannya?. Justru yang mungkar itu adalah perkataan Adz Dzahabi dan penolakan dengan gaya semacam Adz Dzahabi ini.
Diantara dalih yang digunakan untuk melemahkan hadis ini adalah Ahmad bin Al Azhar menyendiri dalam meriwayatkan hadis ini dari Abdurrazaq. Tidak jarang diantara mereka malah mengutip pengingkaran Ibnu Ma’in terhadap hadis ini. Lucunya pengingkaran Ibnu Ma’in ini jelas-jelas tidak bisa dijadikan hujjah. Al Khatib berkata
أخبرني محمد بن أحمد بن يعقوب أخبرنا محمد بن نعيم الضبي قال سمعت أبا على الحسين بن علي الحافظ يقول سمعت أحمد بن يحيى بن زهير التستري يقول لما حدث أبو الأزهر النيسابوري بحديثه عن عبد
الرزاق في الفضائل ، أخبر يحيى بن معين بذلك ، فبينا هو عنده في جماعة أهل الحديث ،إذ قال يحيى بن معين من هذا الكذاب النيسابوري الذي حدث عن عبد الرزاق بهذا الحديث ؟ فقام أبو الأزهر فقال : هو ذا
أنا . فتبسم يحيى بن معين وقال : أما إنك لست بكذاب ، وتعجب من سلامته ! وقال : الذنب لغيرك في هذا الحديث
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ahmad bin Yaqub yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Nu’aim Adh Dhuba’i yang berkata aku mendengar Abu Ali Husain bin Ali Al Hafizh berkata aku mendengar dari Ahmad bin Yahya bin Zuhair At Tusturi yang berkata “ketika Abul Azhar meriwayatkan hadis Abdurrazaq tentang Fadha’il [Imam Ali] kemudian dikabarkan kepada Ibnu Main. Maka pada suatu ketika Ibnu Main duduk bersama para ulama ahli hadis, Ibnu Ma’in berkata “Siapa pendusta dari Naisabur yang meriwayatkan hadis dari Abdurrazaq ini?. Maka Abul Azhar berdiri dan berkata “sayalah orangnya”. Yahya bin Ma’in tersenyum dan berkata “kamu bukan seorang pendusta” [dan ia heran mengapa ia masih selamat]. Kemudian Ibnu Ma’in berkata “ hadis ini dosa orang lain” [Tarikh Baghdad 4/261]
Silakan lihat baik-baik, pengingkaran Ibnu Ma’in itu tidak ada artinya dan tidak bernilai hujjah sedikitpun. Sudah jelas bahwa yang meriwayatkan hadis ini adalah Abul Azhar dan dialah perawi yang berasal dari Naisabur. Ibnu Ma’in pada awalnya dengan sembarangan berkata “siapa pendusta dari Naisabur” tetapi setelah ia melihat dengan jelas kalau yang meriwayatkan hadis tersebut adalah Abul Azhar yang dikenal tsiqah maka tidak ada jalan lain baginya selain berkelit dan mengatakan hadis itu bukan dosa Abul Azhar tetapi dosa orang lain. Lucu bukan, sekarang siapa orang Naisabur yang mau dituduh oleh Ibnu Ma’in itu, sudah jelas tidak ada. Perkataan itu cuma basa-basi untuk menyelamatkan wibawanya dihadapan para ulama lain.
Mengapa Abul Azhar menyendiri meriwayatkan hadis ini?. Ternyata terdapat kisah yang menjelaskan tentang hal ini. Al Khatib berkata
قال أبو الفضل فسمعت أبا حاتم يقول سمعت أبا الازهر يقول خرجت مع عبد الرزاق إلى قريته فكنت معه في الطريق فقال لي يا أبا الازهر أفيدك حديثا ما حدثت به غيرك قال فحدثني بهذا الحديث
Abu Fadhl berkata aku mendengar dari Abu Hatim yang berkata aku mendengar dari Abul Azhar yang mengatakan “aku keluar bersama Abdurrazaq ke desanya dan aku bersamanya dalam perjalanan, kemudian ia berkata kepadaku “wahai Abul Azhar aku akan menceritakan hadis yang belum pernah aku ceritakan kepada siapapun selainmu, maka ia menceritakan hadis tersebut” [Tarikh Baghdad 4/261]
Kisah ini juga diriwayatkan oleh Al Hakim dengan lebih lengkap. Al Hakim berkata
سمعت أبا عبد الله القرشي يقول سمعت أحمد بن يحيى الحلواني يقول لما ورد أبو الأزهر من صنعاء وذاكر أهل بغداد بهذا الحديث أنكره يحيى بن معين فلما كان يوم مجلسه قال في آخر المجلس أين هذا
الكذاب النيسابوري الذي يذكر عن عبد الرزاق هذا الحديث فقام أبو الأزهر فقال هو ذا أنا فضحك يحيى بن معين من قوله وقيامه في المجلس فقربه وأدناه ثم قال له كيف حدثك عبد الرزاق بهذا ولم
يحدث به غيرك فقال أعلم يا أبا زكريا أني قدمت صنعاء وعبد الرزاق غائب في قرية له بعيدة فخرجت إليه وأنا عليل فلما وصلت إليه سألني عن أمر خراسان فحدثته بها وكتبت عنه وانصرفت معه إلى
صنعاء فلما ودعته قال لي قد وجب علي حقك فأنا أحدثك بحديث لم يسمعه مني غيرك فحدثني والله بهذا الحديث لفظا فصدقه يحيى بن معين واعتذر إليه
Aku mendengar Abu Abdullah Al Qurasy berkata aku mendengar Ahmad bin Yahya Al Halwani berkata ketika Abul Azhar kembali dari Shan’a dan meriwayatkan hadis ini kepada penduduk Baghdad maka Ibnu Ma’in mengingkari [hadis tersebut]. Sehingga suatu hari di dalam majelis ia berkata di akhir majelis “siapa pendusta dari Naisabur yang meriwayatkan hadis dari Abdurrazaq ini?”. Maka Abul Azhar berdiri dan berkata “saya orangnya”. Yahya bin Ma’in tersenyum dengan perkataannya, ia berdiri dan membawa Abul Azhar duduk kemudian ia berkata “bagaimana engkau bisa menceritakan hadis dari Abdurrazaq dimana tidak ada selainmu yang menceritakan hadis tersebut. Abul Azhar berkata “wahai Abu Zakaria, suatu ketika aku datang ke Shan’a dan Abdurrazaq sedang tidak ada di desanya, ia berada di tempat yang jauh. Maka aku mendatanginya padahal ketika itu aku sedang sakit. Ketika aku bertemu dengannya, ia menanyakan kepadaku sesuatu tentang Khurasan maka aku menceritakan kepadanya dan menuliskannya. Dan aku menemaninya dalam perjalanan kembali ke Shan’a. Kemudian ia berkata kepadaku “sungguh wajib bagiku untuk membalasmu, aku akan menceritakan sebuah hadis dimana belum ada seorangpun selainmu yang mendengarnya dariku”. Demi Allah inilah hadis yang dikatakannya. Maka Yahya bin Ma’in percaya dan meminta maaf kepadanya. [Al Mustadrak Ash Shahihain no 4640]
Begitulah ketika itu Abul Azhar adalah orang pertama yang mendengar hadis tersebut dari Abdurrazaq dan belum ada seorangpun saat itu yang mendengar hadis tersebut. Tentu saja kesaksian Abul Azhar bisa diterima dan walaupun ia menyendiri meriwayatkan hadis ini dari Abdurrazaq maka itu tidaklah merusak kedudukan hadisnya. Apalagi ternyata diketahui bahwa setelah peristiwa dengan Abul Azhar ini, Abdurrazaq menceritakan hadis tersebut kepada perawi lain yaitu Muhammad bin Ali bin Sufyan Ash Shan’ani. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Al Khatib
وقد رواه محمد بن حمدون النيسابوري عن محمد بن على بن سفيان النجار عن عبد الرزاق
Sungguh telah diriwayatkan Muhammad bin Hamdun An Naisabur dari Muhammad bin Ali bin Sufyan An Najar dari Abdurrazaq [Tarikh Baghdad 4/262]
Kesaksian ini semakin menguatkan kalau hadis Abul Azhar tersebut memang benar tsabit dari Abdurrazaq dan tidak ada lagi yang pantas diragukan kecuali oleh orang-orang yang memiliki sesuatu di hatinya. Orang-orang yang entah mengapa merasa risih jika ada keutamaan yang sangat besar dimiliki oleh Ahlul Bait.
Singkat Tentang Matan Hadis
Banyak faedah yang bisa dipetik dari matan hadis tersebut. Diantaranya hadis tersebut menunjukkan keutamaan Imam Ali di atas para sahabat lainnya [termasuk Abu Bakar, Umar dan Utsman]. Karena Imam Ali adalah Sayyid [Pemimpin] bagi mereka baik di dunia maupun di akhirat kelak. Hadis tersebut juga menunjukkan kecaman yang begitu besar kepada mereka yang memusuhi dan membenci Imam Ali karena disebutkan bahwa Musuh Imam Ali adalah Musuh Rasulullah SAW dan musuh Rasulullah SAW adalah musuh Allah SWT. Sungguh celaka sekali mereka yang memusuhi dan membenci Imam Ali.
Hadis di atas bukan hak milik kaum syiah. Hadis ini tidak ada urusan dengan mahzab yang dianut. Hadis ini adalah milik orang islam, betapa menjijikkannya mereka yang menolak hadis ini hanya karena hadis ini dijadikan hujjah oleh Syiah. Dan betapa lucunya mereka para pengingkar yang bekerja keras untuk mencacatkan hadis ini karena mereka tidak akan menemukan cacat selain cacat yang ada pada diri mereka sendiri. Mereka berkata “kami mencintai sahabat Ali” tetapi mengapa mereka keberatan dengan hadis keutamaan Imam Ali di atas. Ataukah mereka mencintai Imam Ali jika dan hanya jika keutamaan Imam Ali di bawah keutamaan Abu Bakar dan Umar. Apakah mereka beranggapan hadis yang menunjukkan keutamaan Imam Ali di atas Abu Bakar dan Umar harus ditolak walau seshahih apapun sanadnya?. Mengapa mereka begitu dengki kepada “para pecinta ahlul bait”?. Tidak jarang mereka merendahkan orang yang mencintai Ahlul Bait dengan sebutan “Rafidhah” kemudian mereka menebarkan syubhat kalau Rafidhah itu sesat dan menyesatkan bahkan bukan islam. Ada apa di hati mereka? Hanya Allah SWt yang tahu. Semoga Allah SWT selalu menjaga para pecinta Ahlul Bait dari kecaman dan kedengkian orang-orang seperti mereka.