Dalam surat Huud, Allah swt berfirman,
قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيب
“Dia (Syu‘aib) berkata, “Wahai kaumku! Terangkan padaku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhan-ku dan aku Dianugerahi-Nya rezeki yang baik (pantaskah aku menyalahi perintah-Nya)? Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya. Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan semampuku. Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya (pula) aku kembali.” (QS.Huud:88)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa tujuan dakwah Nabi Syuaib as adalah “Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan semampuku”. Semboyan ini bukan hanya milik Nabi Syuaib, karena setiap nabi dan para pemimpin yang ikhlas memiliki semboyan yang sama, “melakukan perbaikan”.
Setiap perkataan dan perbuatan mereka menjadi saksi bahwa para nabi hanya menginginkan perbaikan ditengah umatnya.
Mereka datang bukan hanya untuk memberi perintah dan larangan, mereka diutus bukan hanya untuk memberi iming-iming surga dan memperingatkan tentang neraka. Namun tugas utama para nabi adalah melakukan perbaikan demi perbaikan pada kehidupan umat manusia.
Perbaikan apa yang dimaksud?
Perbaikan dengan arti yang luas. Mereka datang untuk memperbaiki pola pikir dan moral manusia. Tak hanya itu, para nabi juga berupaya untuk memperbaiki sistem kehidupan, mulai dari budaya, sosial ataupun politik untuk menciptakan keadilan ditengah masyarakat.
Dan dalam menjalankan misi ini, sandaran mereka hanyalah Allah swt. Karena itu tidak ada rasa takut dalam hati para nabi dalam menghadapi ancaman maupun tekanan dari pihak lain. Seperti perkataan nabi Syuaib as di akhir ayat diatas. “Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya (pula) aku kembali.”