Sayed Ja’far Rabbany
Dalam doa “اللهم ارزقنا توف?ق الطاعة” (Ya Allah! Anugerahkanlah kami rizki ketaatan [kepada-Mu]) Imam Mahdi as berdoa untuk berbagai lapisan masyarakat yang pada dasarnya menunjukkan penantian dan harapan beliau as. Doa ini dapat dibagi dalam dua klasifikasi: Bagian pertama, beliau as memohon dari Allah swt untuk semua orang dan bersifat umum, dan pada bagian kedua doa diperuntukkan bagi masing-masing lapisan masyarakat secara terpisah.
Pada bagian kedua, pada dasarnya beliau as menjelaskan pula harapan dan kekhawatiran beliau dari setiap lapisan. Target kita dalam artikel ini adalah bagian tersebut yang kini dengan seizin Allah swt kita akan mengisyaratkan sebagian darinya:
1- Ulama’
“و تفضل عل? علمائنا بالزهد و النص?حة”
“Dan anugerahkanlah kepada ulama’ kami kezuhudan dan nasehat”.[1]
Dalam bagian ini Imam Mahdi as menyatakan kekhawatiran beliau terhadap penumpukan harta dan nasehat yang ditinggalkan oleh ulama’.
Berkenaan dengan dua hal ini telah disinggung dalam riwayat-riwayat dan menjelaskan dua kriteria ini sebagai parameter untuk ulama’. Telah dinukil dari Imam Jakfar Shadiq as: “Bila kalian melihat seorang alim telah cenderung kepada dunia, maka tuduhlah dia; karena setiap pencinta akan mengitari di sekeliling yang dicinta. Allah swt telah mewahyukan kepada nabi Daud as: “Janganlah engkau menjadikan seorang alim yang tenggelam dalam dunia sebagai perantara Aku dan engkau karena ia akan menghalangi engkau dari mencintai-Ku. Mereka ini adalah perampok hamba-hamba-Ku. Minimal balasan-Ku bagi mereka adalah Aku akan mengambil kemanisan dan kelezatan beribadah kepada-Ku dari mereka.””[2]
Berhubungan dengan penggunaan ilmu, penjelasan hukum-hukum Ilahi dan nasehat untuk masyarakat, para imam as juga menyabdakan demikian: “Bila telah muncul bid’ah-bid’ah maka orang alim harus menampakkan ilmunya dan bila ia tidak melakukan hal demikian maka cahaya imannya akan dicabut.”[3]
Kita tambahkan pula sebuah poin bahwa al-Qur’an ketika menerangkan keistimewaan ulama’ ahli kitab juga menyinggung kegilaan terhadap dunia dan penutupan hakekat.
2- Kaum Pelajar
“و عل? المتعلم?ن بالجهد و الرغبة”
“Dan [anugerahkan pula] kepada kaum terpelajar kesungguhan dan kecintaan belajar”.
Doa dan harapan Imam Mahdi as dari seluruh kaum pelajar adalah supaya mereka menunjukkan kesungguhan, keseriusan dan kecintaan belajar dalam menuntut ilmu dan menjauhkan diri dari segala jenis kemalasan dan keenggana belajar. Imam Jakfar Shadiq as ketika menjelaskan tentara-tentara akal dan jahl (kebodohan), memandang kerajinan dan kesungguhan sebagai tentara akal sementara kemalasan sebagai tentara jahl,[4] dan oleh karena itulah Imam Shadiq as dalam sebuah doa berlindung kepada Allah swt dari kemalasan dan kelemahan usia lanjut:[5]
“اللهم ان? اعوذ بک من الکسل و الهرم”
Dalam kitab-kitab riwayat terdapat sebuah bab independen dengan tema “باب کراهة الکسل” dan disebutkan banyak riwayat dalam mencela kemalasan dan keengganan untuk belajar.
Imam Kadhim as bersabda: “Ayahku berkata kepada sebagian dari putera-putera beliau sebagai berikut:
“ا?اک و الکسل و الضجر فانهما ?منعانک من حظک من الدن?ا و الآخرة”
“Hati-hatilah engkau dari kemalasan dan kejenuhan (ketidaksungguhan), karena keduanya akan menghalangimu dari bagian dunia dan akheratmu”.[6]
Imam Ali as bersabda: “Suatu saat ketika segala sesuatu berpasang-pasangan, kemalasan dan ketidakberdayaan akan dipersandingkan dan akan melahirkan anak bernama kafakiran”.[7]
Dalam wasiat-wasiat Nabi saw kepada Imam Ali as disebutkan: “Wahai Ali! Hindarilah dua karakter: Kemalasan dan ketidaksungguhan, karena ketika itu engkau tidak akan memiliki kemampuan melaksanakan haq dan akan kehilangan ketenangan”.[8]
Imam Jakfar Shadiq as juga bersabda:
“ا?اک و الضجر و الکسل انهما مفتاح سوء. انه من کسل لم ?ؤد حقا و من ضجر لم ?صبر عل? حق”
“Berhati-hatilah dari ketidaksungguhan dan kemalasan karena keduanya adalah kunci keburukan. Bahwasanya barangsiapa yang bermalas-malasan tidak akan dapat menunaikan haq dan barangsiapa yang tidak bersungguh-sungguh tidak akan bersabar atas haq”.[9]
Amirul Mukminin Ali as bersabda:
“آفة النُجْح الکسل”
“Penyakit kesuksesan adalah kemalasan”.[10]
Dan beliau as pun menyatakan kesungguhan dan keseriusan dalam menuntut ilmu sebagai salah satu kriteria orang-orang bertakwa (و حرصا ف? علم).[11]
3- Para Pemuda
“و عل? الشباب بالإنابة و التوبة”
“Dan [anugerahkanlah] kepada para pemuda untuk kembali [kepada perintah Allah swt] dan bertaubat”.
Dalam riwayat-riwayat terdapat atensi khusus terhadap para pemuda bahwa mereka memperoleh perhatian Allah swt. Imam Jakfar Shadiq as bersabda:
“اما علمت ان الله تعال? ?کرم الشباب منکم”
“Apakah Anda tidak mengetahui bahwa Allah swt memuliakan para pemuda di antara kalian”.[12]
Masa muda adalah masa pembentukan kepribadian dan oleh sebab itulah para imam maksum as menegaskan keakraban para pemuda dengan al-Qur’an. Imam Shadiq as bersabda: “Seorang pemuda mukmin yang membaca al-Qur’an, maka al-Qur’an akan mendarah daging dengannya dan Allah swt mengumpulkannya dengan abrar (orang-orang yang berbuat kebajikan)”.[13] Jelas bahwa pemuda seperti ini pada hari kiamat akan merasa aman di hadapan kesulitan hari itu. Dari sisi lain, masa muda adalah masa klimak kekuatan dan perasaan ini dalam sebagian riwayat diekspressikan dengan “mabuk kepayang”[14] dan pada sebagian lain diungkapkan dengan “gila”.[15]
Dengan alasan inilah maka pemuda harus ditempatkan pada jalur ibadah dan penghambaan kepada Allah swt. Salah satu langkah penting dalam hal ini adalah permasalahan pernikahan. Nabi saw menujukan kepada para pemuda bersabda demikian:
"?ا معشر الشباب من استطاع منکم الباه فل?تزوج فانه اغض للبصر و احصن للفرج"
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah maka menikalah karena sesungguhnya hal itu lebih dapat memalingkan pandangan dan menjaga kehormatan”.[16]
Dalam hal ini al-Qur’an menyebutkan kisah suci dan benar nabi Yusuf as bagaimana beliau di puncak masa muda membebaskan diri dari dosa.
Berkenaan dengan watak suci para muda Imam Shadiq as bersabda:
“عل?ک بالأحداث فانهم اسرع ال? کل خ?ر”
“Perhatikanlah para tunas pemuda karena sesungguhnya mereka lebih cepat ke arah kebaikan”.[17]
4- Kaum Wanita
“و عل? النساء بالح?اء و العفة”
“Dan [anugerahkanlah] kepada para wanita rasa malu dan kehormatan”.
Peran kaum wanita yang tidak dapat tergantikan akan tampak ketika kita membuka kembali lembaran sejarah dan kita melihat cermat peran Fatimah Zahra’ as dan Zainab Kubra as, selanjutnya kita memperhatikan para pengikut masing-masing dari mereka seperti isteri Zuhair bin Qain di Karbala’ dan lain-lain. Adapun yang memberikan nilai lebih dan kedudukan tinggi kepada kaum wanita adalah rasa malu dan kehormatan mereka. Dalam sebuah riwayat yang dinukil dari Imam Shadiq as menegaskan bahwa sumber keutamaan dan kebesaran adalah “rasa malu” dan beliau bersabda:
“المکارم عشر... و رأسهن الح?اء”
“Kemulian ada sepuluh... dan yang paling utama adalah rasa malu”.[18]
Mungkin sangat jarang dapat ditemukan suatu riwayat yang ketika menyebutkan nilai-nilai akhlaki tidak menjelaskan sebutan “rasa malu”, bahkan para imam as dan para pemimpin agama menegaskan dalam hal ini; karena dengan rasa malu maka berbagai nilai akhlaki akan hidup dan sebaliknya, ketidakmaluan terutama pada kaum wanita dapat menciptakan berbagai hal yang tidak normal.
Dalam sebuah riwayat lain, Imam Shadiq as dengan menukil dari Rasulullah saw bersabda:
“خ?ر نسائکم العف?فة الغلمة”
“Sebaik-baik wanita kalian adalah yang menjaga kehormatan dan mencintai suami”.[19]
Pada satu riwayat dari Imam Baqir as kita membaca demikian: “Allah swt memiliki rasa malu dan mencintai orang-orang yang memiliki rasa malu”.[20] Dan dalam kasus lain disebutkan:
“الح?اء خ?ر کله”
“Malu adalah kebaikan seluruhnya”.[21]
Ketika kaum wanita menanggalkan pakaian malu dan kehormatan maka mereka akan berubah menjadi jerat-jerat setan:
“النساء حبالة الش?طان”
“Para wanita adalah jerat setan”.[22]
5- Orang-orang Kaya
"و عل? الاغن?اء بالتواضع و السعة"
“Dan [anugerahkanlah] kepada orang-orang kaya dengan kerendahan diri [tawadhu’] dan kelapangan”.
Penyakit kekayaan dalah kesombongan (takabbur) dan kekikiran (bakhil) maka orang-orang kaya harus menyadari bahwa karena orang-orang faqir mereka memperoleh nikmat-nikmat Allah swt; sebagaimana Imam Musa bin Jakfar as bersabda: “Allah swt berfirman: “Aku tidak menjadikan orang-orang kaya sebagai kaya karena menghormati mereka dan tidak menjadikan orang-orang miskin sebagai miskin karena menghinakan mereka, akan tetapi hal ini (kefakiran dan kekayaan) merupakan suatu ujian bagi kaum faqir dan orang-orang kaya dan bila tidak ada orang-orang faqir maka orang-orang kaya tidak layak memperoleh imbalan surga””.[23]
Imam Shadiq as juga bersabda: “Orang-orang kaya Syiah kami adalah yang dipercaya atas orang-orang yang membutuhkan. Oleh karena itu jagalah kami berkenaan dengan mereka maka Allah swt akan menjaga kalian”.[24]
Orang kaya tanpa derita adalah mayat bergerak dan bukan tanpa alasan bila di dalam hadis disebutkan: “Duduk bersama orang-orang kaya dapat mematikan hati”.[25]
Demi memangkas kefakiran, Islam juga melatakkan hukum-hukum untuk harta benda dan kekayaan; di antaranya mewajibkan zakat yang merupakan tugas minimal kaum Muslimin dan bila sumber ini tidak mencukupi untuk mengangkat kebutuhan mereka, Allah swt menjadikan sumber-sumber lain; seperti pemberian shadaqah kepada kaum faqir, inilah sepert yang difirmankan oleh Allah swt:
“وَ الَّذينَ في أَمْوالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُوم ”
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu”.[26]
Maka “bagian tertentu” adalah selain zakat yang wajib dan harus bagi setiap orang menurut kadar kemampuannya.[27] Imam Ridha as menukil dari Imam Shadiq as bersabda:
“و لو خرج الناس زکاة اموالهم ما احتاج احد”
“Bila semua orang mengeluarkan zakat harta mereka maka tidak ada seorang pun yang membutuhkan”.[28] Imam Shadiq as juga bersabda: “Allah swt menjadikan orang-orang faqir sebagai kolega orang-orang kaya. Oleh karena itu orang-orang kaya tidak berhak mengeluarkan harta benda mereka untuk kepentingan selain keloga mereka”.[29]
6- Orang-orang Faqir
“و عل? الفقراء بالصبر و القناعة”
“Dan [anugerahkanlah] kepada orang-orang faqir dengan kesabaran dan qana’ah”.
Imam Shadiq as bersabda: “Allah swt menganegerahkan 10 keistimewaan kepada nabi-nabi-Nya. Maka tengoklah dalam diri kalian, bila keistimewaan-keistimewaan tersebut ada pada diri kalian maka pujilah Allah swt dan bila tidak terdapat dalam diri kalian maka mohonkanlah hal itu dari Allah swt dan di antara 10 karakter tersebut adalah kesabaran dan qana’ah”.[30]
Beliau as juga bersabda: “Aku memohon kemenangan dan aku mendapatkannya dalam kesabaran, dan aku mengharapkan ketidakbutuhan dan aku memperolehnya dalam qana’ah”.[31]
Dalam perjalanan kehidupan manusia membutuhkan kepada suatu kendaraan yang tidak mengenal lelah dan senjata tajam yang menurut Imam Ali as “Kesabaran adalah sebuah kendaraan yang selalu berguna dan qana’ah merupakan sebilah pedang tajam”.[32]
Dalam sebagian riwayat juga disebutkan bahwa qana’ah adalah harta karun yang tidak terbatas. Konsekwensi kesabaran dan qana’ah adalah dua hal: Pertama, tidak mengulurkan tangan kepada harta haram, Kedua, tidak mengincar harta benda orang lain.
7- Para Penguasa
“و عل? الاُمراء بالعدل و الشفقة”
“Dan [anugerahkanlah] kepada para penguasa dengan keadilan dan kasih sayang”.
Amirul Mukminin Ali as bersabda: “Allah swt mengazab enam kelompok dengan enam sebab dan di antaranya mengazab para penguasa karena kezaliman mereka”.[33]
Dalam riwayat lain dapat kita baca demikian:
“ان شر البقاع دور الامراء الذ?ن لا?قضون بالحق”
“Sesungguhnya tempat paling buruk adalah rumah para penguasa yang tidak menghukumi dengan kebenaran”.[34]
Bila para penguasa bertindak adil maka ketaatan rakyat kepda mereka akan menjadi sebab kemuliaan mereka, dan bila tidak maka selain kehinaan tidak ada hal lain yang diperoleh rakyat. Imam Sajjad as bersabda:
“و طاعة ولاة العدل تمام العز”
“Dan ketaatan para penguasa adil adalah seluruh kemulian”.[35]
Ucapan Imam Shadiq as berikut ini pun menarik sekali yang dalam mendiskripsikan keadilan bersabda: “Keadilan lebih segar dari air yang diperoleh seseorang yang haus. Alangkah besar dan agungnya keadilan meskipun sedikit!”.[36] Dan dalam hadis lain beliau as juga bersabda: “Keadilan lebih manis dari madu, lebih lembut dari minyak dan lebih wangi dari kasturi”.[37]
Berkenaan dengan hasil-hasil dan efek-efek keadilan –terutama bila keadilan dari pihak pemerintahan yang berkuasa- Imam Shadiq as bersabda:
“ان الناس ?ستغنون اذا عدل ب?نهم و تنزل السماء رزقها و تخرج الارض برکتها بإذن الله تعال?”
“Sesungguhnya manusia akan merasa kecukupan bila keadilan berada di tengah-tengah mereka, langit menurunkan rizkinya dan bumi akan mengeluarkan berkahnya dengan seizin Allah swt”.[38]
Pada akhirnya kita memohon dari Allah swt supaya mentari keadilan keluar dari balik tirai dan menerapkan keadilan yang sebenarnya di seluruh dimensi-dimensinya. Kita pun di samping mendengungkan doa ini di semua tempat, juga berusaha memberikan jawaban terhadap harapan dan penantian Imam Mahdi as dan pula menyampaikan misi dan pesan beliau as kepada seluruh lapisan masyarakat. [www.al-shia.org]
* Diterjemahkan oleh Imam Ghozali dari artikel Persia “Intizarat-e Imam Zaman as Az Guruh-ha-ye Ijtimaiy” yang dimuat di “Farhang-ge Kaosar” [The Culture Of Kosar Quarterly Of Think And Precedures Of Ahlul-bayt (as) Holy, Tahun ke-11, Musim Panas 1387 HS].
Catatan Kaki:
[1] Doa ini terdapat dalam beberapa kitab penting; di antaranya: Al-Balad Al-Amin, Ibrahim bin Ali ‘Amili Kaf’amy (wafat tahun 905), hal. 350, lithography; Kasyf Al-Ghummah, Ali bin Isa Arbily (wafat tahun 693), jilid 1, hal. 279, Maktabah Bani Hasyim, Tabriz, 1381 H; Al-Mishbah, Kaf’amy, hal. 280, percetakan Radhi, Qom, 1405 H.
[2] Al-Kafi, Muhammad bin Ya’qub Kulainy (wafat tahun 329, jilid 1, hal. 47, Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, Teheran; Bihar Al-Anwar, Allamah Majlisi (wafat tahun 1110), jilid 2, hal. 108, Muassasah Al-Wafa’, Beirut; ‘Ilal Asy-Syarai’, Syaikh Shaduq (wafat tahun 381), jilid 2, hal. 395, Maktabah Ad-Davary; Majmu’ah Warram, Warram bin Abi Farras (wafat tahun 605), jilid 2, hal. 36, Maktabah Al-Faqih, Qom; Misykat Al-Anwar, Abul Fadhl Ali bin Hasan Thabarsi (wafat tahun 600), hal. 140, Kitab Khane-ye Haidariyeh, Najaf; Munyah Al-Murid, Syahid Tsany (wafat tahun 966), hal 138, Percetakan Daftar-e Tablighat, Qom.
[3] Wasail Asy-Syi’ah, Hurr ‘Amily (wafat tahun 1104), jilid 16, hal. 271, Muassasah Alul Bait as, Bihar Al-Anwar, jilid 48, hal. 252; ‘Ilal Asy-Syarai’, jilid 1, hal. 235; ‘Uyun Akhbar Ar-Ridha as, Syaikh Shaduq, hjilid 1, hal. 113, Percetakan Jahan; Al-Ghaibah, Syaikh Thusi (wafat tahun 460), hal. 63, Muassasah Ma’arif Islamy, Qom; Rijal Al-Kesyi, Muhammad bin Umar Kesyi (Abad ke-empat), hal. 493, Percetakan Universitas Masyhad.
[4] Al-Kafi, jilid 1, hal. 20.
[5] Ibid, jilid 2, hal. 585.
[6] Ibid, jilid 5, hal. 85.
[7] Ibid, hal. 86.
[8] Wasail Asy-Syi’ah, jilid 16, hal. 23.
[9] Mustadrak Al-Wasail, Mirza Nury (wafat tahun 1320), jilid 11, hal. 177, Muassasah Alul Bait as, Qom.
[10] Ibid, jilid 13, hal. 44; Ghurar Al-Hikam Wa Durar Al-Kalam, Abdul Wahid Amudy (wafat tahun 550), hal. 463, Percetakan Daftar-e Tablighat, Qom.
[11] Bihar Al-Anwar, jilid 64, hal. 315; A’lam Ad-Din, Hasan bin Abil Hasan Ad-Daylamy (wafat tahun 841), hal. 136, Muassasah Alul Bait as.
[12] Al-Kafi, jilid 8, hal. 33.
[13] Wasail Asy-Syi’ah, jilid 6, hal 177.
[14] Mustadrak Al-Wasail, jilid 11,hal. 371.
[15] Man La Yahdhuruhu Al-Faqih, Syaikh Shaduq, (wafat tahun 381), jilid 4, hal. 377, Percetakan Jami’ah Mudarrisin.
[16] Mustadrak Al-Wasail, jilid 14, hal. 153.
[17] Al-Kafi, jilid 8, hal. 93.
[18] Ibid, jilid 2, hal. 56.
[19] Ibid, jilid 5, hal. 324.
[20] Man La Yahdhuruhu Al-Faqih, jilid 3, hal. 506.
[21] Ibid, jilid 4, hal. 379.
[22] Ibid, hal. 376.
[23] Al-Kafi, jilid 2, hal. 265.
[24] Ibid.
[25] Ibid, hal. 641
[26] QS. Al-Ma’arij [70]: 24.
[27] Al-Kafi, jilid 3, hal. 498.
[28] Ibid, hal. 507.
[29] Ibid, hal. 556.
[30] Ibid, jilid 2, hal. 56.
[31] Bihar Al-Anwar, jilid 1, hal. 158.
[32] Ibid, jilid 68, hal. 96.
[33] Al-Kafi, jilid 8, hal. 163.
[34] Man La Yahdhuruhu Al-Faqih, jilid 3, hal. 6.
[35] Al-Kafi, jilid 1, hal. 20.
[36] Ibid, jilid 2, hal. 146.
[37] Ibid, hal. 147.
[38] Ibid, jilid 3, hal 568.