Bagaimana proses berlanjutnya keturunan manusia? Dengan siapakah Habil dan Qabil menikah?
Jawaban Global
Berdasarkan literatur-literatur riwayat dan sejarah generasi umat manusia yang sekarang ini tidak berasal dari keturunan Habil juga Qabil, melainkan dari keturunan anak Adam yang lain bernama Syits atau Hibatullah.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama sekaitan dengan pernikahan anak-anak Adam. Masing-masing melontarkan dalil-dalil dari ayat-ayat al-Qur’an dan riwayat yang akan kami sebutkan di sini secara selintasan sebagaimana berikut:
- Saudara-saudara menikah dengan saudari-saudarinya. Mengingat pada zaman tersebut belum ada pelarangan dari sisi Tuhan terkait dengan pernikahan di antara saudara dan saudari serta tidak ada jalan lain untuk melestarikan generasi umat manusia maka dari itu tidak ada persoalan dalam masalah ini.
- Karena pernikahan anak-anak Adam antara satu dengan yang lain tidak mungkin dilangsungkan, mereka menikah dengan putri-putri dari bangsa dan generasi lain yang telah ada di muka bumi dan setelah itu menjadi anak-anak paman kemudian pernikahan berlangsung di antara mereka. Pendapat ini juga mendapat sokongan dari sebagian riwayat; karena keturunan Adam bukanlah manusia pertama di muka bumi melainkan terdapat orang-orang yang telah hidup di muka bumi.[i]
Namun tampaknya pendapat pertama yang nampaknya lebih sesuai dengan lahir al-Qur’an.
[i]. Silahkan lihat, Pursesy-hâ-ye Madzhabi, Makarim Syirazi, hal. 453, Pazuhesy Kadeh Tahqiqat-e Islami, Pertanyaan: Tolong Anda jelaskan proses pernikahan Habil dan Qabil secara ringkas dan bagaimana keduanya menikah dengan saudarinya sendiri?
Jawaban Detil
Sumber-sumber riwayat dan sejarah menyatakan bahwa kelanjutan generasi dan keturunan manusia melalui jalur anak ketiga Nabi Adam yang bernama Syits atau Hibatullah yang merupakan washi dan wali Nabi Adam As; karena Habil dibunuh oleh Qabil dan Qabil juga punah karena maksiat dan dosa yang dilakukan. Qabil mengerjakan kefasikan dan kejahatan, anak-anak dan keturunannya yang mengikuti perilaku dan pikirannya, juga telah sirna pada peristiwa taufan dan air bah Nabi Nuh disebabkan oleh maksiat dan pembangkangan.[1]
Adapun masalah pernikahan anak-anak Adam merupakan masalah yang banyak diperbincangkan oleh periwayat hadis kita mengingat terdapat banyak hadis yang beragam dan bertentangan tentang masalah ini.
Sebagian orang dengan bersandar pada ayat pertama surah al-Nisa (4)[2] berpandangan bahwa reproduksi anak keturunan Nabi Adam hanya melalui jalur Nabi Adam dan istrinya dan tidak terdapat orang ketiga yang turut campur di dalamnya. Konsekuensi dari pandangan ini adalah bahwa anak-anak Adam menikah antara satu dan yang lain (sebagai saudara dan saudari); karena apabila menikah dengan bangsa dan istri-istri lain maka firman Allah Swt “minhuma” (dari keduanya) tidak akan benar.
Masalah ini disebutkan dalam banyak hadis dan juga tidak ada yang perlu diherankan dalam masalah ini, karena sesuai dengan penalaran yang dinukil pada sebagian hadis-hadis dari para Imam Maksum As, pernikahan ini adalah hukumnya mubah; karena hukum keharaman pernikahan di antara saudara dan saudari pada masa itu belum lagi diturunkan. Jelas pelarangan sebuah perbuatan bergantung pada pengharaman dari sisi Tuhan. Apa yang menjadi halangan pelbagai hal yang mesti dan mengandung kemaslahatan yang tadinya dibolehkan kemudian diharamkan?
Dalam Ihtijâj disebutkan bahwa Imam Sajjad As dalam perbincangan dengan seorang pria Quraisy bersabda, “Habil menikah dengan Luza saudari selahir Qabil dan Qabil menyunting Iqlima saudari selahir Habil. Periwayat mengatakan, “Pria Quraisy bertanya, “Apakah Habil dan Qabil menghamili saudari-saudari mereka sendiri? Imam Sajjad As bersabda, “Benar.” Pria Quraisy tersebut berkata bahwa perbuatan ini adalah perbuatan orang-orang Majusi hari ini.” Periwayat melanjutkan, “Imam Sajjad As bersabda, “Apabila orang-orang Majusi melakukan hal ini dan kita memandangnya batil lantaran mereka tetap melakukannya meski telah turun pengharaman dari sisi Tuhan.” Kemudian Imam Sajjad menghimbukan, “Jangan ingkari persoalan ini bahwa bolehnya amalan ini pada waktu itu dan tidak bolehnya pada hari ini adalah hukum Tuhan yang telah berlaku demikian. Bukankah Allah Swt menciptakan istri Adam dari dirinya sendiri? Sementara kita saksikan bahwa Dia menghalalkan istrinya baginya. Karena itu hukum syariat ini pada hari itu untuk anak-anak Adam dan terkhusus bagi mereka dan kemudian Allah Swt menurunkan hukum keharamannya.[3]
Namun sebagai kebalikan dari pandangan ini, sebagian orang, karena dinyatakan pada hadis-hadis lainnya bahwa anak-anak Adam sama sekali tidak menikah antara satu dengan yang lain (sesama saudara-saudari).[4] Mereka berpandangan bahwa anak-anak Adam menikah dengan keturunan manusia lainya, karena berdasarkan sumber-sumber riwayat terdapat manusia-manusia lainnya sebelum Adam yang hidup di muka bumi.[5] Riset-riset ilmiah juga menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan manusia hidup di muka bumi beberapa juta tahun sebelumnya, sementara manusia semenjak penciptaan Nabi Adam hingga sekarang belum berusia seperti itu. Dengan demikian, kita harus terima bahwa sebelum Nabi Adam terdapat manusia-manusia yang hidup di muka bumi yang sedang mengalami kepunahan pada masa kemunculan Adam. Kira-kira apa yang menghalangi anak-anak Adam menikah salah satu dari mereka yang masih tersisa dari generasi-generasi sebelumnya?
Namun kemungkinan kedua ini tidak sesuai dengan lahir ayat di atas dan sesuai dengan prinsip Ushul Fikih, ketika terjadi kontradiksi di antara hadis-hadis maka kita harus memilih hadis-hadis yang sejalan dan sesuai dengan al-Qur’an.
Kesimpulannya adalah bahwa pendapat pertama yang lebih cocok dan sejalan dengan lahir al-Qur’an, sebagaimana Allamah Thabathabai, pengarang Tafsir al-Mizân, menyokong dan menerima pendapat pertama.[6]
Untuk telaah lebih jauh Anda dapat merujuk pada Tafsir al-Mizân, jil. 4, hal. 254 dan seterusnya. Tafsir Burhân, Tafsir Durr al-Mantsûr dan kitab-kitab yang memuat tentang kisah-kisah para nabi.[7] [IQuest]
[1]. Bihâr al-Anwâr, jil. 11, hal. 220.
قال سالم بن أبی الجعد لما قتل هابیل مکث آدم سنة حزینا لا یضحک ثم أتى فقیل حیاک الله و بیاک أی أضحکک قالوا و لما مضى من عمر آدم مائة و ثلاثون سنة و ذلک بعد قتل هابیل بخمس سنین ولدت له حواء شیثا و تفسیره هبة الله یعنی أنه خلف من هابیل و کان وصی آدم و ولی عهده و أما قابیل فقیل له اذهب طریدا شریدا فزعا مذعورا لا یأمن من یراه و ذهب إلى عدن من الیمن فأتاه إبلیس فقال إنما أکلت النار قربان هابیل لأنه کان یعبدها فانصب أنت أیضا نارا تکون لک و لعقبک فبنى بیت نار و هو أول من نصب النار و عبدها و اتخذ أولاده آلات اللهو من الیراع و الطنبور و المزامیر و العیدان و انهمکوا فی اللهو و شرب الخمر و عبادة النار و الزنا و الفواحش حتى غرقهم الله أیام نوح بالطوفان و بقی نسل شیث.
[2]. “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan istrinya. dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (Qs. Al-Nisa [4]:1)
[3]. Tafsir al-Mizân, terjemahan Persia, jil. 4, hal. 236.
[4]. Ilal al-Syarâ’i.
ابْنُ الْوَلِیدِ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ إِدْرِیسَ وَ مُحَمَّدٍ الْعَطَّارِ مَعاً عَنِ الْأَشْعَرِیِّ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ فَضَّالٍ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِیمَ بْنِ عَمَّارٍ عَنِ ابْنِ نُوَیْهِ عَنْ زُرَارَةَ قَالَ سُئِلَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ ع کَیْفَ بَدَأَ النَّسْلُ مِنْ ذُرِّیَّةِ آدَمَ ع فَإِنَّ عِنْدَنَا أُنَاساً یَقُولُونَ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَکَ وَ تَعَالَى أَوْحَى إِلَى آدَمَ ع أَنْ یُزَوِّجَ بَنَاتِهِ مِنْ بَنِیهِ وَ إِنَّ هَذِهِ الْخَلْقَ کُلَّهُمْ أَصْلُهُ مِنَ الْإِخْوَةِ وَ الْأَخَوَاتِ قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ ع سُبْحَانَ اللَّهِ وَ تَعَالَى عَنْ ذَلِکَ عُلُوّاً کَبِیراً یَقُولُ مَنْ یَقُولُ هَذَا إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَ جَلَّ جَعَلَ أَصْلَ صَفْوَةِ خَلْقِهِ وَ أَحِبَّائِهِ وَ أَنْبِیَائِهِ وَ رُسُلِهِ وَ الْمُؤْمِنِینَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ وَ الْمُسْلِمِینَ وَ الْمُسْلِمَاتِ مِنْ حَرَامٍ وَ لَمْ یَکُنْ لَهُ مِنَ الْقُدْرَةِ مَا یَخْلُقُهُمْ مِنَ الْحَلَالِ وَ قَدْ أَخَذَ مِیثَاقَهُمْ عَلَى الْحَلَالِ وَ الطُّهْرِ الطَّیِّبِ وَ اللَّهِ لَقَدْ تَبَیَّنَت.
[5]. Tauhid, hal. 277, hadis 2, Cetakan Teheran. Syarh Nahj al-Balâgha, Ibnu Maitsam, jil. 1, hal. 173; Al-Khishâl, jil. 2, hal. 652, hadis 54; Ibid, jil. 2, hal. 639, hadis 14; ibid, jil. 2, hal. 358, hadis 45. Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat indeks: Usia Manusia dalam Pandangan al-Qur’an dan Kitab Suci, Pertanyaan 516 (Site: 563).
[6]. Diadaptasi dari Tafsir Nemune, jil. 3, hal. 244-249. Diadaptasi dari Tafsir al-Mizân, jil. 4, hal. 245-253, Cetakan Bunyad Allamah Thabathabai.
[7]. Silahkan lihat: Markaz Wahid Pâsukhgu be Soalât, Daftar Tablighat Islami. Pertanyaan: Bagaimana reproduksi keturunan manusia dapat melalui dua saudara pada awal penciptaan (Habil dan Qabil)?