Tanya: Imam Ali As pernah berkata:
“Janganlah kalian menjadi muslim
dikarenakan ayah dan ibu kalian.
Jadilah muslim karena keyakinan
kalian akan kebenarannya. Berusahalah
untuk menerima semuanya dengan akal
kalian.” Dengan demikian, bukankah
berarti selama akal kita dapat
menerima suatu hukum kita boleh
menjalankannya dan jika akal kita
tidak menerima, kita boleh untuk
tidak menjalankannya?
Jawab: Imam Ali As dalam ucapannya di
atas ingin menjelaskan kepada kita
bahwa kita harus menerima ajaran-
ajaran yang berkaitan dengan
keyakinan dengan akal sehat kita;
bukan ajaran-ajaran fiqih amaliah
yang tidak dapat dijalankan atau
ditinggalkan sesuka hati.
Manusia tidak hanya dilarang untuk
menjalankan dan meninggalkan hukum-
hukum agama sesuka hatinya, bahkan
hukum-hukum sosial pun juga tidak
boleh dijalankan dan ditinggalkan
oleh manusia sesuka hati. Karena jika
manusia diperbolehkan untuk
menjalankan dan meninggalkan hukum-
hukum sosial tersebut, maka artinya
adalah kehancuran dan ketidakterhukum
hidup umat manusia. Misalnya, dalam
sebuah negara yang memiliki sistem
pemerintaan demokrasi, tidak ada
sekelompok orang yang telah diberi
kebebasan memilih-milih hukum-hukum
sosial yang hendak ia jalankan. Tidak
ada sekelompok orang yang jika
sekiranya beberapa hukum sosial tidak
sesuai dengan pendapat dan akal
pikiran mereka, mereka boleh tidak
menjalankannya. Tidak ada sekelompok
orang yang hanya diperbolehkan untuk
menjalankan sebagian hukum-hukum
tertentu saja dan tidak melakukan
yang lainnya. Tidak ada sekelompok
orang diperbolehkan untuk hanya
mematuhi hukum-hukum perdagangan saja
dan tidak mematuhi hukum-hukum yang
lain. Sangat jelas sekali jika semua
orang boleh berperilaku seenaknya
sendiri, maka kehidupan sosial akan
berantakan dan tidak teratur. Setiap
orang yang bersedia untuk menerima
sistem pemerintahan demokrasi dan
telah memilih wakil untuk membuat
hukum-hukum sosial, maka ia harus
menerima hukum-hukum sosial yang
telah ditetapkan oleh pemerintah dan
menjalankannya tanpa terkecuali.
Begitu pula seorang muslim, setelah
ia menerima ajaran-ajaran keyakinan
Islam dengan akal murninya, setelah
ia menerima—misalnya—kebenaran
kenabian Rasulullah; Muhammad Saw,
maka ia harus menjalankan hukum-hukum
yang telah ditetapkan oleh beliau
dalam Islam. Ia telah menetapkan
dengan akal murninya bahwa kenabian
Muhammad Saw adalah benar dan begitu
juga Tuhan yang telah mengutusnya
sebagai seorang nabi. Ia sendiri
telah meyakini bahwa hukum-hukum nabi
adalah hukum-hukum Tuhan dan Tuhan
tidak pernah berbuat salah dalam
segala hal; segala hal yang dilakukan
oleh Tuhan adalah demi kepentingan
hamba-hambanya; dan banyak lagi hal
yang lainnya yang telah ia yakini
dengan akal pikirannya. Seorang
muslim seperti ini paling tidak telah
meyakini kebenaran dan keharusan
untuk dijalaninya ajaran dan hukum-
hukum Islam dan ia yakin bahwa
hukum-hukum tersebut tidak boleh
dilanggar oleh siapa saja meskipun ia
tidak mengetahui secara jelas tujuan
dan hikmah di balik perintah dan
larangan Tuhan dalam setiap hukum.
Dengan demikian seorang muslim tidak
boleh menerima sebagian ajaran
kemudian menjalankannya dan menolak
sebagian ajaran yang lain kemudian
meninggalkannya.