Ismail Amin*
"…Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung."(Qs. Al-A'raf: 157)
Penggalan dari firman suci Allah swt di atas mengisyaratkan diantara hal-hal yang harus dilakukan ummat yang mengakui dan mengimani Rasulullah Saw, yaitu memuliakan, menolong dan menaatinya. Ketataan kepada Rasulullah Saw dalam terminologi al-Quran sama halnya ketaatan kepada Allah swt. Dalam an-Nisa ayat 80 disebutkan, "Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah." Dalam hal menaati Rasulullah Saw tidak ada ruang perdebatan di antara kaum muslimin.
Lebih ditegaskan lagi di awal surah al Hujurat, untuk tidak mendahului Allah dan Rasul-Nya. Sementara dalam surah al Ahzab ayat 36 ditekankan bahwa ketika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan satu ketetapan dalam urusan kaum mukminin, namun kemudian kaum mukminin lebih cenderung memilih alternatif lain di luar ketetapan itu maka tercatat sebagai bentuk kedurhakaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Al-Quran menegaskan, lebih mengutamakan pendapat dan ketetapan sendiri dibanding dengan apa yang telah ditetapkan Rasulullah Saw adalah jalan menuju kesesatan yang nyata. Melakukan amalan-amalan bid'ah, menambah-nambahkan ataupun mengurang-ngurangi ketentuan syariat, ghuluw atau berlebih-lebihan, terjebak dalam pemahaman khurafat dan sebagainya adalah beberapa contoh misdaq dari mengenyampingkan ketentuan dan perintah Rasulullah Saw.
Setelah memberikan ketaatan, hak Rasulullah Saw atas ummatnya adalah memuliakan beliau. Pemuliaan kepada Rasulullah Saw adalah juga bentuk pemuliaan dan pengagungan kepada Allah swt. Allah swt dalam banyak ayat al-Quran senantiasa menggandengkan namaNya dengan Rasulullah, hal ini bukti nyata yang tak terbantahkan bahwa betapa Allah swt sendiri mengagungkan penghulu para nabi tersebut. Allah swt memposisikan Nabi Muhammad Saw diantara umat manusia di dunia melebihi seorang kaisar dan raja sekalipun. Jika seorang abdi kerajaan sebagai bentuk takzim dan pengagungannya tidak berani untuk meninggikan suara di hadapan rajanya, maka Allah swt mengancam dengan tegas, akan menghapus pahala amalan kebaikan siapapun yang meninggikan suara dihadapan Nabi Muhammad Saw.
Dalam surah al Hujurat ayat kedua kita membaca, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmusedangkan kamu tidak menyadari."Pesan ayat tersebut, alih-alih membangkang atau tidak taat atas perintah Rasulullah Saw, sekedar meninggikan suara melebihi suara Nabi atau sekedar berbicara kepada Nabi tidak ubahnya berbicara dengan orang selain Nabi dapat menyebabkan terhapusnya pahala amalan. Tidak ada pengecualian dalam ayat tersebut, hatta mereka yang mendapat kehormatan sebagai sahabat-sahabat Nabi sekalipun, istri-istri Nabi sekalipun dan keluarga nabi secara umum sekalipun. Al-Quran menandaskan, dalam hal berbicara kepada Nabipun, ummatnya harus memberi sikap yang berbeda, yang tidak boleh keluar dari batasan pengagungan, penghormatan dan pemuliaan. Ketika seorang muslim berbicara dengan penuh hormat kepada orangtuanya, maka Nabi Saw berhak untuk mendapatkan penghormatan yang lebih besar lagi, tidak boleh disamakan.
Bentuk pemuliaan lainnya, adalah dengan senantiasa mengirimkan salam dan shalawat kepada Nabiullah Muhammad Saw. Allah swt berfirman, "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." Shalawat adalah satu-satunya perintah Allah swt kepada umat manusia yang bukan hanya turut dilakukannya namun juga lebih dahulu melakukannya. Semestinya ayat ini saja sudah cukup membantah tanggapan bahwa Nabi Muhammad Saw tidak boleh dikultuskan atau beliau sama halnya manusia biasa. Allah SWT sendiri mengkultuskan Nabi Saw dalam ayat tersebut. Ketika Dia yang Khalik, mengirimkan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw yang nota bene adalah makhluk-Nya, tentu alasannya tidak sederhana. Imam Baqir as dalam kitab Wasail al Syiah menyebutkan, "Amalan terberat dalam timbangan Allah di hari kiamat nanti adalah shalawat yang dikirimkan untuk Nabi Muhammad dan keluarganya."
Bentuk pemuliaan lainnya yang juga tidak boleh diabaikan adalah mencintai keluarga Nabi Saw. Dalam surah Asy Syuura, Allah swt meminta kepada Nabi Muhammad Saw untuk mengatakan, "Aku tidak meminta kepadamu suatu upah pun atas seruanku ini kecuali kecintaan kepada keluargaku."Ayat ini tegas, bahwa sebagai bentuk 'balas jasa' atas dakwah dan ajakan Rasulullah Saw dalam menetapi kebenaran dan jalan yang lurus adalah dengan mencintai keluarganya. Kecintaan kepada keluarga (Ahlul Bait) Nabi tidak akan tumbuh jika tidak diawali dengan upaya untuk mengenali keutamaan Ahlul Bait Nabi.
Selanjutnya hak Nabi Muhammad Saw atas ummatnya, adalah menolongnya. Pertolongan seperti apakah yang dibutuhkan Nabi Muhammad Saw, sehingga kita harus mengulurkan tangan memberikan pertolongan? Apakah Nabi lemah sehingga harus ditolong? Menolong yang dimaksud adalah terlibat dalam perjuangan Rasulullah Saw dalam menegakkan agama. Nabi Muhammad Saw secara lahiriyah tidak lagi mampu menjalankan aktivitas keduniawian pasca meninggal dunia, sementara agama Islam yang beliau dakwahkan dan ajarkan harus tetap hidup dan tumbuh, harus tetap tersebar dan bersemayam di hati-hati umat manusia di tiap masa dan disetiap tempat. Karena itulah butuh keterlibatan ummatnya untuk melakukan semua itu.
Menolong Nabi adalah menghidupkan sunnah-sunnahnya, menolong Nabi adalah segencar mungkin memperkenalkan kepribadiannya yang mulia sehingga tidak ada ruang bagi yang hendak mencela dan menistakannya, menolong Nabi adalah mendakwahkan ajaran-ajaran yang dibawanya, menolong Nabi adalah menegakkan syariat Allah swt, menolong Nabi adalah memuliakan sesama muslim, tidak membenci apalagi mengkafirkan, menolong Nabi adalah dengan menjadi insan-insan yang mencintai dan senantiasa menegakkan kebenaran. Allah SWT berfirman, "(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. Mereka itulah orang-orang yang benar." (Qs. Al Hasyr: 8)
Perlu ditekankan, meskipun secara kasat mata kita tampak menolong Rasulullah, pada hakikatnya adalah kita menolong diri sendiri. Beberapa kaum muslimin di masa Rasulullah Saw (saya tidak menyebut sahabat, khawatir nanti dianggap menghina) dengan islamnya mereka, dengan hijrahnya meninggalkan kampung halaman, dengan turut berjihad memerangi kaum kuffar, dengan turut mendakwahkan Islam telah merasa berjasa kepada Nabi Muhammad Saw, mereka menganggap telah menolong Nabi yang jika tidak dengan keberadaan dan kesertaan mereka, Islam tidak akan diterima dan tersebar keberbagai negeri. Allah SWT mengingatkan, "Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, "Janganlah kamu merasa berjasa kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar." (Qs. Al-Hujurat: 17).
Ayat ini juga menyentil kita, generasi muslim saat ini. Kitalah yang butuh pada Islam dan dakwah, bukan Islam yang membutuhkan kita. Kitalah yang butuh pertolongan Nabi, bukan Nabi yang membutuhkan pertolongan kita. Kitalah yang hakekatnya ditolong oleh Rasulullah, bukan kita yang menolongnya. Jangan sampai ada sangkaan, kalau kita tidak ada, maka Islam juga tidak akan tersampaikan dan Nabi tidak akan dikenali. Percayalah, tanpa peran serta kita, Islam akan selalu ada dan akan tersampaikan dengan baik pada setiap masa dan tempat. Kekuasaan Allah tidak bergantung dengan keberadaan kita.
"Illa tanshuruuhu faqad nasharahu llahu, Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad) sesungguhnya Allah telah menolongnya…" (Qs. At-Taubah: 40).
Wallahu 'alam Bishshawwab.
*) Mahasiswa Jurusan Ulumul Qur'an Universitas Internasional al Mostafa Qom, Republik Islam Iran.
source : http://indonesian.irib.ir/