JAKARTA – Rasionalitas dan akhlak adalah dua pilar penting dalam dakwah. Hal itu terungkap dalam bincang santai dengan beberapa aktivis dan mubalig Persatuan Islam usai gelar kegiatan muthala’ah dan mubahatsah di Masjid Al-Husaini Jl. Mardani di bilangan Johar Baru Jakarta Pusat, Minggu (19/1/2014), pukul 10.00 – 12.00 WIB.
Kali ini muthala’ah dan mubahatsah, kegiatan berkala ormas Persis yang diperuntukkan mendalami berbagai topik itu, mengambil fokus kajian terhadap Kitab Al Kafi Karya Al-Kulaini dengan narasumber Ustad Abdullah Beik, MA. Seperti diketahui, kitab ini adalah kitab hadis Madzhab Islam Syiah.
Acara sudah usai namun beberapa aktivis masih berkumpul di pojok kanan depan di lantai dua masjid berkapasitas 500 jamaah tersebut. Bincang ringan itulah yang membuat suasana demikian akrab.
“Kita masih bisa berharap hubungan positif dengan rekan-rekan Syiah,” ujar salah seorang jamaah kajian. Selanjutnya salah seorang Pengurus Cabang Persis Jakarta Pusat menimpali, “Yang positif dari Syiah adalah rasionalitasnya. Mereka ini berpegang pada prinsip rasional. Jadi, masih memungkinkan kita mengajak mereka kembali ke Islam yang benar melalui dialog,” tegas aktivis itu.
Meski akhir kalimatnya terkesan sebagai penghakiman sepihak, “Namun tiba-tiba saya kehilangan alasan untuk merawat anggapan saya tentang Persis, bahwa ormas ini berisikan orang-orang Islam garis keras, ekstrim dan anti-dialog,” gumam seorang peserta yang tak berkenan ditulis namanya.
Ormas Islam ini seperti diketahui lahir sebagai reaksi atas Muhammadiyah. Aspek puritanisme menurut pendirinya, A. Hasan, masih mengandung banyak unsur yang perlu dikuatkan lagi sebagai upaya membentengi umat Islam dari penyimpangan akidah dan praktik keagamaan umat Islam kala itu. Kesan yang muncul sepanjang lahir dan berkiprahnya Persis adalah ormas ini mengusung visi revivalisme Islam dan misi Islam puritan.
Semua anggapan ini pun bisa luntur lantaran sekelumit pencerahan dalam bincang singkat tersebut. Mubalig persis yang duduk di sisi paling kanan itu sempat menghimbau agar dakwah dilakukan dengan ketulusan niat dan sportivitas. Ia lalu menceritakan teladan yang diwariskan pendiri Persis, A. Hasan bahwa beliau dahulu menjalankan dakwahnya dengan dialog. Syarat dialog yang baik adalah mengetahui dengan baik bahan yang akan didialogkan. “Jadi, kalau mau dialog dengan Syiah, kita harus paham kitab-kitab Syiah dengan baik,” tambahnya.
Dikisahkan Sang Mubalig, suatu ketika A. Hasan berdialog dengan mubalig Jemaat Ahmadiyah, mengatakan bahwa jika argumen Ahmadiyah lebih kuat dalam seluruh dialog itu maka dirinya akan masuk Ahmadiyah, tetapi tentu jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka pihak Ahmadiyahlah yang mesti kembali ke Islam yang benar.
“Kita harus berdakwah dan membawakan ajaran Islam ini dengan fair dan benar-benar jernih,” tegas mubalig itu sekali lagi, disambut anggukan hadirin. Ungkapan-ungkapan yang amat melegakan di tengah maraknya gerakan dakwah yang dikemas dengan kekerasan saat ini. Boleh dikata demikian istimewa karena justru menyeruak di tengah-tengah jamaah ormas yang latar doktrinnya tidak begitu jauh dari gerakan purifikasi Ibnu Taimiyah hingga Muhammad bin Abdul Wahhab yang kemudian disebut sebagai Madzhab Wahabi.
Lebih melegakan lagi tatkala Ketua Pengurus Cabang Persis Jakarta Pusat melengkapi prasyarat dialog dengan menyampaikan satu perspektif lain. “Sebenarnya yang jauh lebih penting dari kekuatan argumen dan rasionalitas itu, Ustadz, adalah akhlak dalam dakwah. Walau kita berhasil memenangkan dialog dengan argumen yang lebih rasional tetapi disampaikan dengan kurang simpatik, itu takkan bermakna apa-apa,” katanya.
Seolah-olah dialog di forum tak resmi itu menjadi pelengkap suasana dialog di forum muthala’ah dan mubahatsah sebelumnya. Dua pilar ini, rasionalitas dan akhlakul karimah amat perlu dikembangkan dalam rangka meningkatkan kehormatan Islam. Lebih dari itu semua, “Saya optimis Persis dapat menjadi ormas terdepan dalam mempromosikan Islam damai di masa depan,” tukas salah seorang peserta lainnya sebelum mereka saling berpamitan.
Bagaimana reaksi aktivis Muslim Syiah atas pernyataan aktivis Persis tentang peluang mengembalikan Syiah pada Islam yang benar? Apakah pernyataan tersebut dianggap menyudutkan madzab itu? Seorang aktivis Muslim Syiah, Mujtahid Hashem menyatakan bahwa justru pernyataan yang mengisyaratkan upaya mengembalikan pengikut Syiah kepada Islam yang benar serta klaim tentang Islam yang benar itu sendirilah yang perlu didialogkan secara jernih dengan asas-asas rasionalitas yang tinggi dalam semangat akhlakul karimah.
“Saya rasa sih wajar saja lah kalau mereka berpendapat begitu, kan? Tetapi poin pentingnya adalah ajakan dialog dengan mengedepankan rasionalitas dan akhlak. Ini amat penting. Saya kira, kalau semua gerakan Islam berpendapat seperti ini, bagus lah. Apalagi bila ditambahkan perlu adanya fair play. Artinya, argumen yang paling kuat itulah yang nantinya mesti diikuti,” pungkas aktivis yang pernah menjadi Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia di Timur Tengah itu. (Syafin/Yudhi)
(Ahlulbaitindonesia.org)