Imam Hasan as senantiasa mendampingi Rasulullah Saw. Terkadang ia duduk di pangkuan Nabi Saw, terkadang pula beliau memikul cucu kesayangannya itu di pundaknya. Setiap kali wahyu turun, ia pun mendengar langsung dari bibir Rasulullah Saw dan menukilkannya untuk sang ibu, Sayidah Fatimah Zahra as. Sejatinya, keistimewaan terbesar yang dimiliki Imam Hasan as adalah kepribadian beliau yang begitu mirip dengan Rasulullah Saw. Meski ia adalah cucu Rasul saw, namun beliau selalu menyebut Imam Hasan as sebagai putranya. Seluruh ulama dan sejarawan muslim juga meyakini hal itu.
Sisi Lain Kehidupan Putra Kesayangan Rasul
Imam Hasan al-Mujtaba as adalah cucu pertama Rasulullah Saw dari Ali bin Abi Thalib as dan Sayidah Fathimah as. Beliau lahir pada pertengahan bulan Ramadhan tahun 3 hijriah di kota Madinah. Ketika Rasul Saw diberi kabar tentang kelahiran cucu pertamanya itu, wajah beliau berseri-seri dan hatinya dipenuhi rasa gembira. Beliau bergegas menuju rumah Sayidah Fathimah as untuk melihat langsung cucunya itu. Sayidah Fathimah as langsung menyerahkan Imam Hasan as yang masih bayi kepada Rasulullah Saw. Setelah menggendongnya, Rasul Saw kemudian membacakan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri Imam Hasan as. Ketika itu, Malaikat Jibril as turun dan menyampaikan perintah Allah Swt kepada beliau agar menamakan cucu pertamanya dengan Hasan, yang berarti baik dan terpuji.
Imam Hasan as yang mendapat gelar mujtaba yang berarti "terpilih" ini, merupakan salah satu dari empat orang terdekat Nabi Saw atau Ahlul Bait as yang dibawa ke arena mubahalah menghadapi tantangan kaum Nasrani Najran. Mereka inilah yang telah disucikan Allah dari noda dan dosa, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat tathir. Pada tanggal 24 Dzulhijjah, para pendeta Nasrani datang untuk bersumpah dengan Nabi Muhammad Saw guna membuktikan mana yang paling benar. Tapi pribadi-pribadi yang diajak oleh Rasulullah Saw membuat mereka takut dan membatalkan niatnya untuk bermubahalah dengan Rasul Saw dan keluarganya.
Imam Hasan as senantiasa mendampingi Rasulullah Saw. Terkadang ia duduk di pangkuan Nabi Saw, terkadang pula beliau memikul cucu kesayangannya itu di pundaknya. Setiap kali wahyu turun, ia pun mendengar langsung dari bibir Rasulullah Saw dan menukilkannya untuk sang ibu, Sayidah Fatimah Zahra as. Sejatinya, keistimewaan terbesar yang dimiliki Imam Hasan as adalah kepribadian beliau yang begitu mirip dengan Rasulullah Saw. Meski ia adalah cucu Rasul saw, namun beliau selalu menyebut Imam Hasan as sebagai putranya. Seluruh ulama dan sejarawan muslim juga meyakini hal itu.
Mufasir al-Quran, Jalaluddin Suyuti meyakini bahwa ayat 61 surat Ali Imran merupakan bukti yang menguatkan masalah tersebut. Dalam penggalan surat Ali Imran yang juga dikenal sebagai ayat mubahalah itu dinyatakan, "Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), Maka Katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak Kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri Kami dan isteri-isteri kamu, diri Kami dan diri kamu; kemudian Marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta."
Para ulama sepakat, pada peristiwa Mubahalah, Imam Hasan dan Imam Husein as bersama Imam Ali as dan Sayidah Fatimah as mendampingi Rasulullah Saw. Dengan demikian sesuai dengan ayat tadi, ungkapan ‘anak-anak kami' yang dimaksud tak lain adalah Imam Hasan as dan Imam Husein as. Di samping itu, hadis-hadis Rasulullah Saw merupakan juga bukti lain akan hal ini. Beliau senantiasa menyebut kedua cucu kesayangannya itu sebagai putranya. Nabi Saw bersabda, "Hasan dan Husein as adalah dua putraku. Barang siapa yang mencintainya, maka ia mencintai aku pula."
Imam Hasan as dicintai oleh seluruh masyarakat dan mereka semua menghormati beliau. Salah satu bentuk kecintaan masyarakat kepada Imam Hasan as adalah mereka selalu berkumpul di sekitar rumah beliau di Madinah untuk menanyakan berbagai permasalahan dan setiap orang yang lewat di depan rumah Imam Hasan as, mereka selalu memperlambat gerak langkahnya dan menikmati kata-kata mutiara yang keluar dari lisan manusia mulia ini atau mereka sekedar menatap tajam wajah beliau sebagai pengingat sosok Nabi Saw. Imam Hasan as menyelesaikan semua permasalahan masyarakat dengan penuh semangat dan dengan wajah yang ramah.
Imam Hasan as memiliki kepribadian yang luhur, suci, dan berakhlak mulia. Sikap beliau kepada seluruh masyarakat dan bahkan musuh, sangat santun dan mulia sehingga semua mendekat ke arahnya. Rendah hati dan kebesaran jiwa beliau di samping kedermawanan dan pemaaf telah menjadi buah bibir khalayak. Imam Hasan as berkata, "Memberi sebelum diminta adalah kebesaran jiwa yang teragung." Imam Hasan as adalah pribadi yang sangat agung, penyabar, sangat berwibawa dan teguh pendirian. Ia juga dikenal sebagai tokoh yang sangat pemberani. Ketinggian ilmu dan hikmah beliau membuat kagum siapapun serta sangat bijak dalam memutuskan suatu perkara.
Dikisahkan bahwa "Suatu hari, Imam Hasan as berjalan di tengah keramaian masyarakat. Tiba-tiba di tengah jalan beliau bertemu dengan orang tak dikenal yang berasal dari Syam. Pendatang itu ternyata seorang yang sangat membenci Ahlul Bait Nabi as. Mulailah ia mencaci maki Imam Hasan. Beliau tertunduk diam tidak menjawab sepatah kata pun terhadap cacian itu, hingga orang tersebut menuntaskan hinaannya." Setelah itu, Imam Hasan as membalasnya dengan senyuman, lantas mengucapkan salam kepadanya sembari berkata, "Wahai kakek, aku kira engkau seorang yang asing. Bila engkau meminta pada kami, kami akan memberimu. Bila engkau meminta petunjuk, aku akan tunjukkan. Bila engkau lapar, aku akan mengenyangkanmu. Bila engkau tidak memiliki pakaian, aku akan berikan pakaian. Bila engkau butuh kekayaan, aku akan berikan harta. Bila engkau orang yang terusir, aku akan mengembalikanmu. Dan bila engkau memiliki hajat yang lain, aku akan penuhi kebutuhanmu."
Mendengar jawaban seperti itu, kakek tersebut terperanjat dan terkejut, betapa selama ini ia keliru menilai keluarga Nabi Saw. Sejak saat itu, dia sadar bahwa Muawiyah telah menipu dirinya dan masyarakat lain. Bahkan Muawiyah telah menyebarkan isu dan fitnah tentang ihwal Ali bin Abi Thalib as dan keluarganya. Terkesima oleh jawaban Imam Hasan as, kakek itu pun menangis dan berkata, "Aku bersaksi bahwa engkau adalah khalifah Allah Swt di muka bumi ini, dan sesungguhnya Allah Maha Tahu kepada siapa risalah-Nya ini hendak diberikan. Sungguh sebelum ini engkau dan ayahmu adalah orang-orang yang paling aku benci dari sekalian makhluk Tuhan. Tapi, sekarang engkau adalah orang yang paling aku cintai dari segenap makhluk-Nya." Lelaki tua itu akhirnya diajak oleh Imam Hasan as ke rumahnya dan beliau menjamunya sebagai tamu kehormatan hingga ia pamit untuk pulang.
Imam Hasan as tidak pernah menolak orang fakir dan peminta kecuali memenuhi semua hajat mereka. Ketika seseorang bertanya kepada beliau, "Bagaimana bisa engkau tidak pernah menolak pengemis?" Imam Hasan as menjawab, "Aku sendiri adalah pengemis di pintu rumah Tuhan dan pecinta kedekatan dengan-Nya. Aku malu mengusir seorang pengemis sementara aku sendiri seorang peminta-minta. Tuhan telah membiasakanku dengan nikmat yang berlimpah dan aku juga sudah terbiasa di hadapan-Nya untuk memperhatikan masyarakat dan berbagi nikmat Tuhan dengan mereka."
Kehidupan para ksatria Tuhan selalu dipenuhi oleh berbagai peristiwa besar dan kehidupan mulia Imam Hasan as juga demikian. Meski Imam Hasan as tidak hidup lebih dari 48 tahun, tapi dalam masa singkat itu beliau senantiasa memerangi kebatilan dan menyebarkan kebenaran.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei berkata, "Masa-masa genting setiap revolusi adalah masa di mana hak dan batil telah samar... debu kemunafikan pada masa Imam Hasan lebih pekat dari masa Imam Ali... Imam Hasan tahu bahwa jika ia bersama beberapa sahabatnya berperang dengan Muawiyah dan gugur syahid, maka tidak dibiarkan siapapun menuntut darahnya karena dekadensi moral telah mendominasi para elite masyarakat. Propaganda, harta dan kelicikan Muawiyah, semua akan ia gunakan dan setelah berlalu satu atau dua tahun, masyarakat akan berkata, ‘Imam Hasan sia-sia berpedang dengan Muawiyah.' Oleh karena itu, Imam Hasan menghadapi semua kesulitan dan tidak menyeret dirinya ke medan perang, karena ia tahu darahnya akan sia-sia."
source : www.aban.ir