Sampai sekarang kedua anak saya masih menggemari Despicable Me 2, film animasi komputer 3D yang didistribusikan oleh Universal Pictures. Popularitas film yang berkisah tentang tentang Gru yang tak lagi menjadi seorang penjahat setelah memiliki tiga anak perempuan yang diadopsinya yaitu Margo, Edith, dan Agnes dari Vector di film pertama (Despicable Me) juga menjambangi Iran. Film tersebut pertama kali diputar di TV Pooya salah satu stasiun TV Iran yang khusus menyiarkan program TV anak-anak, pada liburan tahun baru Iran maret lalu. Saya bersyukur merekamnya, karena betapa film itu digandrungi anak-anak saya, karena memang alur ceritanya menarik dengan tekhnik animasi yang luar biasa canggih. Penasaran dengan alur kisah lengkapnya, karena saat turut menontonnya ada penggalan-penggalan cerita yang tampak tidak nyambung, Istripun menonton versi lengkapnya via internet. Dan memang tidak sedikit scene yang kena sensor. Dalam film versi TV Pooya tidak ada adegan keakraban antara Gru dan Lucy termasuk adegan ciuman keduanya pasca pesta pernikahan, maupun cerita tentang jatuh cintanya Margo pada anak laki-laki Eduardo yang tampan, yang kemudian pada akhirnya patah hati. Scene tentang kisah asmara remaja tersebut digunting habis-habisan dari pita film.
Tidak hanya itu, tokoh-tokoh perempuan yang menampilkan pakaian terbuka bahkan dihilangkan sama sekali dalam cerita, kecuali Lucy yang memang merupakan salah satu tokoh utama film. Solusinya? Tim kreasi stasiun TV Pooya mengeditnya dengan memberikan warna pada kulit Lucy yang terbuka, sehingga yang tampil dalam cerita film yang durasinya berkurang drastis setelah mengalami penyuntingan tersebut adalah Lucy yang tidak lagi berpenampilan seksi. Efek warna biru yang diberikan pada kulitnya yang terbuka tampak seperti baju yang dikenakan menutupi tubuhnya.
Iran memang terkenal ekstrem dalam menyensor film yang menampilkan sensualitas perempuan. Situs berita Merdeka.com pernah menurunkan berita menyoroti hal tersebut. Dalam artikel “Lima cara tergila sensor seksualitas perempuan”, Iran ditempatkan pada urutan pertama yang memiliki cara paling gila. Disebutkan pada artikel yang dipublish 19 Juli 2013 bahwa Iran menyensor semua yang dianggap vulgar dalam menampilkan sensualitas, tidak peduli dalam adegan apapun yang ditampilkan di televisi. Misalnya saja perempuan memakai busana kemeja memperlihatkan lekuk tubuh, mereka menaruh gambar pot bunga demi menutupi lekukan itu.
Adegan intim laki-laki dan perempuan pada film-film Barat, hatta sekedar percakapan di atas sofa dan perempuan bersandar di bahu lelaki juga mengalami sensor. Bahkan Pemerintah Iran tidak segan sama sekali menghilangkan sosok perempuan yang terlalu menonjolkan sensualitas dalam film. Begitu pula jika ada adegan lelaki tidak mengenakan baju. Tiba-tiba sensor membuat efek baju menutupi tubuh si lelaki.
Tampak betapa keras dan tegasnya pemerintah Iran dalam menjauhkan tontonan yang tidak sehat untuk rakyatnya, utamanya tontonan anak-anak. Mengapa?. Penjelasannya saya mulai dari dalil teologis ini:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (Qs. An- Nuur (24): 30)
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.” (Qs. An- Nuur (24): 31)
Sebagai Republik Islam, Iran menjadikan pandangan ulama sebagai rujukan penting dalam pengambilan kebijakan publik. Yang tentu saja pandangan itu digali dari pesan-pesan Al-Qur’an hadits. Islam menetapkan laki-laki dan perempuan untuk menjaga pandangannya pada hal-hal yang dapat menjerumuskan pada dosa dan kemaksiatan yang lebih besar.
Mengapa harus dimulai dari melindungi anak-anak dari tontonan yang tidak sehat?. Berikut Miftahul Hidayah, aktivis “Kita & Buah Hati Foundation” sedikit menjelaskannya:
Dalam otak kita terdapat kelenjar yang mengatur perasaan intim jangka pendek yang disebut dengan dopamin yang menimbulkan sensasi senang dan puas. Dopamin adalah neurotransmitter yang diatur oleh kelenjar dalam otak yang disebut pituitari. Pituitari aktif karena ada rangsangan dari hipotalamus. Hipotalamus mengaktifkan pituitari karena punya informasi yang secara otomatis menyampaikannya pada pituitary tanpa filter. Informasi itu berasal dari apa saja yang kita lihat.
Ketika pituitari aktif, ia akan memerintahkan testis untuk menghasilkan testosteron. Testosteron ini yang menciptakan dorongan melakukan aktifitas seksual. Testosteron ini yang mengatur pituitari menghasilkan dopamin, sehingga ketika dorongan aktifitas seksualnya terpenuhi, dopamin ini akan dilepaskan dan menciptakan perasaan senang dan puas. Ovarium juga menghasilkan testosteron tapi dalam jumlah yang jauh lebih sedikit daripada testis dan itupun langsung dikonversi menjadi estrogen untuk mematangkan sel telur. Yang punya testis siapa? Anak laki-laki. Jadi jumlah testosteronnya lebih banyak dari anak perempuan. Karenanya wajar, kalau anak laki-laki otaknya lebih ngeres dari anak perempuan. Itulah sebabnya, ketika di usia yang sama, dengan paparan lingkungan yang sama, anak laki-laki menjadi jauh lebih sexually active daripada anak putri. Data dari survey yang pernah dilakukan “Kita dan Buah Hati Foundation”, ketika anak laki-laki ditanya soal persepsi dan aktivitas pacaran, maka jawabannya, pacaran adalah aktivitas pegangan tangan, ciuman, pelukan bahwa sampai pada tingkatan yang paling ekstrim. Sementara anak perempuan cenderung menjawab, pacaran itu adalah perasaan saling menyayangi dan mencintai antara laki-laki dan perempuan.
Jadi, iklan makanan, iklan handuk, iklan pakaian dalam, iklan sabun, iklan parfum, atau iklan apapun yang menonjolkan sensualitas perempuan adalah tombol ON untuk memasukkan konten ‘kotor’ pada otak anak-anak secara bertahap dan bertingkat. Pelaku industri pornografi sangat tahu betul mengenai hal ini. Randy Hyde, seorang psikolog terapis pornografi sekaligus kolega pakar neurosains Donald Hilton mengatakan bahwa sekali tombol ON itu nyala, kita tidak bisa mematikannya lagi. Hanya bisa mengeremnya, itupun dengan susah payah.
Konten ‘kotor’ itu masuk secara bertahap dan samar sekali. Bermula dari legal content seperti iklan, majalah remaja yang menampilkan model-model cantik dengan pakaian terbuka, yang kesemuanya itu dianggap lumrah karenanya diizinkan oleh pemerintah kita. Kemudian meningkat menjadi soft porn seperti majalah pria dewasa, koran-koran dan novel-novel picisan dan komik-komik. Kemudian meningkat lagi ke film Hollywood yang disisi scene adegan dewasa. Kemudian meningkat lagi ke games. Tidak sedikit games yang menyajikan adegan kekerasan dan seks menjadi bagian dari permainannya. Dan selanjutnya tibalah pada bagian yang paling ekstrim dan memilukan, pemerkosaan dan pembunuhan.
Dari tontonan yang liar ditelevisi atau dari apa yang dilihat dari gadget [hp/tab/iPad] ditangan anak laki-laki, yang tanpa kontrol, maka wajar anak SD sudah terpapar pornografi. Kita dan Buah Hati Foundation merilis data, 95% anak kelas 4,5,6 SD sudah terkapar ditangan predator bisnis pornografi. Bayangkan, ketika anak laki-laki sudah sedemikian sexually active sementara teman perempuan sebayanya masih sedemikian lugu untuk mengenal hal yang demikian, maka mau lari kemana anak-anak laki-laki kita?. Ibu Riswa walikota Surabaya dalam acara Mata Najwa memberikan jawabannya, diantara dari anak laki-laki yang terpapar itu lari kelokalisasi. Membayar PSK yang berusia 60 tahun dengan uang seribu-lima ribu rupiah. Yang lebih gila lagi kasus di Tasik, anak umur belasan tahun memperkosa ayam sampai ratusan dan belasan domba. Kasus tersebut terbongkar setelah ditemukan mayat anak perempuan SD mengambang di sungai. Otaknya dimana?. Sudah rusak total.
Jordan Grafman, PhD, peneliti Neuroscience dari University of Wisconsin-Madison bilang, pada otak manusia, ada bagian yang didesain khusus oleh Tuhan untuk membedakan manusia dari spesies lain, sebagai spesies paling sempurna, yaitu memiliki kemampuan untuk memilih dan memiliki adab atau nilai-nilai fitrah (kebenaran). Artinya, setiap dilahirkan tidak polos, tetapi sudah diinstal nilai-nilai kebaikan oleh penciptanya. Agama kita menyebutnya fitrah. Bagian itu disebut Pre Frontal Cortex [PFC] yang terletak di jidat kanan. PFC ini adalah direkturnya otak kita. Dialah bos bijaksana yang menjadikan kita manusia yang memegang teguh moral dan etika. PFC lah yang berkerja untuk mengatur perencanaan masa depan, mengatur emosi untuk menunda kepuasaan, yang mengatur pengontrolan diri dan yang mengambil keputusan berdasarkan rasionalitas. PFC tidak dimiliki oleh hewan sehingga hewan tidak dituntut bertanggungjawab dan tidak mampu mengontrol diri untuk mendapatkan kepuasan.
Kabar buruknya PFC tersebut baru matang secara sempurna di usia 25 tahun. Bayangkan kalau usia SD, dimana otak mereka belum bersambungan, dan disaat itu mereka berada di lingkungan yang menjadikan mereka sexually active, hal-hal yang tidak rasional dan bertentangan dengan moralpun berani mereka labrak. Paparan pornografi dan nilai-nilai buruk bisa membunuh PFC sangat perlahan. Kalau narkoba merusak otak di 3 bagian, obesitas merusak otak di 2 bagian, pornografi merusak otak di LIMA bagian.
Masih ingat kasus video SMP 4? Dua anak sekolah masih mengenakan kemeja seragamnya, melakukan adegan yang semestinya hanya bisa dilakukan oleh suami-istri dan direkam oleg teman-temannya. Mungkin komentar kita adalah, bego ya mereka. Tidak, kedua anak itu langganan piala juara Fisika. Dan yang mereka keduanya, anak OSIS dan ROHIS. Ini tidak ada kaitannya dengan pintar atau tidak. Pintar itu adanya di Cortex, bukan di PFC. Jadi itu bagian yang berbeda. Cortexnya brilian, tapi PFCnya rusak. Karenanya jangan kaget kalau kita diperhadapkan sama kasus anggota DPR dari partai Islam yang menonton film porno saat bersidang, atau ada video adegan seksual yang diperankan salah seorang Kyai dari MUI. Belum lagi kasus sodomi guru mengaji pada santrinya dan seterusnya. Kasus yang ada dari anak-anak yang menjadi korban sampai anak-anak kecil sebagai pelaku.
Manusia yang PFCnya rusak tidak akan mampu membuat perencanaan masa depan dengan baik. Dia akan menjual hari-harinya dengan kelakuan-kelakuan yang murahan. Tidak mampu
source : abna