Resesi ekonomi dan lonjakan pengangguran menjadi masalah serius yang dihadapi negara-negara Arab. Ahmed Mohammed Luqman, Dirjen Organisasi Buruh Arab (ALO) di sela-sela konferensi pasar tenaga kerja di Kuwait hari Minggu (19/4) menyatakan, tingkat pengangguran pemuda Arab, terutama kalangan terpelajar saat ini meningkat lebih dari 30 persen. Menurut Mohammed Luqman, salah satu faktor pemicu utamanya adalah kerusuhan di sejumlah negara Arab, dan minimnya investasi di berbagai sektor industri di negara-negara Arab.
<!-- Item fulltext -->
Dirjen Organisasi Buruh Arab menyatakan kerusuhan di sejumlah negara Arab menyebabkan dua juta orang menambah daftar panjang pengangguran di negara-negara Arab yang saat ini melampaui 20 juta orang. Pada tahun 2014, tingkat pengangguran di negara-negara Arab sebesar 17 persen. Angka tersebut tiga kali lipat dari tingkat pengangguran rata-rata negara-negara dunia.
Sebelumnya, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan tahunannya mengingatkan dampak buruk laju peningkatan tingkat pengangguran di negara-negara Arab. ILO dan IMF menegaskan, tidak terciptanya lapangan kerja baru yang layak bagi pemuda Arab menjadi potensi ancaman bagi stabilitas dan keamanan kawasan Arab.
Berdasarkan laporan IMF, pertumbuhan ekonomi negara-negara Arab tahun 2014 sekitar dua persen, dan tingkat pengangguran mendekati 20 persen. Pada saat yang sama, negara-negara Arab menghadapi ledakan penduduk yang tinggi. Lonjakan pengangguran yang dibarengi resesi ekonomi juga terjadi di negara kaya minyak seperti Arab Saudi dan Bahrain.
Koran Arab Saudi, Okaz dalam liputannya mengkhawatirkan eskalasi masalah ekonomi di negara-negara Arab. Dilaporkan, laju peningkatan masalah ekonomi di negara-negara Arab akan menyeret ke arah kekacauan. Salah satu masalah utamanya adalah tidak adanya perhatian terhadap produksi domestik dalam program ekonomi negara-negara Arab. Sebab, pendapatan hasil penjualan minyak kebanyakan dipergunakan untuk membeli saham perusahaan-perusahaan Eropa dan AS, sedangkan sebagian lagi dipergunakan untuk membeli kebutuhan konsumtif dari luar negeri. Dengan demikian, tidak ada infrastruktur ekonomi yang menyerap tenaga kerja dalam negeri.
Selain itu, berdasarkan laporan berbagai organisasi internasional, sejumlah negara Arab seperti Arab Saudi menggunakan sebagian besar hasil penjualan minyaknya untuk membeli senjata dan keperluan militer. Riyadh tidak memiliki perhatian yang tinggi terhadap masalah ekonomi, terutama pengangguran yang kian hari semakin melonjak.
Perlombaan pembelian persenjataan dan keperluan militer yang dilakukan negara-negara Arab berlangsung di saat negara-negara ini tidak menghadapi ancaman militer asing dari negara manapun.
Para analis menilai ancaman besar yang terjadi di negara-negara Arab seperti Tunisia dan Yaman dipicu oleh ketidakpedulian penguasa Arab terhadap tuntutan rakyatnya, terutama pemenuhan ekonomi di tengah tingginya pengangguran yang memicu protes luas.(IRIB Indonesia/PH)
source : abna