Sering dikatakan dimana ada Syiah, disitu ada konflik sektarian, disitu ada pertumpahan darah. Padahal keberadaan Lebanon, adalah bukti nyata batilnya pernyataan tersebut.Ini fakta-fakta Lebanon:
Diperkirakan muslim di Lebanon ada 59 % yang hampir seimbang antara Sunni dan Syiahnya. 40% Kristiani dengan beragam sektenya, dan 1% Yahudi.Dengan jumlah yang hampir berimbang, antara Sunni dan Syiah, di Lebanon tidak pernah terjadi konflik karena perbedaan mazhab.
Jadi dusta, kalau dikatakan Sunni dan Syiah identik dengan perseteruan dan perselisihan. Mereka memiliki masjid yang jamaahnya campur baur Sunni dan Syiah, kadang Syiah yang mengimami Sunni, kadang Sunni yang mengimami Syiah. Jum’at ini ulama Syiah yang menjadi khatib, giliran berikutnya ulama Sunni yang menjadi khatib.
Jabatan-jabatan tinggi dipemerintahan pun dibagi merata. Presiden Lebanon dari Kristen Katolik, Perdana Menteri Muslim Sunni, Wakil Perdana Menteri Kristen Ortodoks, dan ketua Parlemen Muslim Syiah.Sunni di Lebanon tidak sebagaimana sebagian kecil Sunni di Indonesia, yang baru dipimpin oleh seorang Kristiani di tingkat provinsi, sudah merasa mau kiamat, dan menyebutnya tanda kehancuran Islam. Sunni di Lebanon juga tidak panik dan merasa terancam aqidahnya meski yang menjadi ketua Parlemen Muslim Syiah. Dr. Jalalluddin Rahmat [Dewan Syura IJABI] yang baru sekedar menjadi anggota parlemen, segelintir kecil Sunni [baca: takfiri] sudah meradang luar biasa.
Di Lebanon ada Hizbullah, sekjennya Sayid Hasan Nashrullah. Sebuah ormas militan Syiah di Lebanon. Mereka bukan sekedar ormas yang bergerak dibidang keagamaan, pendidikan dan budaya, namun juga memiliki pasukan tempur yang disegani. Mereka bersenjata layaknya militer.
Meski memiliki popularitas yang lebih tinggi dibanding presiden Lebanon, Sayyid Hasan Nashrullah tidak pernah mengganggu kedudukan Presiden, tidak pula berniat menjatuhkannya, padahal sangat bisa bila dia mau. Presiden Lebanonpun yang Kristiani, dan Perdana Menteri yang muslim Sunni tidak menganggap Hizbullah sebagai ancaman, meski Hizbullah itu Syiah. Mereka kerap hadir di pertemuan-pertemuan penting Hizbullah, termasuk mendengarkan pidato Sayyid Hasan Nashrullah, yang berpidato layaknya seorang presiden.
Dengan fakta-fakta ini, maka tidak benar tuduhan bahwa kalau Syiah kuat, maka mereka akan merebut kekuasaan. Apa yang mencegah Hizbullah untuk merebut kekuasaan di Lebanon sementara mereka memiliki kekuatan dan dukungan besar rakyat? Jangankan sekedar merebut kekuasaan, menghadapi Israel saja mereka berani dan mau ambil resiko. Apa mau menyebut Hizbullah bukan Syiah militan?. Kalau Hizbullah, tidak militan, Syiah yang seperti apa yang bisa disebut Syiah militan. Orang-orang Hizbullah itu membawa senjata kemana-mana.
Maka tidak benar tuduhan bahwa kalau non muslim yang menjadi presiden atau pemimpin, maka akan membawa bencana dan kerugian bagi umat Islam. Toh Muslim Lebanon aman-aman saja dipimpin seorang Kristiani, dan sang Presiden juga meski non muslim tidak pula mengeluarkan kebijakan yang merugikan umat Islam. Tidak benar pula bahwa kalau Syiah yang menjadi ketua Parlemen, akan mengeluarkan UU dan aturan yang akan merugikan kelompok Sunni.Lebanon menjadi saksi, bahwa tidak benar perbedaan agama dan mazhab adalah malapetaka bagi suatu bangsa.
Lebanon telah menjadi bukti dan saksi bagi sejarah. Persatuan adalah kekuatan, dan perbedaan adalah kekayaan.
[Ismail Amin, sementara menetap di Qom Republik Islam Iran]
source : abna