Hari Hijab Internasional yang diperingati setiap 1 Februari pada tahun 2016 ini menginjak tahun keempat setelah secara resmi dijadikan sebagai salah satu hari yang diperingati secara internasional. Hari Hijab Internasional dicetuskan oleh seorang Muslimah New York bernama Nazma Khan. Hal tersebut dicetuskannya dengan alasan meningkatnya sentimen anti-Muslim di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, karena itu pada 1 Februari 4 tahun Islam ia mengajak kepada perempuan-perempuan non Muslimah untuk juga mengenakan jilbab sebagai bentuk solidaritas terhadap Muslimah-Muslimah berhijab di penjuru dunia. Seruannya tersebut mendapat respon positif dari kaum perempuan di AS yang secara antusias mengikuti ajakannya. Sejak itu seruan tersebut meluas dan mendapatkan simpatik dari banyak negara.
“Orang-orang bilang hijab adalah simbol tekanan. Namun, adalah tekanan jika kalian tidak membiarkan kami mengenakannya,” ujar seorang Muslimah, Salmah Moussa, dilansir Daily Sabah, dari akun media sosial Hari Hijab Internasional yang terposting pada senin (1/2).
Hijab, di tengah isu radikalisme dan mewabahnya Islamofobia, menimbulkan penafsiran-penafsiran baru. Hijab dikenal sebagai perintah berpakaian dari Allah SWT agar wanita menjaga kehormatan mereka dengan berhijab. Namun, ketika Islamofobia merajalela di tanah Barat, hijab mulai dipandang sebagai pemicu munculnya sentimen anti-Muslim, bahkan pada beberapa kasus hijab dipandang sebagai pernyataan politik.
Diskriminasi terhadap Muslimah pengguna hijab terungkap dalam kisah-kisah yang dibagi oleh mereka yang turut berpartisipasi dalam peringatan tersebut. Khan, pencetus peringatan yang dimulai pada 1 Februari 2013 tersebut, merasakan diskriminasi itu sendiri.
“Saya mengalami diskriminasi karena hijab saya, di sekolah menengah, saya diejek ‘Batman’ atau ‘ninja’. Masuk universitas, setelah peristiwa 911, saya dijuluki Usamah Bin Ladin dan disebut sebagai teroris. Itu sangat mengerikan. Saya berpikir satu-satunya cara untuk mengakhiri diskriminasi ini adalah mengajak saudari-saudari saya untuk merasakan pengalaman mengenakan hijab,” cerita Khan.
Melalui gerakan bermoto "Cantik, Percaya Diri, dan Bersemangat", peringatan Hari Hijab Internasional memang mengajak wanita-wanita yang belum memiliki pengalaman berhijab merasakan satu hari kehidupan menjadi pengguna hijab. Acara tersebut dimaksudkan untuk mendorong diskusi terbuka tentang tradisi Muslim dan bertujuan untuk menjawab pertanyaan non-Muslim sekitar jilbab.
Setiap wanita non-Muslim yang tertarik diundang untuk mengenakan jilbab untuk hari, atau bahkan hanya untuk sesaat, untuk mendapatkan pengetahuan dan wawasan tentang budaya jilbab. Acara ini diselenggarakan oleh Asosiasi Mahasiswa Muslim dan diskusi diadakan di kemudian hari untuk menjawab pertanyaan dari peserta.
"Banyak orang memiliki kesalahpahaman tentang jilbab," kata Danielle Gore teknik kimia senior dan anggota dari MSA "Jilbab adalah bagian sangat penting dari identitas kita sebagai wanita Muslim. Jilbab menjadi identitas yang sangat membanggakan kami. Ini adalah sesuatu yang mengambil banyak untuk mengenakan, dan itu sesuatu yang kita berjuang dengan sehari-hari. Ini adalah salah satu cara kita menunjukkan komitmen kita kepada Allah Swt. "
Gore mengatakan mengalami budaya yang berbeda adalah penting.
"Mencoba budaya yang berbeda adalah pengalaman yang memperkaya bahwa setiap orang harus memiliki kesadaran akan toleransi." kata Gore.
Sarah Hemzawi, biomedis mahasiswa ilmu pascasarjana, mengatakan keputusan untuk memakai jilbab adalah keputusannya pribadi.
"Saya mengenakan jilbab sebagai bentuk ekspresi kecintaan saya pada Tuhan yang memerintahkannya. Lebih dari itu, jilbab menjadi identitas, bahwa siapapun yang melihat saya, akan tahu bahwa saya seorang muslimah." kata Hemzawi.
[Diolah dari Republika]
source : abna24