Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah H Syafiq A Mughni mengatakan, NU dan Muhammadiyah adalah satu. Perbedaan keduanya hanya terjadi pada pemahaman, termasuk pada penetapan sumber rujukan hukum.
Ia mencontohkan, Muhammadiyah melandaskan Al-Qur’an dan As-Sunah sebagai rujukan untuk memecahkan sebuah problem sebab ormas yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini menilai kedua pusaka warisan Nabi itu merupakan pedoman hidup.
Muhammadiyah, katanya, memang tidak bermadzhab sebagaimana NU. Tapi, bukan berarti Muhammadiyah antimadzhab. Muhammadiyah sendiri mengangkat nilai toleransi. Menurutnya, warga Muhammadiyah ada pula yang berziarah kubur sebab kembali pada Hadits yang memperbolehkannya.
Syafiq mengungkapkan hal itu dalam seminar nasional Sinergi NU dan Muhammadiyah yang digelar Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (UII) di Auditorium Kahar Muzakkir, kampus setempat, Yogyakarta, Sabtu (6/2). Hadir pula sebagai pemateri dalam kesempatan itu Mustasyar PBNU KH A Mustofa Bisri (Gus Mus).
“Kami membenarkan tradisi NU seperti ziarah kubur dan tahlil. Itu boleh. Kami menyadari bahwa ziarah kubur itu bukan tradisi meminta-meminta kepada orang yang sudah mati dan juga tahlil yang dilakukan oleh orang NU pun bukan serangkaian doa untuk diri sendiri melainkan untuk orang banyak,” lanjut Syafiq.
Dalam seminar bertema “Membangun Peradaban Rahmatan lil ‘Alamin” tersebut, Gus Mus menyampaikan, sinergi NU dan Muhammadiyah terlihat setidaknya dalam beberapa hal, di antaranya tradisi pendalaman ilmu Islam, kecintaan terhadap ibu pertiwi (hubbul wathan), dan kuatnya ruuhud da’wah (semangat berdakwah).
Seminar nasional ini dihadiri civitas akademik UII, beberapa pengurus lembaga NU dan Muhammadiyah di wilayah DI Yogyakarta dan sekitarnya, serta masyarakat secara umum.
source : abna24