Fenomena Ahmadi Nejad yang tegas bahkan terbilang keras kepada Amerika Serikat, melahirkan efouria bagi umat Islam. Sebagai presiden negara yang mayoritas berpenduduk muslim bahkan Islam menjadi asas negaranya menjadikan Ahmadi Nejad sebagai idola baru generasi muda Islam. Kunjungannya ke Jakarta dan masjid Istiqlal yang disambut histeria menjadi bukti, bahwa sosok pemimpin Islam yang dirindukan umat Islam Indonesia ada pada diri Ahmadi Nejad. Termasuk ketika mengunjungi negara-negara mayoritas muslim lainnya, penyambutan untuknya tidak kalah histerianya. Kesederhanaan, kemampuan diplomasi yang memukau dan perhatiannya yang besar pada isu-isu umat Islam dan kelompok yang tertindas khususnya pembelaannya pada Palestina menjadikannya target pemusuhan AS dan gerakan Zionisme Internasional.
Namun menyerang Ahmadi Nejad secara pribadi, bukanlah target sesungguhnya, sebab Iran memiliki pasokan tokoh yang bahkan melebihi Ahmadi Nejad dalam jumlah yang sulit diperkirakan. Jadilah Iran dan mazhab Syiah sebagai mazhab yang paling banyak dianut rakyat Iran sebagai target pembusukan. Melalui media-media mainstream internasional dimulailah strategi pembusukan itu. Iran dicitrakan sebagai negara teroris, radikal dan mengancam perdamaian dunia. Syiah melalui fatwa-fatwa ulama atas suruhan raja Arab Saudi -yang merupakan kaki tangan AS- disebut sesat, kafir dan bukan Islam. Fatwa-fatwa ulama klasik yang sudah terkubur lama, diangkat kembali meskipun tidak ada kaitannya dengan Syiah yang diyakini rakyat Iran. Fatwa Imam Syafi’i misalnya, yang dikecam adalah Rafidhi, namun teks fatwanya dipelintir untuk mengecam Syiah.
Iran dan Syiah difitnah sedemikian rupa melalui berita-berita hoax dan tuduhan-tuduhan tendensius dan tanpa bukti untuk menghasut umat Islam Indonesia untuk memusuhi Iran. Buku hoax “Lillahi Tsumma li at Tarikh” yang tidak laku di Timur Tengah karena bohongnya terlalu kentara, bahkan tidak dicetak lagi, di Indonesia disebar secara massif dengan judul, “Mengapa Saya Keluar dari Syiah”. Buku pamungkas yang paling sering dikutip untuk menyebar fitnah keji pada Imam Khomeini dan penganut Syiah secara keseluruhan.
Melalui media-media berlabel Islam, di Indonesia disebar berita bahwa tahanan perempuan di Iran sebelum dieksekusi mati, diperkosa dulu oleh sipir penjara, sumber beritanya dari The Jerussalem Post, media Zionis. Iran disebut negara penghasil dan bandar narkoba terbesar, padahal Iran mendapat penghargaan dari PBB sebagai negara yang paling keras melawan peredaran Narkoba. Ratusan gembong narkoba yang digantung tanpa ampun di Iran, diklaim bahwa Iran menggantung rakyatnya yang Sunni. Komunitas Syiah Iran disebut memiliki Al-Qur’an yang berbeda, sementara Iran bukan hanya melibatkan delegasinya dalam pentas MTQ Internasional diberbagai negara muslim, namun juga menjadi tuan rumah untuk berbagai kegiatan Qur’ani berskala internasional. MTQ Internasional terakhir di Masjid Istiqlal Jakarta 2015, dua delegasi Iran malah menggondol juara untuk tingkat hafiz dan tilawah. Syiah disebut-sebut bukan Islam, sementara ratusan ribu Syiah naik haji ke Mekah tiap tahunnya. Iran disebut negara Majusi dan bukan negara Islam, sementara kenyataannya, Iran terdaftar dalam anggota OKI, organisasi internasional yang hanya beranggotakan negara mayoritas muslim, dan tidak ada yang menolak keberadaan Iran dalam organisasi tersebut.
Meski berkali-kali berita hoax itu dibantah, tapi terus saja berita yang menyudutkan Iran beredar dan diulang-ulang oleh media-media berlabel Islam di Indonesia. Pejabat-pejabat negara, ulama, tokoh-tokoh Islam dan intelektual Indonesia yang mengunjungi Iran telah membeberkan dan memberikan pernyataan terbuka mengenai kondisi Iran yang sesungguhnya, termasuk oleh kepala Duta Besar Indonesia untuk Iran. Bahkan, ulama Ahlus Sunnah Iran sendiri yang langsung membantah dihadapan MUI dan tokoh Islam Indonesia dalam kunjungannya ke Indonesia, bahwa berita terzaliminya komunitas Sunni di Iran adalah propaganda dusta untuk memecah belah Sunni-Syiah.
Apa keuntungan yang didapat dari propaganda negatif memusuhi Iran? Apa serta merta negara-negara Islam lainnya menjadi kuat dan mampu membebaskan Palestina dari cengkraman Israel kalau semuanya serentak memusuhi Iran? Apa musuh-musuh Islam menjadi lemah dan tersudut malu melihat betapa kerasnya permusuhan negara-negara Islam lainya pada Iran? Apa serta merta kaum Sunni menjadi lebih Islami dengan terus menerus menghantam Syiah dengan kampanye Syiah bukan Islam? Atau malah sebaliknya, dunia Islam terus larut dalam perseteruan Sunni-Syiah dan melalaikan panggilan zaman untuk persatuan umat Islam. Kesibukan untuk membuktikan kesesatan Syiah atau sebaliknya justru akan melalaikan muballigh-muballigh Islam untuk menyelesaikan isu-isu ummat yang lebih urgen, pendidikan, mengatasi kemiskinan dan menjalankan agenda Islam yang prestisius, menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Ayatullah Sayid Ali Khamanei (ulama Syiah Iran) mengatakan, siapapun Syiah yang menghujat Sunni ataupun mengangkat isu-isu yang memancing perseteruan ummat, maka dia adalah agen musuh yang harus dijauhi. Sekjen Hizbullah, Sayid Hasan Nashrullah (ulama Syiah Lebanon) mengatakan, Syiah ataupun Sunni yang secara provokatif memecah belah umat Islam dengan isu Sunni-Syiah, maka harus dipotong tangannya. Habib Ali al Jufri (ulama Ahlus Sunnah Yaman) mengatakan, musuh umat Islam adalah pihak-pihak yang berupaya meyakinkan, bahwa Sunni dan Syiah bermusuhan. Demikian pula yang disampaikan oleh Prof. DR. H. Quraish Shihab (ulama Ahlus Sunnah Indonesia) bahwa mereka yang memperseterukan Sunni dan Syiah adalah orang-orang yang terlambat lahir.
Pesan dan seruan para ulama Islam tersebut itu adalah juga pesan Al-Qur’an, Allah Swt berfirman, “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Qs. Al-Anfaal: 46). Kekuatan umat Islam adalah pada persatuannya, ada pada kesabarannya untuk meninggalkan ego dan fanatisme mazhab. Sementara mereka yang menyibukkan diri dengan isu-isu khilafiyah, tidak punya dalil yang tegas baik dari Al-Qur’an maupun as Sunnah mengapa harus memaksakan pendapatnya bahkan bertindak keras dan kasar pada yang berbeda pendapat. Dalam surah al Baqarah ayat 213 disebutkan, penyebab melarutkan diri dalam perselisihan adalah kedengkian. Sebab jika motivasinya karena taat pada Allah Swt, maka perselisihan tersebut harusnya ditinggalkan dan menyerahkannya pada keputusan Allah Swt, itupun pada hari kiamat, bukan di dunia. “Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang memberikan keputusan di antara mereka pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka perselisihkan padanya. (Qs. As Sajdah: 25).
Tugas umat Islam, apapun mazhab dan alirannya, adalah berlomba-lomba dalam kebajikan, sebab jika Allah Swt menghendaki maka umat manusia menjadi umat yang satu, namun kenyataannya, tidak. Karena itu, umat Islam hendak diuji dengan perbedaan itu, untuk mengetahui siapa yang paling getol menyebar kebaikan, dan siapa yang malah lebih sibuk mengurusi perselisihan yang justru menghambat laju umat untuk mencapai kemajuannya dan memberi keuntungan besar pada musuh.
Kita bisa belajar banyak dari bangsa Iran, bagaimana persatuan, bukan hanya antar mazhab dalam Islam, namun juga dengan penganut agama lainnya, mereka bisa mendirikan negara yang bisa mengayomi semua pemeluk keyakinan, tanpa membeda-bedakan, dan menariknya republik yang didirikan itu berlabel Islam. Ulama-ulama Islam di Iran bisa meyakinkan rakyat Iran, bahwa Islam yang mereka usung adalah Islam yang memberi rahmat, Islam yang menjamin kebebasan penduduk untuk berbicara dan berkeyakinan dengan tidak saling mengusik satu sama lain.
Musuh bersama mereka adalah kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, kezaliman dan permusuhan terhadap sesama hanya karena berbeda. Inilah yang ditentang Amerika Serikat, gerakan Zionis dan sekutu-sekutunya. Yang mereka mulai dengan konspirasi dan ajakan untuk memusuhi Iran, agar tidak banyak yang mengambil manfaat dari kemenangan revolusi di Iran.
Dirgahayu kemenangan revolusi Islam Iran ke-37, selamat untuk bangsa Iran.
Ismail Amin, sementara menetap di Qom Iran.
source : abna24