Tanya: Mengapa tangan seorang pencuri
harus dipotong?
Jawab: Pemotongan tangan pencuri yang
mana merupakan salah satu bentuk
hudud atau hukuman dalam agama Islam,
dapat dijelaskan dalam dua
permasalahan berikut ini:
Pertama, adalah harus dihukumnya
seorang pencuri atas kesalahan yang
telah ia lakukan. Dan kedua, adalah
hukuman tersebut harus berupa
pemotongan tangan.
Permasalahan pertama, yakni mengenai
perlunya seorang pencuri untuk
dihukum, sebenarnya bukan hanya Islam
saja yang telah mewajibkan hukuman
tersebut sebagai hukum syar’i. Dalam
setiap sistem kehidupan sosial, di
mana pun dan kapan pun, telah menjadi
hal yang wajar jika seorang pencuri
harus dikenai hukuman. Menghukum
pencuri adalah hal yang telah
dilaksanakan di mana saja sejak zaman
purba sampai saat ini.
Dasar diberikannya hukuman yang layak
kepada pencuri sangat jelas sekali.
Kita semua memahami bahwa kehidupan
diri kita adalah suatu hal yang
sangat berharga. Demi menjaga
kesejahteraan hidup, kita senantiasa
dituntut untuk memenuhi segala
kebutuhan kita. Salah satu cara untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, kita
harus mencari nafkah dan kekayaan
lalu menggunakannya dengan baik. Oleh
karena itu, kekayaan terkadang sangat
kita butuhkan untuk memiliki
kehidupan yang nyaman.
Menjaga harta dan kekayaan, tak kalah
penting dan berharga dengan
pentingnya dan berharganya kekayaan
tersebut. Di sini kita dapat
menghukumi bahwa terjaganya harta
kekayaan hasil jerih payah seorang
manusia memiliki nilai yang tak kalah
tingginya dengan nilai umur manusia
tersebut; sebagaimana nilai keamanan
jiwa baginya tak kalah tingginya
dengan nilai umur dan kehidupannya.
Sebagaimana hal ini berlaku dalam
kehidupan pribadi, dalam kehidupan
bermasyarakat hal ini juga dapat kita
pahami. Allah Swt berfirman:
“Barang siapa membunuh seorang
manusia bukan karena orang itu telah
membunuh orang lain atau bukan karena
ia telah berbuat kerusakan di muka
bumi, maka ia seperti telah membunuh
semua umat manusia.”[1]
Dengan demikian seorang pencuri harus
merasakan hukuman yang berat sehinga
ia tidak lagi berani menjahili harta
benda milik orang lain.
Adapun masalah kedua, yakni Islam
telah memerintahkan kita untuk
memotong tangan pencuri, sebagaimana
yang dapat kita pahami dari hukum-
hukum lainnya seperti halnya Qisas,
sesungguhnya hukuman dalam Islam
adalah suatu balasan yang diberikan
kepada seorang pelaku kejahatan
sesuai dengan yang telah ia lakukan
terhadap orang yang ia rugikan;
sehingga balasan tersebut dapat
menjadi sebuah ganjaran baginya atau
pelajaran bagi yang lain. Dan
kenyataannya, hukuman yang diberikan
kepada seorang pencuri tidak dapat
berupa hukuman penjara atau denda
dengan membayar sejumlah uang; karena
sebagaimana yang telah terbukti di
beberapa tempat yang mana di sana
hukuman pencuri hanya sekedar
kurungan penjara selama beberapa hari
atau denda uang, hukuman tersebut
tidak cukup untuk membuat sang pelaku
menyesali perbuatannya dan tidak
dapat mencegah merajalelanya
perbuatan buruk ini.
Dalam agama Islam, sesuai dengan
perhitungan yang sangat bijaksana,
tangan seorang pencuri yang kira-kira
merupakan separuh usaha hidupnya,
harus dipotong. Atas dasar ini, jelas
sudah betapa tidak berdasarnya
ucapan-ucapan beberapa intelektual
kita yang sering memberikan sanggahan
terhadap hukum agama ini (Sayang
sekali pencurian di negara kita
bagaikan penyakit menular. Para
pencuri telah merusak keamanan harta
kita. Pencurian ini tidak hanya
bersifat materi saja, sering kali
pemikiran dan pola pikir kita dicuri
oleh orang lain yang berusaha merusak
pikiran kita).
Mereka berkata: “Seorang mansusia
yang telah dikaruniai sepasang tangan
oleh Tuhannya agar dengannya ia dapat
bekerja dan menyelesaikan urusan-
urusanya, mengapa hanya karena sebuah
kesalahan yang diakibatkan oleh
tekanan ekonomi tangannya harus
dipotong dan menderita seumur hidup?”
Pada hakikatnya ucapan seperti ini
bertujuan untuk mewujudkan jiwa
memaklumi kejahatan yang merajalela
dengan cara menggunakan emosi kita
supaya kita mengasihani para penjahat
dan pelaku keburukan. Dengan kata
lain, memang benar seseorang telah
mencuri sesuatu; akan tetapi karena
setiap orang terkadang mengalami
tekanan ekonomi, oleh karenanya kita
harus merasa kasihan untuk memotong
tangannya yang akan menyebabkannya
menjadi sengsara seumur hidup.
Kesalahan pola pikir ini sangat jelas
sekali. Ya, memang dalam
permasalahan-permasalahan pribadi,
kita dapat mengikut sertakan emosi
dan rasa kasih sayang dalam
menghukumi sesuatu. Islam juga
(sebagaimana yang dapat dipahami dari
ayat-ayat dan riwayat) selalu
mendorong umat manusia untuk
merelakan hak-hak pribadinya dan
tidak terlalu menekan saudara
seimannya.
Akan tetapi dalam permasalahan-
permasalahan sosial, mengasihani
seseorang yang telah berbuat jahat
terhadap orang lain, sama seperti
berbuat jahat terhadap seluruh umat
manusia dengan sangat keji. Dan
membiarkan serta menghormati seorang
pencuri, sama seperti membuat semua
umat manusia celaka dan kehilangan
rasa aman. Seorang penyair Persia
pernah berkata:
Sayang terhadap macam bergigi tajam
Kejahatan terhadap domba-domba.
Hal yang sangat terpenting dalam
permasalahan ini adalah, kita harus
memikirkan kondisi seluruh umat
manusia dalam menghukumi sesuatu.
Kita harus mengobati penyakit yang
berada di bagian tubuh masyarakat
meskipun dengan cara mengamputasinya;
bukannya malah mengasihani penyakit
tersebut dengan cara sekedar
menasehati sang pencuri atau orang
yang harta bendanya telah dicuri.
Di sini ada sebuah sangkalan lain
yang mana mereka berkata: “Sangat
jelas sekali perbedaan antara seorang
fakir di malam hari butuh makanan
kemudian karena kefakirannya ia
terpaksa untuk mencuri sebuah ember
lalu menjualnya demi mendapatkan
sesuap nasi dengan seorang pencuri
yang memang telah menjadikannya
sebagai pekerjaan tetap dan setiap
hari berupaya untuk melumpuhkan
perekonomian masyarakat. Meskipun
keduanya sangat berbeda, akan tetapi
mengapa Islam menjadikan keduanya
sama dan seakan-akan tak ada bedanya
lalu menghukumi kedua orang di atas
dengan hukuman yang sama pula?”
Jawaban pertanyaan ini akan menjadi
jelas dengan mengingat kembali
pembahasan yang telah lalu dengan
ditambah sebuah penjelasan singkat.
Penjelasan singkat tersebut begini:
Islam hanya memberikan hukuman
terhadap amal perbuatan jahat yang
terakhir kali dilakukan oleh
seseorang. Contohnya, bagi orang yang
berzina, Islam memberikan hukuman
berupa seratus kali cambukan. Dengan
demikian, ketika seseorang telah
diketahui bahwa telah berbuat zina,
maka atas dasar perbuatan zina yang
telah diketahui bahwa ia telah
melakukannya ia harus dihukum dengan
seatus kali cambukan; meski orang
tersebut telah melakukannya berkali-
kali akan tetapi tidak diketahui.
Dengan penjelasan singkat dan juga
penjelasan yang sudah diberikan ini,
telah menjadi jelas bahwa hukuman
yang diberikan kepada orang yang
telah mencuri adalah hukuman yang
diberikan atas dasar terakhir kali
pencurian yang telah ia lakukan dan
terbukti di hadapan seorang hakim di
pengadilan. Dan oleh karena itu tidak
ada perbedaan antara besar-atau
kecilnya pencurian dan alasan-alasan
mengapa ia telah mencuri. Karena
orang yang telah mencuri telah
melakukan kerusakan sosial, oleh
karena itu tidak dibedakan antara
seorang pencuri yang telah menjadikan
pencurian sebagai pekerjaannya dengan
seseorang yang hanya sekali saja
mencuri ayam atau ember milik orang
lain.
Orang-orang yang sama juga berkata:
“Dengan dipotongnya tangan seseorang
yang telah mencuri, bukankah berarti
bakal mengakibatkan menurunnya
kinerja dan produktifitas dan
menyebabkannya menjadi pincang?
Bukankah hal ini sangat tidak
rasionil?!”
Kita harus menjelaskan kepada mereka
bahwa yang dimaksud dengan pemotongan
tangan pencuri adalah memotong empat
jari tangan kanan pencuri selain jari
jempol. Dalam kehidupan ini banyak
sekali orang yang sehat dan cacat.
Kebutuhan mereka pun juga bermacam-
macam. Hanya dengan terpotongnya
empat jari seorang pencuri, ia tidak
akan kehilangan pekerjaan dan beban
masyarakat tidak akan menjadi lebih
berat. Begitu juga prodktifitas
sosial masyarakat kita tidak akan
pincang dan menjadi lambat. Setelah
empat jari tangan kanan seorang
pencuri dipotong, jika kelak ia masih
mecuri lagi, jari tangan yang lain
tidak akan dipotong; bahkan yang
dipotong adalah jari kaki kirinya.
Lagi pula jika semisalnya dengan
dipotongnya tangan beberapa pencuri
maka akibatnya kinerja masyarakat
akan menurun dan produktifitas sosial
akan melemah, bukankah dengan
bersabar dalam keadaan sedemikian
rupa lebih baik dari pada membiarkan
masyarakat hidup dengan tidak
merasakan keamanan sedikitpun?
Sebenarnya pola pikir mereka juga
sangat aneh sekali. Menurut mereka,
jika tangan para pencuri harus
terpotong, maka akibatnya masyarakat
akan terpaksa menanggung biaya
kehidupan mereka karena mereka tak
bisa bekerja. Bukankah jika kita
membiarkan mereka bebas begitu saja
maka di kemudian hari mereka akan
meneruskan pekerjaan mereka? Atau
jika misalnya kita masukkan mereka
kedalam penjara, apakah tidak berarti
justru masyarakat yang harus
menanggung biaya hidup mereka di
penjara seperi pemberian makanan dan
minuman kepada para tahanan yang
semakin banyak jumlahnya?
Apakah di negara ini, yang kurang
lebih penduduknya mencapai tiga puluh
juta jiwa, sama sekali tidak dapat
ditemukan seorang pencuri yang
hidupnya hanya digunakan untuk
menghabiskan harta milik orang lain
yang artinya masyarakat yang harus
menanggung biaya kehidupan mereka?
Selain para pencuri yang hanya
mencuri karena terpaksa atau mencuri
kadang-kadang saja yang mana jumlah
mereka tidak terbatas, berapa
banyakkah pencuri yang ada di negara
kita yang mana pekerjaan mereka
memang adalah mencuri?
Orang-orang seperti ini, yakni para
pencuri yang hidup bebas di tengah-
tengah masyarakat dan tak diketahui
keberadaannya yang mana sehari-hari
hanya kerjanya adalah mengambil harta
hasil jerih payah orang lain, adalah
termasuk golongan orang-orang yang
biaya hidupnya ditanggung oleh
masyarakat. Belum lagi hal-hal lain
yang telah mereka lakukan dalam aksi
pencurian mereka, seperti melukai dan
membunuh pihak yang dirugikannya.
Adapun para pencuri yang lain yang
telah ditangkap oleh pemerintahan,
selain pemerintahan harus
mengeluarkan banyak biaya untuk
mengurus mereka dan menyediakan ruang
kosong di penjara, mereka dengan enak
dan nyaman dapat merasakan makanan
dan minuman penjara tanpa perlu
bekerja keras yang mana makanan dan
minuman tersebut dihasilkan dari uang
negara hasil perasan keringat rakyat.
Orang-orang yang masih menyangkal
berkata: “Jika hanya untuk memberikan
pelajaran kepada oang lain, banyak
sekali film seputar kejahatan yang
diputar di Amerika yang mana orang-
orang pintar dan ahli jiwa di Amerika
berpandangan bahwa film-film seperti
itu memang harus diputar supaya
masyarakat dapat mengambil pelajaran
mengenai buruknya kejahatan. Tapi
sayangnya, bukannya mereka mengambil
pelajaran akan buruknya kejahatan di
film-film tersebut, mereka malah
belajar dari film-film tersebut
mengenai bagaimana mereka harus
melakukan kejahatan yang serupa.
Dengan demikian pada malam itu juga
(malam diputarnya film) dan di kota
itu pula masyarakat melakukan aksi
kejahatan seperti yang telah diputar
dalam film dan sampai saat ini
eksekusi yang dijalankan di depan
umum masih belum mampu memberikan
pelajaran kepada masyarakat.”
Tidak diragukan bahwa diputarnya
film-film dengan mempertunjukkan
adegan-adegan kejahatan dan begitu
juga majalah-majalah atau cerita-
cerita kriminal dan percintaan
merupakan propaganda yang bakal
menyebarkan kerusakan di tengah-
tengah masyarakat. Dengan perantara
hal-hal seperti ini mereka dapat
mengolah dan memoles suatu kejadian
dengan seindah mungkin sehingga para
penonton mengira bahwa kebahagiaan
yang sebenarnya terletak dalam
kesenangan dan kebebasan yang tak
berhukum.
Akan tetapi akal dan hati nurani kita
memahami bahwa jika pelajaran yang
diberikan kepada masyarakat memang
diberikan dengan benar dan hukuman-
hukuman yang dijatuhkan bagi para
penjahat juga dijatuhkan dengan
sebaik-baiknya, maka tidak mungkin
hal tersebut tidak dapat memberikan
hasilnya. Dan janganlah kita
berpikiran bahwa ketika kita tak
mampu mengajak masyarakat ke jalan
yang benar maka berarti kita tidak
perlu lagi mengajak mereka kepada
kebenaran.
Yang jelas sebab dan faktor-faktor
sosial juga sama halnya dengan sebab
dan faktor-faktor alami yang mana
faktor-faktor tersebut kebanyakan
dapat memberikan hasilnya; yakni
tidak selamanya memberikan hasil.
Adapun yang diharapkan dari
pelaksanaan eksekusi terhadap seorang
penjahat, adalah berkurangnya
turunnya tingkat kriminalitas di
tengah-tengah masyarakat; bukan
tertumpasnya kriminalitas tersebut
sampai akar-akarnya supaya tidak akan
pernah muncul kembali.
CATATAN :
[1] QS. Al-Maidah: 32.
source : alhassanain