Diriwayatkan, seorang pemuda meninggal dunia, kemudian jenazahnya dimandikan, dikafani, dan dimakamkan oleh Rasulullah SAW. Setelah jenazah pemuda itu diletakkan di dalam kubur, ibunya datang. Ia lalu berkata, “Wahai anakku, sebelum ini saya bersedih atas kematianmu. Akan tetapi sekarang, setelah saya menyaksikan Rasulullah SAW sendiri yang menguburkanmu, maka saya pun tidak bersedih lagi. Ketahuilah olehmu, bahwa kamu adalah orang yang berbahagia.” Rasulullah tidak mengatakan sepatah kata pun. Setelah itu, ibu pemuda itu pun pulang. Rasulullah SAW berkata, “Sesungguhnya lubang kubur menghimpitnya dengan himpitan yang mematahkan tulang-tulang dadanya.” Para sahabat berkata, “Ya Rasulullah, dia seorang pemuda yang baik dan istikamah.” Rasulullah berkata, “Benar, akan tetapi pada dirinya banyak terdapat perkataan yang tidak perlu. Perkataan yang tidak perlu adalah perkataan yang dikatakan oleh seseorang yang mana perkataan itu tidak ada manfaatnya sama sekali, baik di dunia maupun di akhirat. Sesungguhnya hasil pertama yang diperoleh dari perkataan yang seperti itu adalah himpitan kubur. Akan tetapi pengaruh ini adalah pengaruh yang bersifat wadh’i. Dan sebagaimana telah saya katakan, seorang laki-laki yang buruk akhlaknya di rumah meskipun dia termasuk ahli surga, meskipun dia adalah Sa’ad bin Mu’adz, dia tetap akan mendapat himpitan kubur.”
Salah satu perbedaan antara orang yang berakal dan orang yang bodoh adalah, seorang yang berakal akan berpikir terlebih dahulu baru kemudian berbicara; sementara orang yang bodoh adalah orang yang berbicara terlebih dahulu baru kemudian berpikir. Padahal, seorang muslim adalah dia yang dapat mengendalikan lisannya. Mengendalikan lisan tidaklah hanya sebatas pada menahan diri untuk tidak berkata dusta, tetapi juga tidak mengatakan sesuatu yang tidak mendatangkan manfaat sebagaimana sabda Rasul dalam kisah di atas. Bisa jadi, meskipun perkataan tersebut benar, namun (dalam kondisinya) dampak yang diberikan buruk, maka kebenaran yang dikandung akan sia-sia.
Orang yang banyak bicara adalah orang yang tidak peduli pada aibnya. Kegemarannya berbicara akan membuatnya sibuk mengurusi aib orang lain dan melupakan aibnya sendiri. Perkataan-perkataan yang tidak pada tempatnya, selain mendatangkan himpitan kubur, seringkali mendatangkan dendam, permusuhan, dan keretakan sebuah hubungan. Perkataan-perkataan yang melukai hati dan perasaan seseorang, dalam sebuah riwayat dikatakan, bahwa perkataan-perkataan tersebut kelak akan berubah menjadi kalajengking, ular berbisa, dan serigala yang menggigit manusia di alam kubur, juga di padang mahsyar dan neraka jahannam. Hewan-hewan tersebut sesungguhnya merupakan jelmaan dari perkataan-perkataan kita yang melukai perasaan orang lain. Sebagaimana ungkapan Matsnawi, “Dengan perantaraan sengatan lidah anda, maka anda mempersiapkan serigala-serigala yang akan menggigit anda.”
Sebaliknya, orang-orang yang sedikit bicara dan senantiasa memperhatikan apa yang dikatakannya akan memperoleh hikmah. Allah SWT berfirman, “Maka ia akan mengetahui apa-apa yang sebelumnya tidak diketahui dan melihat apa-apa yang sebelumnya tidak terlihat. Maka hal pertama yang Aku perlihatkan kepadanya adalah aib-aib dirinya, sehingga ia disibukkan olehnya dari aib-aib orang lain.” Hikmah lainnya ialah terangnya hati dan bashirat batin, yang dengannya, ia selain dapat menangkap konsep-konsep, juga bisa mengecap hakikat sesuatu.
Orang-orang yang mengetahui hakikat dan kedalaman ilmu, akan terhindar dari was-was dan keraguan yang dihembuskan oleh setan. Sebab, was-was, keraguan dan kerancuan merupakan jalan setan yang paling besar untuk bisa menembus benteng naluri manusia.
Mereka yang menjaga lisannya dari perkataan sia-sia akan senantiasa mendekat kepada Allah SWT. Mereka senantiasa merenungi kehidupan yang bersifat sementara, sehingga umurnya hanya dimanfaarkan untuk hal-hal yang bernilai dan penting.
Dalam riwayat disebutkan, bahwa jika seseorang berhati-hati dari tiga hal maka dia pasti akan menang. Ketiga hal itu adalah: Pertama, perutnya dan apa yang dimakannya; kedua, lidahnya dan apa yang dikatakannya; serta yang ketiga adalah dorongan seksualnya. Wa’lahu ‘Alam.