NU, kata Kiai Said dalam ulasan singkatnya, adalah organisasi sosial dan keagamaan yang berasas Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja) dengan berpegang empat madzhab fiqih. NU lahir ketika rezim Saudi yang didukung paham Wahabi menguat di tanah suci.
Menurut Kantor Berita ABNA, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menjelaskan singkat sejarah dan pemikiran NU sebelum mempersilakan Grand Syekh Al-Azhar Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb menyampakan gagasan Islam wasathiyah (moderat) Al-Azhar. Kiai Said menyatakan bahwa NU dan Al-Azhar berada di barisan yang sama dalam mengampanyekan Islam moderat.
“NU dan Al-Azhar dengan wasathiyahnya berada dalam satu kapal,” kata Kiai Said.
NU, kata Kiai Said memulai ulasan singkatnya, adalah organisasi sosial dan keagamaan yang berasas Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja) dengan berpegang empat madzhab fiqih. NU lahir ketika rezim Saudi yang didukung paham Wahabi menguat di tanah suci.
NU melalui utusannya mengajukan tuntutan agar pemerintah Saudi membebaskan umat Islam untuk beribadah menurut empat madzhab. NU yang terdiri atas ulama Nusantara juga mengharapkan dengan sangat agar pemerinta Saudi tidak membongkar makam hadlaratur rasul SAW.
Kiai Said menambahkan bahwa para utusan NU ini membawa surat untuk menghadap rasa Saudi dengan tuntutan salah satunya adalah memberlakukan ibadah untuk imam dan khatib empat madzhab secara bergantian di masjidil haram.
NU dan Mesir, kata Kiai Said, memiliki kedekatan sejak lama. Salah satu pengurus teras NU di masa awal adalah Syekh Ghanaim Al-Mishri, orang Mesir yang tinggal di Surabaya.
“Gerakan kami ketika itu menjaga dan membendung penyebaran paham wahabi, salafi, dan lainnya. Alhamdulillah sampai sekarang kami menjaga anak kami dari aliran-aliran Islam yang menyimpang baik wahabi, syiah, dan kelompok lain,” kata Kiai Said.
Sekarang ini, NU kata Kiai Said, adalah organisasi terbesar Islam yang mengampanyekan Islam moderat dan toleran.
“NU dan Al-Azhar berdiri di depan dalam gerakan Islam moderat,” kata Kiai Said.