Dalam pondasi pemikiran agama islam setiap pembahasan tentang ilmu pengetahuan maka dengan sendirinya ingatan pun akan tertuju pada sebuah hadis yang berbunyi "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslimin dan muslimah."(38) Semua ini merupakan penekanan betapa pentingnya menuntut ilmu sesuai yang tertera dalam sebuah ayat al-Quran : "Katakanlah, "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"(39)
Agama Islam tidak memberikan batasan tertentu kepada wanita terkait dengan perkembangan dunia ilmu pengetahuan yang ada, Agama Islam membagi ilmu untuk perempuan menjadi dua jenis:
1. Ilmu yang bersifat wajib aini yang untuk mendapatkannya tidak membutuhkan izin dari suami.
2. Ilmu yang bersifat wajib kifayah, dimana ketika orang lain tidak berusaha untuk menuntut ilmu tersebut, maka ilmu ini akan berubah menjadi wajib aini baginya. Selain dari kondisi ini maka wanita haruslah mendapatkan izin dari suami untuk menuntut ilmu tersebut. Akan tetapi ketika wanita berada pada sebuah keadaan dimana hanya terdapat waktu khusus baginya maka tidaklah perlu untuk mendapatkan izin dari suami, sama halnya yang dilakukan oleh Sayidah Zainab as.(40) Agama Islam sebagai sebuah agama yang di dalamnya terkandung zakat, thaharah, dan ilmu pengetahuan(41), ilmu akan menjadi bernilai ketika ilmu yang ada disertai dengan kesucian ruhani, dan ilmu dikatakan sebagai sebuah ilmu ketika ilmu tersebut menyerupai dengan ilmu yang diperoleh oleh Rasulullah Saw.
Berdasarkan kedua faktor yang disebutkan diatas, Imam Baqir as dalam menggambarkan keadaan kemunculan Imam Mahdi af beliau bersabda, " Pada masa kemunculan Imam Mahdi, ilmu pengetahuan akan mengalami perkembangan yang begitu pesat sehingga wanita yang berada di dalam rumah menghakimi sesuai dengan yang tercantum pada al-Quran dan Hadis Rasulullah.(42).
Perempuan Dan Profesi di Luar Rumah
Pandangan moderat agama Islam terhadap pekerjaan seorang wanita muslimah begitu menakjubkaan dan patut mendapatkan pujian maupun penghargaan. Betapa tidak, Islam tidak pernah menggangap pekerjaan rumah tangga sebagai sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang istri, melainkan menganggap bahwa pekerjaan-pekerjaan rumah tangga tersebut adalah perantara dalam mengekspresikan bentuk kecintaan sang istri kepada suaminya.
Syarat-syarat profesi di luar rumah bagi seorang perempuan menurut agama Islam :
1. Menjaga hijab dan kehormatan. Tak ada larangan bagi seorang perempuan untuk berakitivitas di luar rumah ketika perempuan tersebut menggunakan pakaian sederhana yang dapat menutupi seluruh badan dan kepala kecuali wajah dan kedua tangan hingga pergelangan tangan. Namun sebaliknya, tidaklah dibenarkan beraktivitas di luar rumah ketika menggunakan pakaian yang mencolok dan memamerkan lekukan badan seperti pakaian ketat dengan warna dan model yang beraneka ragam.
2. Ia tidak seorang diri dalam lingkungan kerja.
3. Tidak terjadi percampuran (ikhtilat) antara laki-laki dan perempuan.
4. Tidak ada laki-laki yang mampu bekerja dalam keluarga.(43)
Selain itu, Sayidah Zahra sa terkait dengan aktifitas perempuan di luar rumah dapat dijadikan sebagai sebuah unsur dalam menjelaskan batasan-batasan pekerjaan perempuan. Terkadang beliau keluar dari rumah demi memenuhi sebagian dari kebutuhan dalam rumahnya,(44) dan begitupula ketika Rasulullah Saw meminta beliau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar keperempuanan. Rasulullah saw bersabda, "Tak seorangpun yang bukan muhrim melihatnya dan dia juga tak melihat seorangpun yang bukan muhrimnya". Namun demikian, dari hadis ini tidaklah dapat dijadikan dalil bahwa perempuan harus mengetahui segala hal-hal khusus sehingga menjadikan perempuan tidak lagi butuh kepada laki-laki.(45)
Nikmat Surga bagi Perempuan
Di dalam alquran terdapat banyak ayat yang memaparkan nikmat-nikmat surgawi bagi kaum perempuan, yang sebagian dari ayat-ayat tersebut menjelaskan nilai-nilai hakikat keberadaan perempuan.
1. Keperawanan, "dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan".(46)
2. Kecintaan kepada suami, "yang penuh cinta hanya kepada suami mereka lagi berusia sebaya."(47)
3. Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik.(48)
4. Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang bermata jelita dan tidak mencintai selain suami mereka, (dalam kelembutan dan kecemerlangan), bidadari-bidadari itu seakan-akan seperti telur yang tersimpan dengan baik (di bawah sayap ayam sehingga tak satu pun tangan yang pernah menyentuhnya). (49)
Dua poin terakhir diatas mengisyaratkan bahwa tak ada alasan yang dapat dikemukakan oleh wanita untuk tidak berhijab di hadapan secantik-cantiknya wanita (bidadari), dan di sisi lain juga menerangkan nilai hijab dan kehormatan dalam sebuah bingkai permisalan yang tepat. (IRIB Indonesia / Indriyani)
Catatan:
38. Ja'fariyan, Rasul, Rasael Hijabiah, Jilid 1, hal 177, Qom, 1380
39. Zumar ayat 9
40 Javadi Amoli, Zan dar Ayene-e Jalal va Jamal, hal, 310-311, Qom Israa 1383
41. Mohammad Hossein Thabathabai, Tafsir Al Mizan, Terjemah Muhammad Baqir Mousavi Hamedani, Jilid 2, Hal 359, Qom, Daftar Entisharat-e Eslami.
42. Ilgapanci Sadruddin, Hadafe Islahi Nehzate Imam Husain as Qiyame Mahdi as, Terjomeye Nur Ali Ahmad Falhi, Tehran, Mehr Taban, 1388 Hq.
43. Murtadha Muthahhari, Majmue-ye Atsar, Hal 511, Tehran, Sadra 1369.
44. Mohsen Qaraati, Tafsir Nur, jilid 12 hal 89, Tehran, Markaz-e Farhanggi-e Darshaye az Quran, 1375, ayat 23 Qishas.
45. Waqi'ah ayat 36
46. Waqi'ah ayat 37
47. Waqi'ah 22-23
48. Shafaat 48-49
49. Murtadha Muthahhari, Majmue-ye Atsar, Hal 511, Tehran, Sadra 1369
source : irib